Berita Palembang
Cerita Pemulung Dengan Gerobak di Atas Jembatan Ampera, Anak Cucu Ikut Berpanas-panasan
Lebih sering sendirian, tapi kadang-kadang anak saya juga ikut, untuk hari ini kebetulan anak dan cucu saya ikut.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Di tengah hangatnya sinar matahari yang menyengat di siang hari, nampak seorang pria tua menarik gerobak kayu menelusuri sepanjang Jalan di atas Jembatan Ampera.
Di atas gerobak yang ia tarik itu juga terlihat seorang perempuan yang duduk sambil menggendong anak kecil di pangkuanya.
Nampak pria itu menarik gerobak dengan perlahan-lahan sesekali menunduk ke jalanan dan mengambil barang bekas. Terlihat pria itu tidak menggunakan alas kaki padahal cuaca matahari sedang terik di siang hari sekitar pukul 12.00 WIB.
Setelah ditemui tribunsumsel.com, pria itu diketahui bernama Mamat (42) yang sehari-hari biasa memulung sejak tahun 2000. Ia menyusuri jalan dari rumahnya di kawasan Jakabaring hingga ke Jalan Jendral Sudirman, sejak pagi sampai menjelang magrib.
"Saya biasa mencari barang bekas di pinggir jalan dan di kotak sampah, keliling-keliling jalan kaki, mulai dari plastik hingga kardus bekas semua saya ambil," kata Mamat saat diwawancarai di pinggir jalan di dekat ia memulung, Jumat (5/3/2021).
Biasanya ia memulung sendirian, tapi sesekali putrinya ingin ikut karena jenuh di rumah.
"Lebih sering sendirian, tapi kadang-kadang anak saya juga ikut, untuk hari ini kebetulan anak dan cucu saya ikut. Saya tahu situasi panas di jalanan mungkin mereka juga sudah terbiasa," jelasnya.
Baca juga: Harga Karet Hari Ini Turun Rp 247 Per Kg, Berikut 6 Faktor Penentu Harga Pasaran Karet
Baca juga: Tergiur Lowongan Kerja Fiktif Atas Namakan BUMN, Perempuan Muda di Palembang Rugi Rp 4,9 Juta
Ternyata Mamat berasal dari Pagaralam, ia merantau ke Palembang sejak umurnya masih belasan tahun.
Dulu ia pernah bekerja di bagian kebersihan di rumah makan kawasan 23 Ilir namun terpaksa berhenti, karena rumah makan tersebut rata dengan tanah akibat kebakaran.
"Karena saya merantau sendirian jadi susah cari kerja saat itu, sudah sering usaha cari kerja lain tapi memang belum dapat, jadi saya putuskan untuk cari barang bekas yang penting halal, sampai akhirnya saya menikah dengan istri saya Suminah (40)," ujarnya.
Mamat dan istrinya tinggal di sebuah kontrakan sederhana yang mereka bayar Rp 450 ribu per bulan.
Ternyata istri mamat juga seorang pemulung tapi di sekeliling kontrakan saja di kawasan Jakabaring.
"Biasanya barang bekas itu saya kumpulkan lebih dulu, setelah satu minggu baru saya jual, rutin saya jual hari senin. Biasanya dapat uang Rp 300 ribu perminggu tapi itu tidak tentu pernah juga cuma dapat Rp 150 ribu itu digabung dengan hasil dari istri saya juga ," tutur Mamat.
Dikatakan Mamat, ia bersyukur bahwa saat ia sedang mencari barang bekas di jalanan tidak pernah ada gangguan dari orang-orang yang tidak dikenal.
Beruntung, sesekali ada juga para pengendara mobil ataupun sepeda motor yang melintas menghampiri dirinya untuk memberikan bantuan.
"Alhamdulilah, terkadang ada yang memberi kami sembako, ada juga yang memberi uang kisaran Rp 10 ribu tapi itu jarang," tutup dia. (edo pramadi)