Arti Catcalling, Salah Satu Bentuk Pelecehan Seksual, Dampaknya Bisa Trauma

Rainy mencontohkan, kasus catcalling yang terjadi pada malam hari terhadap perempuan yang sendirian menunggu bus di halte.

Editor: Weni Wahyuny
tribunsumsel.com/khoiril
Ilustrasi korban catcalling 

TRIBUNSUMSEL.COM - Secara tak sadar, sebagian besar perempuan pernah mengalami catcalling sehingga membuat rasa tak nyaman.

Biasanya catcalling terjadi di jalan bahkan di tempat umum.

Bagi para lelaki yang melakukan catcalling mungkin hanya sebuah keisengan saja.

Akan tetapi mereka melakukannya dengan tertawa dan tidak mengenal perempuan tersebut.

Tidak banyak yang tahu bahwa hal tersebut merupakan memiliki arti kecenderuangan seksual.

Dikarenakan kaum perempuan dalam hal tersebut seperti sedang direndahkan.

Lalu, apa arti catcalling ?

Dilansir dari Oxford Dictionary, catcalling diartikan sebagai siulan, panggilan, dan komentar bersifat seksual dari seorang laki-laki kepada perempuan yang lewat dihadapannya.

Catcalling bisa berkembang menjadi street harassment, yaitu bentuk pelecehan seksual yang dilakukan di tempat umum.

Kaum perempuan kerap dipandang sebagai objek, harus menerima ditatap dan dinilai wajahnyam bentuk tubuhnya dan pakainnya.

Banyak sekali yang beranggapan catcalling disebabkan oleh pakaian.

Akan tetapi banyak korban catcalling yang menggunakan pakaian tertutup masih menjadi korban.

Masyarakat masih berpersepsi bahwa wajar laki-laki menggoda perempuan.

Ketidaksetaraan gender yang menempatkan perempuan sebagai subordinat dari laki-laki seolah berhak melakukan apa saja kepada permepuan.

Sehingga menyebabkan catcalling tidak pernah hilang.

Dikutip dari Magdalene.co, Dampak terhadap catcalling dari sebuah hasil penelitian yang dilakukan di Norwegia adalah depresi, kecemasan, rendah diri dan citra negatif terhadap tubuh.

Dan tentunya dampak secara psikologis bisa terjadi terhadap korban berupa rasa takut, tidak nyaman, marah, dan juga merasa tidak dihargai.

Kata Komnas Perempuan

Dikutip dari Kompas.com, Komisioner Komnas Perempuan Rainy Hutabarat menjelaskan, catcalling merupakan salah satu bentuk pelecehan seksual dalam bentuk kekerasan verbal atau kekerasan psikis.

"Terdapat nuansa seksual dalam ucapan, komentar, siulan, atau pujian, kadang-kadang disertai kedipan mata. Korban merasa dilecehkan, tak nyaman, terganggu, bahkan terteror," katanya saat dihubungi Kompas.com, Minggu (7/2/2021).

Pujian atau sapaan bernuansa seksual, selama ini dianggap biasa saja.

Padahal, perilaku semacam ini merupakan salah satu bentuk pelecehan.

Catcalling merupakan bentuk pelecehan seksual di ruang publik, biasanya dilakukan di jalanan atau fasilitas umum lainnya.

Menurut Rainy, ada pengaruh relasi kuasa pada perilaku catcalling.

"Pelaku merasa berada pada posisi superior sehingga berhak melakukan sesukanya tanpa mempertimbangkan perasaan orang lain,"kata Rainy.

Pelakunya bisa siapa saja, baik laki-laki maupun perempuan, sendiri atau beramai-ramai.

Catcalling juga dapat dialami siapa saja tanpa pandang jenis kelamin.

Akan tetapi, kata Rainy, korban terbanyak adalah perempuan.

"Walau laki-laki bisa jadi korban catcalling, namun korban terbanyak perempuan," kata dia.

Bukan karena penampilan

Dalam beberapa kasus pelecehan verbal, pakaian atau penampilan korban, kerap dijadikan alasan.

Rainy menegaskan, pandangan semacam ini adalah hal yang salah.

Pada kasus catcalling yang dialami korban, yang mayoritas perempuan, dipandang sebagai objek seksual.

"Tubuh perempuan dipandang sebagai tubuh seksual yang membuat laki-laki tergoda," kata Rainy.

Rainy mencontohkan, kasus catcalling yang terjadi pada malam hari terhadap perempuan yang sendirian menunggu bus di halte.

Ketika terjadi catcalling, korban justru disalahkan.

"Jadi (yang disalahkan) bukan pelaku yang mengenakan lensa patriarkis dalam memandang perempuan," ujar Rainy.

Rainy menegaskan, pelecehan tejadi bukan karena penampilan atau apa yang dipakai korban, tetapi memang kultur si pelaku pelecehan.

Ia juga menekankan, tindakan seperti ini tak bisa dibenarkan.

Pada tingkatan tertentu, Rainy mengungkapkan, dampak catcalling dapat menimbulkan trauma berkepanjangan terhadap korbannya.

Korban jadi membatasi mobilitasnya jika tidak ditemani saat keluar rumah, yang pada akhirnya berdampak pada kualitas hidup dan menghambat perkembangan pribadinya.

"Segala bentuk pelecehan seksual tak boleh dibiarkan, apalagi atas nama perbuatan iseng, bila kita ingin membangun masyarakat tanpa kekerasan," kata Rainy. (Erland Roy)

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved