Berita Palembang

Bawaslu Sumsel Ungkap Potensi Politik Uang Jelang Pencoblosan, Paslon Bisa Didiskualifikasi

Jika ada perbuatan money politik yang masif dilakukan paslon di 50+1 daerahnya, maka bisa didiskualifikasi sebagai peserta Pilkada.

TRIBUN SUMSEL/ARIF BASUKI ROHEKAN
Anggota Bawaslu Sumsel A Junaidi. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) provinsi Sumsel mengungkapkan, potensi praktik money politic atau politik uang pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) serentak khususnya 7 Kabupaten di Sumsel, yang akan digelar pada tanggal 9 Desember 2020 mendatang diprediksi akan menguat.

Pasalnya, roda ekonomi masyarakat yang saat ini tengah terpuruk akibat pandemi Covid-19 membuat kemungkinan besar menyebabkan masyarakat akan menerima uang untuk menggadaikan suara mereka.

"Kekhawatiran itu, makin hari kita khawatir terjadinya money politik. Itu menjadi momok setiap penyelenggara pemilu yang ada, dan oang sudah tahu kalau tidak dikasih duit tidak memilih," kata anggota Bawaslu Sumsel A Junaidi, Kamis (12/11/2020).

Diterangkan Junaidi, dengan kondisi ekonomi masyarakat yang susah saat ini, ia tidak menampik bahwa potensi terjadinya praktik money politic akan semakin besar, dan jika berkaca dari agenda politik sebelumnya, potensi politik uang itu selalu dan dipastikan ada sebelumnya.

Diterangkan Koordinator Divisi Pengawasan dan Hubal Bawaslu Sumsel ini, pihaknya dalam hal ini melakukan pencegahan dengan cara selalu mengingatkan kepada semua pihak, baik peserta maupun pemilih untuk tidak melakukan hal yang dilarang dalam undang-undang.

"Jajaran akan melakukan pencegahan untuk tidak dilakukan money politik. Jika ada perbuatan money politik yang masif dilakukan paslon di 50+1 daerahnya, maka bisa didiskualifikasi sebagai peserta Pilkada nantinya jika terbukti," beber Junaidi.

Selain itu, ditambahkan Junaidi jajarannya juga akan segera mendeklarisikan gerakan anti money politic hingga tingkat bawah.

"Antisipasi, kami akan deklarasi gerakan anti money politik, dengan membentuk satgas dan patroli dalam waktu dekat. Tapi yang pasti kami kedepankan pencegahan dan edukasi ke masyarakat," tandasnya.

Junaidi pun menyatakan, sebenarnya Bawaslu sudah melakukan identifikasi atau pemetaan masalah dari semua tahapan. Dari tahapan pencalonan hingga pemungutan suara, kemudian rekapitulasi sudah kami lakukan pemetaan kerawanan.

Sekedar informasi di Sumsel sendiri terdapat 7 Kabupaten yang melaksanakan Pilkada serentak 2020, yaitu Musi Rawas (Mura), Musi Rawas Utara (Muratara), Ogan Ilir (OI), Penukal Abab Lematang Ilir (PALI), Ogan Komering Ulu (OKU), OKU Selatan dan OKU Timur.

Mayoritas calon petahana saat ini maju kembali untuk jabatan periode kedua.

Kecuali di Kabupaten OKU Timur petahananya tidak maju kembali, namun nuansanya tetap ada karena yang maju adalah anak Bupati saat ini menjabat Kholid Mawardi yaitu Yudha, berpasangan dengan adik kandung Gubernur Sumsel Herman Deru (Lanosin), berhadapan dengan adik ipar Herman Deru juga yaitu Ruslan Taimi- Dr Herly.

Pragmatisme Kandidat 

Sebelumnya pada Juli 2020 lalu, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) mengingatkan kepada masyarakat, untuk lebih waspada terhadap praktik politik uang jelang Pilkada 2020, khususnya daerah yang melaksanakan Pilkada 2020.

Titi Anggraini yang saat ini masih menjabat Direktur Eksekutif Perludem menuturkan saat melemahnya kondisi ekonomi masyarakat, akibat pandemi Covid-19, politik uang menjadi praktik yang lebih rawan terjadi.

Dewan Pembina Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (Perludem), Titi Anggraini.
Dewan Pembina Perkumpulan untuk pemilu dan demokrasi (Perludem), Titi Anggraini. (Dokumentasi Tribun Sumsel.)

"Sejak awal saya memprediksi politik uang atau money politik akan masif, dan ini perlu diperhatikan," kata Titi Anggraini, Selasa (7/7/2020).

Menurut wanita asal Sumsel ini, masifnya politik uang itu indikasinya ada beberapa hal yang dilakukan para petahana.

"Sejak awal sudah ada kepala daerah mempolitisasi bansos (bantuan sosial). Lalu survei SMRC dan Indikator yang menyebut mayoritas bansos salah sasaran," jelasnya.

Kemudian dikatakan Titi, data yang menunjukkan ekonomi warga terdampak dan terpuruk karena pandemi, sangat riskan dimanfaatkan orang untuk melakukan money politik.

"Kondisi obyektif sulitnya ekonomi warga yang bila bertemu dengan sikap pragmatisme kandidiat, maka sangat membuka lebar celah parktik politik uang," jelasnya.

Selain itu, kinerja pengawas pemilu yang terbatas menjadikan pengawasan terjadinya pelanggaran maupun politik uang lebih leluasa terjadi.

"Apalagi ruang gerak pengawasan kan terbatas, akibat adanya kondisi pandemi yang membuat mobilitas warga dan pengawas menjadi lebih terbatas. Ruang-ruang sunyi warga yang ekonominya terpuruk, akan sangat rentan dimanipulasi oleh kandidiat yang pragmatis," tandasnya.

Akhirnya yang sangat mengkhawatirkan, baik dari sisi ancaman terhadap kualitas pilkada dan mutu demokrasi lokal yang ada, dengan menghasilkan pemimpin yang tidak berkualitas.

Ikuti Kami di Google

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved