Kisah Dinda Lahirkan Anak ke-3 di Becak Saat Hujan Deras, Bayi Kedinginan Pinjam Selimut Warga
Warga Kelurahan 7 Ulu Palembang yang menikah muda di usia 13 tahun ini melahirkan anak ketiganya di dalam becak pada 25 Januari 2021
Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Usianya masih muda, Dinda (18 tahun), sudah memiliki tiga anak.
Ibu muda di Palembang ini punya cerita sangat berkesan tentang kelahiran anak ketiganya ini.
Warga Kelurahan 7 Ulu Palembang yang menikah muda di usia 13 tahun ini melahirkan anak ketiganya di dalam becak pada 25 Januari 2021.
"Saya lahiran anak ke tiga ini di atas becak," kata Dinda saat dibincangi Tribun Sumsel di rumahnya yang ada di 7 Ulu, Rabu (27/1/2021).
Proses melahirkan ini bermula saat Dinda merasakan perutnya sakit saat sedang mencuci.
Dengan cepat Dinda langsung meminta bantuan keluarganya untuk dibawa ke bidan.
Kemudian keluarga Dinda yang bernama Puput turut membantu Dinda.
Saat itu kondisi Dinda sudah mengeluarkan darah, terlihat masu segera melahirkan. Sebelum membawa Dinda ke bidan, Puput berkoordinasi terlebih dahulu dengan RT setempat.
"Saya koordinasi dengan buk RT dan dikorodinasikan ke Kader Posyandu yaitu Neliyani," katanya.
Puput menceritakan, setelah didiskusikan bersama akhirnya diputuskan dibawa ke Klinik dr Vita Altamira.
"Untuk menuju ke klinik tersebut saya panggil becak dulu. Setelah dapat becak saya dan Dinda menuju ke Klinik dr Vita. Namun diperjalan ternyata kepala bayinya sudah keluar," ceritanya.
Lebih lanjut ia menceritakan, karena kepala bayi sudah keluar maka ia merasa deg-degan, ada rasa takut apalagi lagi hujan.
"Tapi melihat kepala bayi itu sudah di ujung saya beranikan diri saja untuk membantu proses lahiran Dinda di atas becak. Posisinya Dinda di atas becak saya dibawah. Alhamdulillah anaknya bisa lahir selamat di atas becak," ungkapnya.
Masih kata Puput, setelah anaknya Dinda lahir ia pun minta bantuan para tetangga sekitar.
Puput minta selimut untuk bayi, sebab posisi hujan dan bayinya kedinginan.
"Setelah lahir kami lanjutkan ke klinik. Dalam kondisi tali pusat bayi belum dipotong. Sesampainya di Klinik disambut para bidan yang ada di klinik tersebut," katanya.
Kemudian tali pusat dipotong, darah dan lainnya dibersihkan.
Lalu kondisi kesehatan ibu dan anak diperiksa. Alhamdulillah semua baik-baik saja.
"Hasilnya bagus, anak sehat dan Dindanya pun tak perlu dijahit. Abis lahiran diperiksa dan sehat-sehat semua malamnya pulang. Bayinya juga anteng nggak rewel," katanya.
Puput pun menambahkan, bahwa ini pertama kalinya ia membantu proses kelahiran.
Namun, meskipun begitu sedikit banyaknya ia tahu karena suka melihat dari instagram.
"Sebelumnya saya juga sempat lihat-lihat di instagram gimana proses melahirkan. Saya juga sudah punya anak, sedikit banyak ada tahu," katanya.
Sementara itu Neliyani, kader Posyandu menambahkan, bahwa tadinya disarankan untuk ke RS Bari.
Namun melihat kondisi yang tidak memungkinkan untuk dibawa ke rumah sakit maka lebih baik ke klinik terdekat.
"Memang Dinda ini jatuhnya pasien umum, apalagi kondisi keuangan tidak mencukupi. Namun kami memikirkan kondisinya dan anaknya, jadi kami berfikir mintak bantuan Rotary Club Palembang. Alhamdulillah dari Rotary sudah memberikan bantuan untuk biaya persalinan," katanya.
Masih Anak-anak Jadi Ibu
Sebelumnya, awal Januari lalu, Tribunsumsel memberitakan secara ekslusif kisah tiga perempuan di Sumsel yang menikah muda saat bahkan masih terkategori anak-anak.
Usia masih anak-anak mereka sudah harus memikul tanggungjawab menjadi istri dan menjadi ibu.
Ini Kisahnya.
Dinda, Melisa dan Amira merupakan warga di Kelurahan 7 Ulu yang menikah diusia muda. Bahkan bisa dibilang masih anak-anak, seperti Dinda yang menikah ketika baru berusia 13 tahun dan diusia 18 tahun ini ia hamil anak ketiga.
Sebenarnya tidak hanya tiga anak muda ini saja yang menikah diusia muda. Melainkan cukup banyak. Namun sayangnya mereka tidak mengetahui bahwa pernikahan diusia mudah tentu banyak risiko yang harus dihadapi. Selain psikologi yang belum matang, juga disinyalir menjadi pemicu terjadinya anak-anak yang kurang gizi (stunting).
Untuk melihat kondisi Dinda, Melisa dan Amira Tribun Sumsel mendatangi satu persatu rumah masing-masing. Diantara mereka kondisi Dinda yang paling memprihatinkan, bagaiman tidak dengan tubuh mungilnya dan usia kandungan 7 bulan membuatnya harus hati-hati dalam melangkah.
"Kondisi kandungan saya saat ini 7 bulan, dan saya hamil anak ketiga. Saat hamil ini saya merasa sering sakit-sakitan, terutama pada bagian perut," kata Dinda sambil mengelus-elus rambut Lili yang merupakan anak pertamanya.
Dinda menceritakan, bahwa anak pertamanya sudah berusia 3 tahunan dan usia anak keduanya kisaran satu setengah tahun. Anak pertamanya ikut Dinda dan suaminya, sedangkan anak keduanya diasuh oleh keluarganya.
Dinda tinggal di rumah panggung dengan kondisi yang cukup memprihatinkan. Bagaimana tidak di rumahnya tersebut tidak ada kompor, maupun gas untuk memasak. Bahkan kursi tempat dudukpun tidak ada. Di rumah panggung tersebut hanya ada tempat tidur dan dua lemari.
"Suami saya bekerja sebagai buruh dengan penghasilan tidak menentu. Sedangkan saya tidak bekerja. Untuk makan biasanya kami beli yang siap dimakan," kata Dinda dengan suara yang lembut.
Dengan kondisi ekonomi yang serba kekurangan tersebut tentunya asupan makanan sehari-hari sangat kurang dari kata bergizi. Apalagi wanita hamil seharusnya butuh asupan gizi yang cukup. Menurut Dinda biasanya ia hanya makan nasi dan sayur tanpa lauk.
"Alhamdulillah sejak adanya bantuan dari Rotary dan Forum Kader Posyandu Indonesia (FKPI) Sumatera Selatan (Sumsel) berupa makanan setiap harinya saya jadi bisa makan makanan yang bergizi," kata Dinda sembari tersenyum.
Kalau sebelumnya Dinda hanya makan nasi dengan sayur, kini Dinda makan nasi, sayur dan lauk. Terkadang lauknya ikan, ayam, daging dan lain-lain. Bahkan juga diberikan asupan susu dan camilan serta buah.
Dinda sangat minim pengetahuan, sebab ia tak menyelesaikan sekolah dasarnya. Bahkan ia tidak bisa membaca. Untuk itu ketika ditanya apakah tahu risiko menikah diusia mudah, ia pun mengatakan tak mengetahui. Bahkan awalnya sebelum diberikan edukasi dari Puskesmas 7 Ulu, ia tak mengetahui bahwa hamil diusia muda berisiko anaknya stunting.
"Saya tidak suka ke Puskesmas. Untuk itu saat hamil saya tidak ke Puskesmas. Selama hamil anak ketiga ini saya baru sekali ke Puskesmas, kata dokternya sih tidak ada masalah dengan kandungan saya," katanya.
Tak hanya Dinda yang tak suka ke Puskesmas untuk periksa kehamilan. Lili anaknya Dinda pun tidak ia bawa ke Puskesmas untuk imunisasi maupun pemeriksa rutin tumbuh kembang.
"Anak saya kalau dibawa ke Puskesmas takut, makanya saya tidak bawa ke Puskesmas. Jadi saya tidak tahu diusianya yang sudah tiga tahun ini berapa tinggi dan berat badannya," cetusnya.
