Pilkada PALI 2020

Hasil Pilkada PALI Berpotensi ke MK, Ini Penjelasan Pengamat dan Aturan Menurut KPU Sumsel

Perolehan suara sementara Dua Kandidat Pilkada PALI yakni DHDS dan HERO yang terpaut tipis berpeluang akan adanya gugatan ke Mahkamah Konstitusi.

TRIBUN SUMSEL/ARIEF BASUKI ROHEKAN
Gedung KPU Sumsel di kawasan Jakabaring Palembang. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG,--Perolehan suara hasil pemilihan kepala daerah (Pilkada) 9 Desember 2020 di Kabupaten Penukal Abab Lematang Ilir (PALI) terpaut tipis antara Devi Harianto - Darmadi Suhaimi (DHDS) dengan Heri Amalindo - Soemarjono (HERO).

Hal ini menjadikan hasil perolehan suara tersebut, berpeluang akan digugat pasangan calon yang ada ke Mahkamah Konstitusi (MK)

"Memang berdasarkan perhitungan sementara, dari hasil per Kecamatan memang selisihnya tipis, sehingga potensi untuk dibawa ke MK, dan ini hampir pasti. Kerena jika dihitung selisihnya dibawah 2 persen," kata pengamat politik dari Universitas Sriwijaya (Unsri) Dr Febrian, Kamis (14/12/2020).

Ahli hukum Unsri ini pun tak menampik, selisih perolehan suara paslon yang ada selama ini pun, terkadang marginnya diatas 2 persen, tetap diajukan paslon yang kalah. Sehingga, cara- cara tertentu akan dilakukan tim paslon untuk bisa meraih kemenangan.

"Artinya, akan keluar perhitungan yang dianggap betul oleh masing- masing pihak, dan tentu ramai menginhat hasil di Pilkada PALI sangat ketat," tuturnya.

Meski begitu, Dekan Fakultas Hukum Unsri ini semua pihak tetap harus menunggu hasil rekapitulasi suara dan menetapkan paslon pemenang yang dilakukan oleh KPU PALI secara resmi.

"Kalau sementara hitungan tidak resmi, tapi hitungan resmi nanti oleh KPU dan dilakukan penetapan pemenang dari Pilkada PALI," capnya.

Ditambahkan Febrian, meski nanti ada penetapan paslon pemenang oleh KPU, hal itu tidak serta aman dan melenggang mulus untuk dilantik, karena tetap saja ada wadah pihak- pihak yang menempuh jalur hukum yang resmi untuk menggugat hasil Pilkada itu.

"Jelas, semua masih berpeluang dan menunggu ketetapan KPU. Kalau masih posisi seperti sekarang dengan selisih enam ratusan suara itu, tetap potensi ke MK ada karena rasanya para pihak akan berupaya menguatkan dalil masing- masing," ungkapnya.

Beberapa upaya pihak untuk bisa membalikkan keadaan, bisa saja memanfaatkan surat suara yang ada, yang tidak jelas menjadi jelas.

"Termasuk juga suara bodong, suara yang tidak jelas jadi permainan angka nantinya. Dalil- dalil yang dibunyikan jika ada kecurangan," tandanya.

Ia pun mengingatkan pihak penyelenggara pemilu yang ada, baik KPU maupun Bawaslu untuk tetap melaksanakan tugasnya sesuai sumpah yang diambil sebagai penyelenggara pemilu, dan tetap bertugas secara profesional.

"Penyelenggara harus profesional sesuai asas pemilulah, jadi mereka dituntut lebihlah (profesional). Apalagi, dimasa sekarang transparansi semua orang bisa lihat, juga masing- masing paslon, karena kalau tidak, maka bisa berimbas ke etika atau DKPP. Kemudian, jika ada unsur pidananya bisa ke pidana pemilu arahnya, misal ada unsur Money Politik dan sebagainya," terang Febrian.

Dilanjutkan Febrian, untuk hasil pengamatannya di Pilkada lainnya, ia menilai hal itu akan sulit dikabulkan MK jika gugatan diajukan, mengingat selisih perolehan suara jaraknya cukup besar.

"Namun, kalau tetap diajukan ke MK akan tetap bisa, karena MK juga tidak bisa menolak meskipun secara hukum dipastikanlah itu akan ditolak. Tapi, bisa saja jadi potensi dianggap dengan dalil Terstruktur Sistimatis dan Masif, karena di MK hanya perselisihan perhitungan suara," tukasnya.

Halaman
12
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved