Berita Palembang

Tidak Sembarangan, Ini Aturan Membuat Polisi Tidur, Jenis Jalan, dan Ketinggiannya

Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan

Editor: Wawan Perdana
instagram @febriansyahputra24
Seorang pengguna akun medsos membagikan video pengendara motor wanita mengalami kecelakaan tunggal saat melewati polisi tidur di Jalan Kirangga Wira Santika Palembang. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Pembuatan polisi tidur (pembatas kecepatan) di Jalan Kirangga Wirasantika, Kelurahan 30 Ilir, Kecamatan Ilir Barat (IB) II, Kota Palembang, menuai polemik.

Sejumlah pengendara yang melintas terjatuh dari kendaraannya.

Pengamat Transportasi Sumsel, Sayidina Ali, mengatakan, pemasangan alat pembatas kecepatan tidak boleh sembarang dan harus sesuai dengan ketentuan serta jelas peruntukannya.

"Artinya alat pembatas kecepatan di Jl Kirangga Wirasantika yang dipasang itu menyalahi aturan. Tidak mesti harus pakai itu. Bisa dengan rambu agar masyarakat mengurangi kecepatan," katanya, Minggu (23/8/2020).

Dia menjelaskan, alat pembatas kecepatan atau kerap disebut polisi tidur adalah kelengkapan tambahan pada jalan yang memiliki fungsi untuk membuat pengemudi kendaraan bermotor mengurangi kecepatan kendaraannya.

Ketentuan ini tertuang dalam Keputusan Menteri Perhubungan Nomor 3 Tahun 1994 tentang Alat pengendali dan pengaman pemakai jalan.

Polisi tidur ini dikhususkan untuk area parkir, jalan privat, dan jalan di lingkungan terbatas dengan kecepatan laju di bawah 10 kilometer per jam.

Untuk ketinggiannya pun tidak boleh melebihi 120 mm dengan lebar bagian atas minimal 150 mm, serta sudut kemiringan atau kelandaian sebesar 15 persen.

Agar dapat diketahui dengan jelas, polisi tidur juga harus diwarnai dengan kombinasi warna hitam dan kuning atau putih.

Untuk warna hitam di cat selebar 30 cm dan warna kombinasinya di cat warna 20 cm dengan sudut kemiringan pewarnaan ke kanan sebesar 30 – 45 derajat.

Apabila ada masyarakat yang kecelakaan akibat alat pembatas kecepatan yang dipasang tak sesuai ketentuan maka pihak yang memasanglah yang harus bertanggung jawab.

"Tidak semua orang boleh memasang rambu-rambu lalu lintas. Ada pemerintah kota yang memasang itu. Dinas Pekerjaan Umum (PU), polisi harus ada izin. Dishub juga harus ada koordinasi. lebar berapa, ketebalan, warna, tinggi dipasang di mana," terang Sayidina.

Menurut dia, saat ini yang terpenting adalah mengenai kejelasan pihak yang memasang alat pembatas jalan bukan berkutat di persoalan pembongkaran.

"Pihak yang memasang siapa. Soal bongkar membongkar itu mudah. Kalau dibongkar harus diketahui dulu siapa yang membangun." ujarnya. (SP/ Jati Purwanti)

Sumber: Sriwijaya Post
Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved