Jatuh Hati pada DME, Primadona Energi Bagi Masyarakat

Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengembangkan gasifikasi batubara atau dimethyl ether (DME) sebagai pengganti Liquified

Tribunsumsel
Supomo yang mendapat bagian dalam uji terap DME ini mendapatkan paket kompor beserta tabung gas mengakui saat mencoba hasil dari pembakaran sempurna 

TRIBUNSUMSEL.COM - Pemerintah melalui Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral mengembangkan gasifikasi batubara atau dimethyl ether (DME) sebagai pengganti Liquified Petroleum Gas (LPG) untuk memenuhi kebutuhan energi masyarakat.

Uji terap juga sudah dilakukan kepada masyarakat, untuk lokasi di Sumatera Selatan ada beberapa titik lokasi.

Diantaranya di Kelurahan 13 dan 14 Ilir, Kecamatan Ilir Timur 1, Kota Palembang sebanyak 73 konsumen.

Kemudian di Kelurahan Air Lintang sebanyak 47 konsumen dan Desa Tegal Rejo Kabupaten Muara Enim sebanyak 39 konsumen.

Hasilnya, masyarakat merasa puas dengan apa yang dihasilkan bahan bakar dimethyl ether (DME) tersebut.

Supomo yang mendapat bagian dalam uji terap DME ini mendapatkan paket kompor beserta tabung gas mengakui saat mencoba hasil dari pembakaran sempurna.

Supomo langsung memperlihatkan nyala api pada kompor DME, dengan semangat ia memutar knop.

"Apinya biru, hasil masakan juga matang sempurna," ungkap Supomo saat ditemui belum lama ini.

Kompor yang diberikan oleh Kementerian ESDM ini asli buatan Indonesia. Ia mendapatkan Kompor DME Quantum dengan seri QGC-101R.

Selain itu, untuk tabung DME berwarna kuning mirip bola tenis ini lebih besar dari tabung Elpiji 3 kilogram yaitu memiliki isi 5,5 kilogram.

Menurutnya, pembagian tabung dan kompor ini diterimanya pada Januari 2020 lalu.

"Selama uji coba setiap hari ada petugas dari ESDM yang datang ke rumah menanyakan bagaimana hasil pemakaian, kalau kata saya DME ini lebih bagus dari LPG 3 kg," ungkapnya.

Bahkan, untuk satu tabung ia bisa menggunakan nyaris selama satu bulan meski setiap hari memasak.

"Gas DME benar-benar irit," tegas pria yang menjabat sebagai Ketua RT 3 RW 3 Kelurahan 13 Ilir.

Menurutnya, DME akan menjadi pilihan primadona bagi masyarakat di sektor bahan bakar rumah tangga.

“Kalau untuk masyarakat menengah DME sangat cocok untuk kebutuhan energi masyarakat, ” kata dia.

Sama juga dikatakan oleh Asmawati, warga RT 1 RW 3 ini mendapatkan bagian khusus pelaku usaha atau UMKM. Tabung yang diberikan isi gasnya berukuran 7 kilogram.

Keseharian Asmawati juga membuka rumah makan persisnya berada di samping kantor Kelurahan 13 Ilir.

"Apinya biru sekali, sangat irit ketimbang yang LPG 3 kilogram," kata dia.

Ia pun berharap pemerintah bisa secepatnya mendistribusikan DME terutama bagi pelaku UMKM di Palembang.

"Kadang kita mencari tabung gas 3 kilogram sangat susah, apalagi banyak orang mampu yang memakainya, jadi usaha kuliner ini sangat penting dengan kehadiran bahan bakarnya, kalau disuruh pilih tentu saya pilih DME," ujarnya.

DME menjadi alternatif pengganti elpiji yang dari tahun ke tahun cukup tinggi impornya. DME ini sendiri bisa dibilang sebagai energi baru untuk kebutuhan masyarakat.

Kepala Bidang Energi pada Dinas ESDM Sumsel, Dr Aryansyah MT mengungkapkan, DME menjadi pengganti elpiji untuk kebutuhan masyarakat.

Diyakini juga DME akan menjadi pilihan primadona masyarakat sebagai pengganti LPG 3 kilogram.

DME menjadi primadona karena bisa mengurangi emisi karbon dan meningkatkan efek keuntungan besar bagi produksi batu bara muda.

"Dalam proses DME dengan hitungan 5 juta ton bisa dikonversi menjadi 2,5 juta jadi DME. Artinya sudah bisa memasok bahan bakar rumah tangga serta mengurangi impor," katanya.

Selain menekan impor, DME ini solusi untuk meningkatkan nilai jual atau hilirisasi batu bara yang lebih berefek ke masyarakat.

Balitbang ESDM sendiri sudah menguji coba ke 155 kepala keluarga, dan hasilnya memuaskan.

"Tinggal nanti tahapan selanjutnya untuk melakukan distribusi secara massal," ungkap dia.

DME ini sendiri akan diproses produksinya oleh PTBA bersama Pertamina.

Untuk harga DME hampir dipastikan akan lebih murah dari elpiji, selain masyarakat targetnya juga untuk memenuhi kebutuhan industri seperti pupuk dan lain-lain.

"Kalau lebih mahal tidak mungkin, masyarakat pasti beli yang lebih murah, wacana ini berkembang karena harga dari proses batu bara ke gas lebih murah," katanya.

Selain pertimbangan ekonomis, hilirisasi juga dilakukan untuk mengatasi impor dan meminimalisir penggunaan bahan bakar lainnya terutama untuk kebutuhan rumah tangga.

"Kebutuhan masyarakat terpenuhi di bidang energi, tidak ada lagi kelangkaan elpiji dan BBM, DME ini termasuk energi baru, secara harfiah bahannya sudah ada tapi bisa dimanfaatkan menjadi sesuatu yang baru," terangnya.

Sekarang ini DME difokuskan menjadi subtitusi elpiji 3 kilogram.

Sedangkan untuk kebutuhan DME ini sekitar 5,2 juta ton yang akan menghasilkan 2,5 juta ton DME yang siap disuplai ke masyarakat.

Hadirnya DME ini menambah kebutuhan energi bagi masyarakat. Seperti diketahui masyarakat perkotaan sudah memakai jaringan gas rumah tangga.

"Untuk di kota memakai jaringan gas, nah untuk UMKM tidak mungkin memakai jargas sehingga DME sangat dibutuhkan. Kemudian masyarakat di perdesaan akan terbantu, tidak memakai solar lagi, jadi tidak akan bersinggungan dengan jaringan gas," terangnya.

Pemprov Sumsel mendukung langkah pemerintah dalam mengembangkan DME, selain itu diharapkan DME bisa didistribusikan ke kabupaten di Sumsel.

"Direncanakan 2022 diproduksi dan didistribusikan ke masyarakat. DME termasuk green energi," terangnya.

Energi Untuk Indonesia

Sekretaris Perusahaan PT Bukit Asam Tbk Apollonius Andwie menyatakan, sampai saat ini PTBA terus berkomitmen mengembangkan DME dalam bagian upaya hilirisasi batu bara.

"Indonesia adalah negara yang memiliki batu bara berlimpah dan menjadi salah satu eksportir terbesar di kawasan Asia," katanya.

Jika mengacu pada data Kementerian ESDM, cadangan batu bara Republik Indonesia per Desember 2019 mencapai 37,6 miliar ton.

"Mayoritas batu bara yang ditemukan di dalam negeri merupakan batu bara dengan nilai kalori rendah (< 4200 kcal/kg GAR) dan kalori sedang (< 6000 kcal/kg GAR)," katanya.

Batu bara dengan nilai kalori rendah ini dapat digunakan untuk pembuatan Dimethyl Ether (DME) melalui proses yang disebut gasifikasi.

"Upaya gasifikasi ini ke depannya juga bisa digunakan untuk menekan angka impor LPG. DME memiliki kemiripan sifat dengan LPG tapi dengan sejumlah keunggulan, misalnya proses pembakaran yg lebih baik sehingga lebih efisien," ungkapnya.

Proyek gasifikasi batu bara ini akan dibangun di Tanjung Enim. Rencananya, pabrik perusahaan patungan ini akan bergerak dalam bidang bisnis pengolahan batu bara dan produk turunannya.

Kapasitas produksi perusahaan patungan itu sebesar 1,4 juta ton DME per tahun dengan kebutuhan 9,2 juta ton per tahun.

Melalui teknologi gasifikasi, batu bara akan diubah menjadi sin gas yang kemudian akan diproses kembali menjadi produk akhir.

"DME ini dihasilkan energi untuk Indonesia," ungkapnya.

Kepala Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) ESDM Dadan Kusdiana mengatakan, karakteristik DME memiliki kesamaan baik sifat kimia maupun fisika dengan LPG.

DME dapat menggunakan infrastruktur LPG yang ada sekarang, seperti tabung, storage dan handling eksisting.

"Campuran DME sebesar 20 persen dan LPG 80 persen dapat digunakan kompor gas eksisting," ungkap Dadan dikutip dari siaran pers Kementerian ESDM.

Pengembangan DME diarahkan terutama sebagai subtitusi penggunaan LPG yang di awal dulu digunakan untuk mensubtitusi minyak tanah.

"75 persen penggunaan LPG di dalam negeri itu berasal dari impor," ujarnya.

Kelebihan lain adalah DME bisa diproduksi dari berbagai sumber energi, saat ini, batu bara kalori rendah dinilai sebagai bahan baku yang paling ideal untuk pengembangan DME.

Untuk diketahui DME memiliki kandungan panas (calorific value) sebesar 7.749 Kcal/Kg, sementara kandungan panas LPG senilai 12.076 Kcal/Kg.

Kendati begitu, DME memiliki massa jenis yang lebih tinggi sehingga kalau dalam perbandingan kalori antara DME dengan LPG sekitar 1 berbanding 1,6.

Pemilihan DME untuk subtitusi sumber energi juga mempertimbangkan dampak lingkungan.

DME dinilai mudah terurai di udara sehingga tidak merusak ozon dan meminimalisir gas rumah kaca hingga 20 persen.

"Kalau LPG per tahun menghasilkan emisi 930 kg CO2, nanti dengan DME hitungannya akan berkurang menjadi 745 kg CO2. Ini nilai-nilai yang sangat baik sejalan dengan upaya-upaya global menekan emisi gas rumah kaca," kata Dadan.

Kualitas nyala api yang dihasilkan DME lebih biru dan stabil.

DME merupakan senyawa eter paling sederhana mengandung oksigen berwujud gas sehingga proses pembakarannya berlangsung lebih cepat dibandingkan LPG.

Hasil uji terap menunjukkan mudah dalam menyalakan kompor, stabilitas nyala api normal, mudah dalam pengendalian nyala api, warna nyala api biru dan waktu memasak lebih lama dibandingkan LPG.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved