Berita Viral
Ibu di Mataram Kehilangan Bayi karena Prosedur Rapid Test, Kekhawatiran Jerinx Terbukti
Gusti Ayu Arianti (23) warga Mataram, harus kehilangan bayinya yang meninggal dalam kandungan karena prosedur rapid test covid-19
TRIBUNSUMSEL.COM - Seorang ibu harus kehilangan bayi di dalam kandungan karena prosedur rapid test covid-19 saat akan melahirkan.
Jerinx sebelum dijebloskan ke penjara juga sempat mengkhawatirkan adanya kasus kematian bayi karena prosedur rapid test.
I Gede Ary Astina alias Jerinx, ditahan di Rumah Tahanan Polda Bali, Denpasar, Bali, Rabu (12/8/2020) sore.
Sebelum ditahan, Jerinx mengungkapkan sebuah pesan.
Jerinx tidak keberatan dipenjara asalkan tidak ada lagi ibu-ibu yang kehilangan bayinya karena prosedur rapid test.
"Pesan saya semua media, semoga tidak ada lagi ibu-ibu yang kehilangan calon anaknya karena prosedur rapid test. Saya sekarang disel tidak apa, yang penting tidak ada lagi ibu-ibu yang kehilangan anaknya," kata Jerinx saat diwawancara awak media sebelum masuk ke sel tahanan.
Sebelumnya, Jerinx dalam Instagram pribadinya, @jrx_sid, menyoroti soal prosedur rapid test ini untuk ibu-ibu yang melahirkan.
Dalam postingannya, dia menulis kalimat; "gara-gara bangga jadi kacung WHO, IDI dan rumah sakit dengan seenaknya mewajibkan semua orang yang akan melahirkan tes Covid-19."
Unggahan Jerinx tersebut kemudian dilaporkan oleh Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Bali ke Polda Bali terkait dugaan pencemaran nama baik dan ujaran kebencian.
Dikutip dari Kompas.com, Gusti Ayu Arianti (23) warga Mataram, harus kehilangan bayinya yang meninggal dalam kandungan karena prosedur rapid test covid-19
Arianti telah berupaya dan memohon agar segera ditangani tim medis di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSAD) Wira Bhakti Mataram, namun petugas memintanya rapid test Covid-19 terlebih dulu.
Padahal, air ketubannya telah pecah dan banyak mengeluarkan darah.
"Ketuban saya sudah pecah, darah saya sudah banyak yang keluar dari rumah, tapi saya tidak ditangani, kata petugas saya harus rapid test dulu, tapi di RSAD tidak ada fasilitas rapid test, saya diminta ke puskesmas untuk rapid test," kata Arianti kepada Kompas.com di rumahnya, Rabu (19/8/2020) malam.
Arianti dan suaminya, Yudi Prasetya Jaya (24), masih dirundung duka yang mendalam.
Mereka tak menyangka harus kehilangan buah hati mereka.
"Saya itu kecewa, kenapa prosedur atau aturan ketika kami akan melahirkan tidak diberitahu bahwa wajib membawa hasil rapid test," kata Arianti.
Menurutnya, tak semua ibu hamil yang hendak melahirkan mengetahui aturan tersebut.
"Ibu-ibu yang akan melahirkan kan tidak akan tahu ini, karena tidak pernah ada pemberitahuan ketika kami memeriksakan kandungan menjelang melahirkan, " kata Arianti.
Menurut Arianti, aturan itu tak akan memberatkan jika diberitahu sejak awal.
Dirinya pun akan menyiapkan dokumen hasil rapid test beberapa hari sebelum melahirkan.
Kronologi Arianti menceritakan awal mula peristiwa yang menyebabkan buah hatinya meninggal itu. Awalnya, Arianti merasa sakit perut pada Selasa (18/8/2020) pagi.
Ia menduga ketubannya pecah karena cairan yang disertai darah banyak keluar.
Arianti bersama suami dan ibunya, Jero Fatmawati, pun segera berangkat menuju RSAD Wira Bhakti Mataram.
Mereka memilih rumah sakit itu karena putri pertamanya juga lahir di sana.
Tiba di rumah sakit, perut Arianti semakin sakit. Ia meminta petugas jaga di RSAD segera menanganinya.
"Saya juga lapor kalau ketuban saya pecah dan ada banyak darah, " katanya.
Namun, petugas justru memintanya melakukan rapid test di luar rumah sakit.
"Mereka bilang tidak ada fasilitas rapid test, tapi tidak menyarankan saya rapid test di laboraturium karena akan lama keluar hasilnya," kata Arianti.
Petugas jaga itu, kata Arianti, meminta dirinya melakukan rapid test Covid-19 di puskesmas terdekat.
"Mereka minta saya ke puskesmas terdekat dengan tempat tinggal saya, padahal saya sudah memohon agar dilihat kondisi kandungan saya, bukaan berapa menuju proses kelahiran, mereka tidak mau, katanya harus ada hasil rapid test dulu, " kata Arianti sedih.
Sementara itu, Kepala Rumah Sakit ( Karumkit) RSAD Wira Bhakti Kota Mataram Yudi Akbar Manurung tak bisa memberikan penjelasan rinci terkait kasus itu. Seharusnya, kata dia, kasus itu dijelaskan Dinas Kesehatan Provinsi NTB.
Namun, Yudi menjelaskan, Arianti memang mengunjungi RSAD Wira Bhakti saat itu.
"Memang awalnya pasien ini ke RSAD, kemudian ke puskesmas kemudian persalinannya di Rumah Sakit Permata Hati, pasien sempat menjelaskan ada cairan yang keluar, masih pada tahap konsultasi belum melakukan pemeriksaan," kata Yudi saat dikonfirmasi, Kamis (20/8/2020).
Terkait masalah rapid test Covid-19 yang dikeluhkan pasien, Yudi mengatakan, hal itu dilakukan buat pasien yang akan menjalani rawat inap.
"Petugas kami menjelaskan, karena yang bersangkutan pasien umum, rapid test-nya berbayar, tapi kalau yang gratis di Puskesmas dan RSUD Kota Mataram, kita sampaikan begitu dan tidak ada masalah, akhirnya dia ke puskesmas, dari puskesmas kemudian memilih ke Rumah Sakit Permata Hati," jelasnya.
Kepala Dinas Kesehatan NTB Eka Nurhandini menjelaskan, rapid test wajib dijalani ibu hamil yang hendak melahirkan. Langkah itu diambil untuk mencegah penyebaran Covid-19.
"Memang dari satgas Covid-19 ada surat edaran yang mengatakan bahwa direkomendasikan ibu-ibu yang akan melahirkan melakukan rapid test, karena apa, ibu hamil itu adalah orang yang rentan, yang kemungkinan tertular itu adalah ibu hamil," kata Eka.
Selain itu, rapid test Covid-19 diperlukan untuk menentukan ruangan yang akan digunakan dan APD yang dipakai petugas saat menangani ibu hamil tersebut.
Jika hasil rapid test reaktif, ibu hamil harus dirawat di ruang isolasi, dipisahkan dari pasien lain.
"Kenapa diminta periksa di awal, karena persiapan dan kesiapan untuk proses kelahiran itu lebih prepare, jika reaktif ibu dan anak akan masuk ruang isolasi, petugas juga begitu akan mengunakan APD dengan level yang tinggi untuk perlindungan bagi petugas," kata Eka.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Gara-gara Harus Rapid Test Covid-19, Ibu Ini Kehilangan Bayinya karena Telat Ditangani