Golkar Sebut Masalah di Partai Demokrat Bisa Diselesaikan Dengan Menempuh Proses Hukum
Golkar Sebut Masalah di Partai Demokrat Bisa Diselesaikan Dengan Menempuh Proses Hukum
TRIBUNSUMSEL.COM - Isu panas di tubuh Partai Demokrat masih menarik perhatian publik.
Sejumlah tokoh turut berkomentar terkait kisruh yang ada di Partai Demokrat.
Yang terbaru, Ketua Umum Partai Golongan Karya (Golkar), Airlangga Hartarto juga turut berbicara.
Situasi politik di Partai Demokrat kian memanas sejak isu kudeta partai muncul ke publik hingga masalah Kongres Luar Biasa (KLB) yang baru dilaksanakan pada Jumat (5/3/2021) kemarin.
Banyak tanggapan yang dilontarkan terkait KLB Demokrat tersebut.
Mulai dari tanggapan para pengamat politik, hingga Menteri Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD.
Dikutip dari tayangan video di kanal YouTube Kompas TV, Sabtu (06/03/2021), Airlangga menuturkan bahwa Partai Golkar turur prihatin dengan masalah yang sedang terjadi di Demokrat.
Ia menambahkan, sebagai partai yang berpengalaman, Partai Golkar mempersilahkan pihak terkait untuk menempuh proses hukum.
"Partai Golkar prihatin kalo ada partai yang ada masalahnya, Partai Golkar berpengalaman, kami mempersilahkan semua berproses secara hukum," kata Airlangga setelah penutupan Rapat Pimpinan Nasional (Rapimnas) Partai Golkar.
Diketahui sebelumnya, KLB Demokrat di Deli Serdang telah memutuskan Moeldoko menjadi Ketua Umum yang baru.
Kabar terkait KLB Demokrat ini mendapat respons dari SBY, AHY, serta beberapa kader Partai Demokrat dari berbagai daerah.
Ada yang menyatakan tetap setia pada kepemimpinan AHY, ada pula yang ikut pada kepemimpinan Moeldoko.
Dalam pidato, Moeldoko menilai bahwa KLB Demokrat berjalan sesuai dengan AD/ART dan konstitusional.
Moeldoko mengaku tidak memaksa para peserta untuk memilihnya, sebab semua yang hadir KLB sudah memiliki keyakinan.

Mahfud MD Turut Tanggapi KLB Demokrat
Diberitakan Tribunnews.com sebelumnya, Menteri Koordinator bidang Politik Hukum dan HAM, Mahfud MD ikut menanggapi polemik Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat yang diadakan kemarin di Deli Serdang, Sumatera Utara, Jumat (5/3/2021).
Diketahui, KLB tersebut telah memutuskan Moeldoko ditetapkan sebagai Ketua Umum Partai Demokrat.
Dikutip dari akun Twitter resmi Mahfud MD @mohmahfudmd, menurutnya, pemerintah tidak bisa ikut campur dan melarang adanya KLB Demokrat tersebut.
Sesuai dengan aturan yang sudah tercantum dalam Undang-Undang Nomor 9 Tahun 1998 tentang Kemerdekaan Menyampaikan Pendapat di Muka Umum.
"Sesuai UU 9/98 Pemerintah tak bisa melarang atau mendorong kegiatan yang mengatasnamakan kader Partai Demokrat di Deli Serdang," kata Mahfud melalui akun Twitter resminya, @mohmahfudmd, Sabtu (6/03/2021).
Dalam cuitannya tersebut, Mahfud MD juga menceritakan kejadian masa lalu tentang persoalan internal partai yang hampir sama dengan KLB Demokrat sekarang ini.
Ia menjelaskan tentang persoalan internal Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) di masa pemerintahan Presiden Megawati Soekarnoputri.
"Sama dengan yang menjadi sikap Pemerintahan Bu Mega pada saat Matori Abdul Jalil mengambil PKB dari Gus Dur yang kemudian Matori kalah di Pengadilan (2003)."
"Saat itu, Bu Mega tak melarang atau pun mendorong karena secara hukum hal itu masalah internal PKB," tulis Mahfud.
Baca juga: Andi Mallarangeng Kasihan dengan Moeldoko Jadi Ketum Abal-abal: Syahwat Politiknya Terlalu Kuat
Mahfud juga mengungkit hal yang sama dengan sikap Pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).
"Ketika (2008) SBY tidak melakukan pelarangan saat ada PKB versi Parung (Gus Dur) dan versi Ancol (Cak Imin). Alasannya, itu urusan internal parpol," imbuhnya.
Oleh karena itu, Mahfud MD menegaskan bahwa KLB Demokrat yang terjadi di Deli Serdang merupakan masalah internal Partai Demokrat.
Masalah tersebut juga belum menjadi masalah hukum, karena masih belum ada permintaan legalitas atas hasil KBL ke pemerintah.
"Bukan (minimal belum) menjadi masalah hukum. Sebab belum ada laporan atau permintaan legalitas hukum baru kepada Pemerintah dari Partai Demokrat."
"Pemerintah sekarang hanya menangani sudut keamanan, bukan legalitas partai." tulisnya.
Dalam cuitan Mahfud selanjutnya, ia mengatakan, sejak era Megawati hingga Jokowi, pemerintah tidak pernah melarang adanya KLB atau Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub).
Hal tersebut dilakukan karena pemerintah ingin menghormati independensi partai politik.
"Jadi sejak era Bu Mega, Pak SBY sampai dengan Pak Jokowi ini, pemerintah tidak pernah melarang KLB atau Munaslub yang dianggap sempalan karena menghormati independensi parpol."
"Risikonya, pemerintah dituding cuci tangan. Tapi kalau melarang atau mendorong bisa dituding intervensi, memecah belah, dan sebagainya," katanya.
Mahfud MD pun menjelaskan bahwa kasus KLB Demokrat akan menjadi masalah hukum jika hasilnya didaftarkan ke Kemenkum-Ham.
Saat itulah pemerintah akan meneliti keabsahan hasil KLB berdasarkan undang-undang dan AD/ART partai politik.
"Kasus KLB PD (Partai Demokrat) baru akan jadi masalah hukum jika hasil KLB itu didaftarkan ke Kemenkum-HAM. Saat itu Pemerintah akan meneliti keabsahannya berdasar UU dan AD/ART parpol."
"Keputusan Pemerintah bisa digugat ke pengadilan. Jadi pengadilanlah pemutusnya. Dus, sekarang tidak/belum ada masalah hukum di PD," pungkasnya.

Pengamat Sebut KLB Imbas Kekecewaan terhadap AHY
Diwartakan Tribunnews.com sebelumnya, Kisruh internal Partai Demokrat mencapai puncaknya, Jumat (5/3/2021), dengan digelarnya Kongres Luar Biasa (KLB) Partai Demokrat di Deliserdang, Sumatera Utara.
Hasilnya, forum tersebut memilih Kepala Staf Presiden Moeldoko sebagai ketua umum yang baru.
“Penunjukan Moeldoko sebagai Ketua Umum Partai Demokrat adalah peristiwa politik yang terulang (de javu)."
"Seperti ketika Susilo Bambang Yudhoyono mengambil alih kepemimpinan Partai Demokrat dari Anas Urbaningrum, sekaligus berakhirnya Demokrat sebagai partai keluarga SBY,” kata Ninoy Karundeng pengamat politik dan pegiat media dan media sosial di Jakarta, Sabtu (6/3/2021).
KLB Deliserdang yang menetapkan Moeldoko sebagai Ketum Demokrat, menurut Ninoy Karundeng, akan membuat arah baru bagi Partai Demokrat.
“Munculnya KLB adalah ekses dari hilangnya integritas SBY yang menggunakan Demokrat sebagai partai milik keluarga, ketika dia menjadikan AHY sebagai Ketum Demokrat yang dinilai tidak demokratis oleh para kader Demokrat,” kata Ninoy Karundeng.
Ditambahkan oleh Ninoy bahwa KLB Deliserdang diselenggarakan karena adanya ketidakpuasan kader terhadap AHY (Agus Harimurti Yudhoyono) yang dinilai lemah dan hanya menjadi kepanjangan kepentingan keluarga SBY.
Menurut Ninoy, hal ini dibuktikan dengan elektabilitas Demokrat dalam berbagai survey yang merosot tajam sampai pernah menyentuh 3,6% artinya di bawah ambang batas parliamentary threshold.
Baca juga: Airlangga Hartarto Diminta Arus Bawah Partai Golkar Untuk Maju Nyapres di Pemilu 2024
Dengan kepemimpinan yang baru Demokrat di bawah Ketum Moeldoko, tentu menjadi tugas Moeldoko untuk melakukan konsolidasi ke dalam bersama dengan para kader di seluruh Indonesia.
Tentu kubu AHY dan SBY akan berjibaku untuk memertahankan posisi sebagai Ketua Umum dan Ketua Majelis Tinggi yang berkuasa penuh atas partai.
“Berakhirnya kepemimpinan AHY dan SBY di Demokrat akan mengakhiri seluruh kiprah politik dan kekuasaan ekonomi atas partai untuk kepentingan keluarga SBY,” jelas Ninoy.
Beberapa bulan ke depan, menurut Ninoy Karundeng, akan ada dinamika politik internal dan eksternal Demokrat terkait dengan keabsahan Partai Demokrat versi Moeldoko atau AHY yang dikeluarkan oleh Kementerian Hukum dan HAM yang bakal diperebutkan antara AHY dan Moeldoko.
"Walaupun Sekretaris Panpel KLB Demokrat menegaskan pihaknya mengantongi surat surat yang absah dari mayoritas DPD dan DPC , walaupun tidak terlihat hadir di KLB," pungkas Ninoy.
(Tribunnews.com/Faryyanida Putwiliani/Malvyandie Haryadi)
Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Partai Golkar Turut Prihatin dengan Polemik KLB Demokrat, Airlangga: Silakan Berproses Secara Hukum.