Sementara itu Melisa yang kini sudah berusia 20 tahun juga sedang hamil anak ketiga. Melisa menikah diusia 16 tahun dan kini sudah memiliki dua orang putra.
Meski Cemas Dijalani Saja
Kondisi Melisa tak jauh berbeda dengan Dinda. Melisa juga memiliki postur tubuh kecil, dengan perutnya yang dalam kondisi hamil 7 bulan. Melisa juga tinggal di rumah berbentuk panggung.
"Saya hamil anak ketiga dengan usia kandungan 7 bulan. Sebelumnya saya sudah periksa ke Puskesmas bahwa kandungan saya baik-baik saja," kata Melisa sambil bermain dengan kedua anaknya.
Melisa pun mengatakan, bahwa kondisi kehamilannya tidak ada masalah. Namun untuk asupan makanan ia terkadang susah makan, terkadang makan sayur, terkadang tidak suka.
"Namun saya bersyukur ada bantuan dari Rotary yang bekerjasama dengan FKPI serta Kelurahan 7 Ulu memberikan asupan makanan setiap harinya untuk saya. Sehingga kebutuhan gizi saya tercukupi," ungkapnya.
Ketika ditanya apakah tahu tentang stunting, ia mengatakan tahu. Melisa tahu akan bahayanya stunting, perasaan cemas akan stunting tentu ada.
"Rasa cemas pasti ada, cuma ya dijalani saja. Anak-anak kan masih masa pertumbuhan, semoga nanti tumbuh kembangnya akan berkembang dengan baik," kata Melisa yang juga sebagai ibu rumah tangga.
Menurut Melisa, sebelum adanya Covid-19 ia rajin membawa anak-anaknya ke Puskesmas untuk diimunisasi dan diperiksa tumbuh kembangnya.
Sejauh ini tidak ada masalah dengan kondisi anak-anaknya.
Sedangkan Amira warga 7 Ulu yang menikah diusia 15 tahun mengatakan, bahwa ia menikah usia ramaja dikarenakan pesan dari mendiang ibunya yang menginginkan ia segera menikah.
"Sebelum meninggal ibu bilang menikahlah, supaya ada yang menjaganya. Akhirnya Amira pun menikah diusia 15 tahun dan kini sedang hamil 7 bulan," katanya.
Amira yang masih terlihat muda mengatakan, bahwa ia tak mengetahui apa akibatnya jika menikah muda. Sejauh ini kehidupannya bersma suami baik-baik saja. Apalagi mendengar kata stunting ia juga belum tahu.
"Di keluarga saya hanya saya yang menikah muda. Jadi saya juga banyak bertanya-tanya ke kakak-kakak saya. Alhamdulillah di usia kandungan 7 bulan, sudah periksa kedokter anak saya sehat-sehat saja," katanya.
Sedangkan Lurah 7 Ulu Palembang Herryanto mengatakan, bahwa warga di 7 Ulu ini kebanyakan tidak mampu. Kalau dipresentasikan 60 persennya miskin dan 40 persennya menengah ke atas.
"Jumlah penduduk di Kelurahan 7 Ulu ini ada 17.234 dan untuk KK nya ada 4.486. Mata pencaharian warga di sini kebanyakan buruh, pedagang dan lain-lain. Kalau yang sudah mampu biasanya pada pindah dari sini," katanya.
Terpantau di lapangan di Kelurahan 7 Ulu memang terlihat padat penduduk dan kebanyakan rumahnya rumah panggung yang terbuat dari kayu.
Terkait ada warga di 7 Ulu yang masih muda namun sudah menikah menurut Herry, edukasi kepada warga yang akan menikah tentu sudah lakukan. Apalagi peraturan pemerintah syarat menikah di umur 19 tahun ke atas.
Jadi kalau umurnya 19 tahun ke bawah tentu tidak akan berikan surat rekomendasinya. Untuk itu yang menikah dibawah usia 19 tahun ini kebanyakan menikah dibawah tangan.
"Meskipun begitu kita tetap memberikan perhatian kepada mereka. Seperti saat ini bekerjasama dengan Puskemas, FKPI Sumsel dan Rotary ada bantuan untuk ibu-ibu hamil dan anak-anak yang kurang mampu," katanya.
Menurutnya, memang di 7 Ulu ini tingkat kemiskinannya cukup tinggi, ditambah lagi adanya pandemi Covid-19 sehingga mencari nafkah semakin sulit.