Kebiasaan Ngupil Disebut Bisa Tingkatkan Resiko Tertular Varian Baru Covid-19, Begini Penjelasannya

Kebiasaan Ngupil Disebut Bisa Tingkatkan Resiko Tertular Varian Baru Covid-19, Begini Penjelasannya

Editor: Slamet Teguh
Infection Control Today
Ilustrasi Ngupil 

TRIBUNSUMSEL.COM - Belum selesai dengan penangan virus corona yang ada di dunia.

Sudah muncul kembali varian baru virus corona.

Varian Covid-19 baru menyerang separuh wilayah Eropa

Sejak hari Rabu (6/1/2021), hampir separuh negara Eropa telah mencatat kasus baru.

Laporan mencatat 150 dari 100.000 orang terinfeksi varian baru.

WHO mengatakan lebih dari 230 juta orang di Eropa saat ini terpaksa hidup di bawah lockdown total berskala nasional. WHO berharap akan ada lebih banyak negara yang menerapkan lockdown nasional.

Menurut penghitungan Universitas Johns Hopkins, jumlah infeksi tertinggi tercatat di Rusia (3,2 juta), Inggris (2,8 juta), Prancis (2,7 juta) dan Italia (2,2 juta). Sementara jumlah kematian tertinggi dicatat oleh nggris (78.000), Italia (77.000), Prancis (66.000) dan Rusia (59.000).

***

Varian baru virus corona yang sangat menular terdeteksi di 41 negara

Varian baru virus corona yang sangat menular, yang pertama kali terdeteksi di Inggris, kini telah menyebar ke 41 negara, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan.

"Pada 5 Januari 2021, varian VOC-202012/01 yang awalnya terdeteksi di Inggris telah terdeteksi dalam sejumlah kecil kasus di 40 negara," kata WHO dalam Pembaruan Epidemiologi Mingguan Covid-19.

"Dan, varian 501Y.V2 yang awalnya terdeteksi di Afrika Selatan telah terdeteksi di enam negara," ujar badan di bawah Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) itu, seperti dikutip TASS. 

Menurut WHO, epidemiologi awal, pemodelan, temuan filogenetik dan klinis menunjukkan, varian VOC 202012/01 meningkatkan penularan.

Tapi, data awal juga menunjukkan, tidak ada perubahan dalam tingkat keparahan penyakit atau infeksi ulang.

"Otoritas di kedua negara sedang melakukan penyelidikan epidemiologi dan virologi lebih lanjut untuk menilai lebih lanjut penularan, keparahan, risiko infeksi ulang, dan respons antibodi terhadap varian baru ini, serta potensi berdampak pada tindakan penanggulangan, termasuk diagnostik, terapeutik, dan vaksin," imbuh WHO.

Wujud virus corona baru

Pada 14 Desember lalu, Menteri Kesehatan Inggris Matt Hancock mengungkapkan, para ilmuwan telah mengidentifikasi jenis baru virus corona yang menjadi penyebab lonjakan kasus di Tenggara Inggris. 

Menurut Hancock, analisis awal menunjukkan, varian anyar virus corona tersebyr menyebar lebih cepat. 

Perdana Menteri Inggris Boris Johnson menyebutkan dalam konferensi pers 19 Desember, jenis baru virus corona 70% lebih menular.

Tapi, para ahli belum menemukan bukti bahwa mutasi virus itu memiliki risiko yang lebih besar.

Sedang otoritas Afrika Selatan pada 21 Desember mengatakan, penyebab gelombang kedua pandemi di Afrika Selatan adalah virus corona yang bermutasi.

Varian baru virus corona itu terdeteksi di Kota Nelson Mandela Bay, Provinsi Eastern Cape.

Ilmuwan lokal mengatakan, strain anyar tersebut kebanyakan menyerang orang muda.

***

Varian Baru Virus Corona Kembali Landa Dunia, Jepang Umumkan Keadaan Darurat, Sedangkan China Lakukan Lockdown di Kota-kota Besar

Perdana Menteri Jepang Yoshihide Suga dalam pernyataan persnya yang dikutip dari Kontan.co.id, pada Kamis (7/1/2021), pukul 18.00 waktu Jepang atau pukul 16.00 WIB, memberlakukan kembali state of emergency atau keadaan darurat di sebagian wilayah Jepang, yaitu Tokyo, Kanagawa, Saitama dan Chiba, berlaku tanggal 8 Januari hingga 7 Februari 2021 akibat muncul varian baru kasus Covid-19 yang terus meningkat.

Duta Besar RI untuk Jepang, Heri Akhmadi dalam video pesan singkat melalui akun media sosial KBRI Tokyo meminta agar Warga Negara Indonesia (WNI) dapat mematuhi aturan Pemerintah Jepang dalam hal protokol kesehatan maupun kebijakan terkait lainnya, seperti aturan keluar-masuk Jepang.

Penetapan keadaan darurat ini mengimbau masyarakat untuk mengurangi kegiatan luar ruangan yang tidak esensial, kecuali commuting, belanja bahan pokok dan pergi ke fasilitas kesehatan.

Restoran juga diminta untuk tutup pada pukul 20.00 waktu Jepang.

Pemerintah akan memberikan subsidi JPY.60.000 per hari bagi yang mengikuti imbauan.

Perusahaan/tempat kerja diminta menerapkan work from home/remote working hingga 70% pekerjanya.

Tidak seperti state of emergency pertama di bulan April, kali ini pemerintah tidak meminta seluruh sekolah/universitas untuk tutup.

Berdasarkan data KBRI Tokyo, jumlah WNI di kawasan pemberlakuan keadaan darurat sebagai berikut: Tokyo (5.450 orang); Chiba (2.697 orang); Saitama (3.433 orang); dan Kanagawa (4.044 orang), adapun total WNI di Tokyo hingga akhir 2020 sejumlah 66.084 jiwa.

Secara umum di Jepang terdapat lonjakan kasus baru yang menunjukkan terjadinya pandemi gelombang ketiga.

Pada 7 Januari 2021, Tokyo mencatat rekor 2.447 kasus baru (40,7% dari kasus nasional).

Secara nasional Jepang mencatat 7.490 kasus, pertama kalinya kasus nasional di atas angka 7.000.

Adapun angka penyebaran Covid-19 di Jepang sebagai berikut: positif (266.924); meninggal (3.859 atau 1,44% dari total kasus); sembuh (210.451 atau 78,84% dari total kasus).

Dubes Heri juga mengingatkan WNI untuk terus mengenakan masker, rajin mencuci tangan, menjaga ventilasi ruangan dan menghindari kondisi 3Cs, yaitu closed spaces, crowded places, close conversation.

“Jika teman-teman dalam kondisi darurat segera hubungi hotline darurat KBRI Tokyo,” pesan Dubes Heri Akhmadi.

Jika terpaksa melakukan kegiatan bersama di dalam ruangan atau makan di restoran agar memperhatikan ”Five Keeps” atau “Lima Jaga” yaitu:

(1) Jaga jumlah orang yang makan bersama;

(2) Jaga lamanya waktu makan agar kurang dari 1 jam;

(3) Jaga suara dan tidak berisik;

(4) Jaga pemisahan makanan dan minuman;

(5) Jaga ventilasi dan kebersihan ruangan.

Adapun kontak darurat KBRI Tokyo adalah +818035068612, +818049407419 dan kontak darurat KJRI Osaka adalah +818031131003.

****

Kota di China Lakukan Lockdown

Sementara itu, Ibu kota dan kota terbesar di Provinsi Hebei, China, melarang orang pergi ke luar kota pada Kamis (7/1/2021) dalam upaya mengekang penyebaran virus corona baru.

Hebei menyumbang 51 dari 52 kasus lokal yang Komisi Kesehatan Nasional laporkan pada Kamis.

Dua kali lipat lebih dari 20 kasus di provinsi, yang mengelilingi Beijing, sehari sebelumnya.

Mengutip Channel News Asia, pihak berwenang di Shijiazhuang, rumah bagi 11 juta orang, telah meluncurkan pengujian massal dan melarang pertemuan untuk mengurangi penyebaran virus corona.

Selain melarang orang meninggalkan kota, orang dan kendaraan dari daerah-daerah di Shijiazhuang yang dianggap berisiko tinggi tidak diizinkan meninggalkan distrik mereka.

Mode Masa Perang

Warga mengenakan masker di Beijing
Hebei memasuki "mode masa perang" pada Selasa (5/1). Ini berarti, tim investigasi akan dibentuk di tingkat provinsi, kota, dan kabupaten untuk melacak kontak dekat dari mereka yang dinyatakan positif.

Televisi pemerintah China sebelumnya melaporkan, Shijiazhuang telah melarang penumpang turun di stasiun kereta utama. 

Kota itu sebelumnya meminta para penumpang untuk menunjukkan hasil tes asam nukleat Covid-19 negatif yang diambil dalam 72 jam sebelum naik kereta atau pesawat di Hebei.

Total kasus baru virus corona di China mencapai 63 termasuk kasus impor pada Kamis (7/1), melonjak hampir 2 kali lipat dari 32 infeksi sehari sebelumnya. Angka itu merupakan kenaikan terbesar dalam kasus harian sejak mencatat 127 infeksi pada 30 Juli lalu.

Alasan China belum izinkan tim WHO masuk ke Wuhan

Sebelumnya, pihak otoritas China mengatakan, masih bernegosiasi dengan Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengenai tanggal dan rencana perjalanan untuk kunjungan para ahli internasional yang menyelidiki asal-usul virus corona baru.

Pernyataan China itu keluar setelah Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus mengecam Beijing karena tidak memberikan izin untuk misi tersebut.

Posisi China dalam memburu asal-usul pandemi "selalu terbuka dan bertanggung jawab," kata juru bicara Kementerian Luar Negeri China Hua Chunying dalam jumpa pers Rabu (6/1), seperti dilansir Channel News Asia.

Dia menyebutkan, China memiliki kerjasama yang erat dengan WHO.

Tapi, “Masalah asal sangat kompleks. Untuk memastikan pekerjaan kelompok ahli global di China berhasil, kami perlu menjalankan prosedur yang diperlukan dan rencana konkret yang relevan. Saat ini, kedua belah pihak masih dalam negosiasi,” ungkap Hua.

“Saya mengerti, ini bukan hanya masalah visa dan tanggal serta rencana perjalanan yang sebenarnya. Kedua belah pihak masih menjalin komunikasi yang erat," imbuh dia.

Menurut Hua, pakar penyakit China saat ini sedang sibuk dengan beberapa kluster dan wabah skala kecil yang terjadi di negeri ginseng dalam beberapa minggu terakhir.

“Para ahli kami sepenuh hati berada dalam pertempuran menegangkan untuk mengendalikan epidemi,” ujarnya.

Tim ahli internasional rencananya mengunjungi Wuhan pada Januari, tempat pandemi pertama kali muncul setahun lalu.

Tedros mengungkapkan pada Selasa (5/1), anggota tim mulai berangkat dari negara asalnya selama 24 jam terakhir sebagai bagian dari kesepakatan antara WHO dan Pemerintah China.

"Hari ini, kami mengetahui pejabat China belum menyelesaikan izin yang diperlukan untuk kedatangan tim di China," kata Tedros dalam konferensi pers di Jenewa seperti dikutip Channel News Asia.

"Saya sangat kecewa dengan berita ini, mengingat dua anggota telah memulai perjalanan mereka dan yang lainnya tidak dapat melakukan perjalanan pada menit terakhir, tetapi telah melakukan kontak dengan pejabat senior Tiongkok," ujar dia.

(*)

Artikel ini telah tayang di tribun-medan.com dengan judul Varian Baru Virus Corona (Covid-19) Kembali Menyerang Dunia, Hentikan 3 Kebiasaan Buruk Ini

Sumber: Tribun Medan
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved