Masyarakat Tak Berpengalaman Hadapi Ancaman Krisis Bersumber Pandemi, Pemda Harus Berkolaborasi
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV juga akan negatif. Dengan kondisi ini, tidak menutup untuk terjadinya resesi ekonomi
Penulis: Melisa Wulandari | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati merevisi proyeksi pertumbuhan ekonomi di kuartal III-2020 akan mengalami kontraksi minus 2,9 persen hingga minus 1,1 persen.
Secara keseluruhan, pertumbuhan ekonomi akhir tahun diperkirakan berada pada kisaran minus 1,7 persen hingga minus 0,6 persen.
Menurut Sri Mulyani, pertumbuhan ekonomi kuartal III dan IV juga akan negatif. Dengan kondisi ini, tidak menutup untuk terjadinya resesi ekonomi di Indonesia.
Terkait hal ini, Ahli dan Pengamat Kebijakan Publik dari Universitas Sriwijaya Dr MH Thamrin MSi merespon dalam perspektif administrasi dan kebijakan publik, bahwa hal yang harus segera perlu dilakukan oleh pemerintah adalah upaya menahan laju penurunan agar tidak semakin dalam.
"Ini dapat dilakukan dengan memberikan dukungan iklim usaha yang kondusif agar dunia usaha tetap dapat bertahan termasuk pemberian insentif. Pilihan dukungan pada sektor UMKM dan padat karya dapat menjadi salah satu prioritas kebijakan," ujarnya, Rabu (23/9/2020).
Jaring pengaman sosial juga perlu menjadi prioritas karena ini bukan saja persoalan ekonomi tetapi juga menjadi salah satu fungsi dasar pemerintah yakni menyediakan infrastruktur ekonomi, menyediakan berbagai barang dan jasa kolektif (publik), memelihara kompetisi.
"Menyediakan akses minimum warganya untuk barang, jasa ekonomi dan stabilisasi ekonomi. Secara umum tentu saja kebijakannya harus komprehensif dan dari perspektif kebijakan publik kebijakan tersebut juga harus dapat terimplementasi dengan baik. Jadi bukan sekedar retorika belaka," jelalasnya.
Mengingat seriusnya ancaman krisis yang potensial yang harus dihadapi oleh Indonesia hari ini ke depan berkenaan dengan pandemi ini, tampaknya pemerintah daerah harus mampu membangun kolaborasi dengan berbagai pihak seperti pelaku usaha.
"Perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil. Kenapa demikian, potensi krisis ini relatif sulit diprediksi dan dikendalikan dengan cara-cara biasa dan harus dilakukan melalui berbagai pembatasan untuk alasan kesehatan," katanya.
Dengan kata lain, karena relatif masyarakat tidak terlalu berpengalaman dalam menghadapi ancaman krisis yang bersumber dari pandemi yang sampai saat ini juga relatif belum dapat terkendali dengan baik, maka diperlukan upaya bersama.
Untuk itu pemerintah harus bersedia membuka diri dan menfasilitasi upaya-upaya kolaboratif.
Selain kolaborasi dengan pelaku usaha, perguruan tinggi dan organisasi masyarakat sipil, koordinasi antar pemerintah (daerah) juga harus dilakukan secara lebih intensif dan terintegrasi.
"Kolaborasi pertama dengan stakeholder, misalnya untuk sub sektor retail pemerintah mampu membangun kolaborasi dengan asosiasi retailer dan perguruan tinggi serta pihak terkait lainya," katanya.
Mulai dari menganalisis persoalan yang dihadapi para retailer, merumuskan alternatif kebijakan dan menyusun langkah-langkah bersama apa yang perlu dilakukan masing-masing pihak untuk membangun iklim usaha yang sehat, melindungi pelaku usaha, pemberian insentif ataupun kemudahan yang diperlukan oleh para pelaku dan sebagainya.
Sementara itu melansir Forbes, (15/7/2020), resesi adalah penurunan signifikan dalam kegiatan ekonomi yang berlangsung selama berbulan-bulan atau bahkan bertahun-tahun.
Selama resesi, ekonomi berjuang, orang kehilangan pekerjaan, perusahaan membuat lebih sedikit penjualan dan output ekonomi negara secara keseluruhan menurun.