Cerita Khas Palembang
Telok Ukan, Makanan Khas Palembang yang Wajib Ada Saat Hari Kemerdekaan Indonesia, Ini Asal Usulnya
Menurut Nurbaya (61) warga asli Palembang, nama telok ukan merupakan penyebutan lain dari kata telok bukan atau yang dalam bahasa Indonesia berarti
Penulis: Shinta Dwi Anggraini |
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -Tak hanya telok abang atau telur merah, kota Palembang juga memiliki berbagai makanan lain yang menjadi ciri khas di hari kemerdekaan.
Salah satunya telok ukan yang juga biasanya sudah banyak dijual beberapa hari menjelang tanggal 17 Agustus.
Menurut Nurbaya (61) warga asli Palembang, nama telok ukan merupakan penyebutan lain dari kata telok bukan atau yang dalam bahasa Indonesia berarti Telur atau bukan.
Kata-kata tersebut dahulu sering dilontarkan pendatang atau orang yang bukan asli Palembang saat pertama kali melihat tampilan telok ukan yang memang berbeda dari telur-telur pada umumnya.
Nurbaya menuturkan, cerita ini telah tersebar secara turun menurun di kalangan orang asli Palembang.
"Dulu orang-orang dusun (luar daerah Palembang) suka tanya, ini telor bukan, soalnya tampilannya beda dari yang lain. Dari kata-kata telor bukan, lama kelamaan jadi disebut telok ukan," ujar Nurbaya yang sudah 20 tahun menjadi pedagang makanan khas Palembang di hari kemerdekaan, Senin (17/8/2020).
Dari tampilan luarnya, telok ukan memang terbilang unik.
Biasanya menggunakan telur bebek, diatas cangkangnya terdapat sebuah lubang kecil yang ditutup dengan bahan dari kayu gabus.
Lubang di atas cangkang itu ada karena proses pengolahan untuk dijadikan telok ukan itu sendiri.
Nurbaya menjelaskan, telok ukan sebenernya sudah bukan lagi telur bebek asli.
Melainkan makanan yang sudah diolah.
Proses pembuatan telok ukan yakni isi telur bebek sengaja dikeluarkan untuk kemudian dicampur dengan bahan-bahan lain.
Diantaranya daun pandan dan daun Suji untuk menjadikan makanan ini semakin memiliki citarasa yang khas.
Setelah diaduk, adonan tersebut kemudian dimasukkan lagi ke dalam cangkang telur bebek yang sebelumnya sudah dipecahkan bagian atasnya.
Barulah cangkang tersebut ditutup kembali dengan kayu gabus.
"Kemudian kita kukus kurang lebih 15-20 menit, ya pokoknya sampai matang baru diangkat," ujarnya.
Bukan dengan nasi, biasanya orang Palembang asli akan menyantap telok ukan bersama dengan bongkol atau lemper.
Makanan ini biasanya dijual dengan harga yang cukup terjangkau yakni hanya Rp.5 ribu persatuannya.
"Bukan cuma telok ukan dan telok Abang, ada juga telok pindang yang jadi ciri khas di Palembang saat 17 Agustus. Kalau tidak 17 Agustus, susah cari makanan itu," ujarnya.
Dikatakan Nurbaya, minat masyarakat untuk mencari makanan khas hari kemerdekaan di Palembang masih tinggi.
"Masih banyak pembeli yang cari makanan itu," ujarnya.