Berita Pendidikan

Kadisdik Sumsel Takut Banyak Anak Pintar tapi Kurang Ajar Jika Sekolah Jarak Jauh Dipermanenkan

Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Riza Pahlevi, mengatakan hal ini harus perlu dikaji terlebih dahulu, sejauh mana manfaat dan mudharatnya

Penulis: Melisa Wulandari | Editor: Wawan Perdana
Tribun Sumsel/ Sri Hidayatun
Kepala Dinas Pendidikan Provinsi Sumsel, Riza Pahlevi 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Nadiem Makarim mewacanakan, metode pembelajaran jarak jauh yang selama ini dipakai selama pandemi covid 19 akan dipermanenkan.

Menurut Nadiem, pemanfaatan teknologi dalam kegiatan belajar mengajar akan menjadi hal yang mendasar.

Menanggapi hal ini, Kepala Dinas Pendidikan Sumatera Selatan Riza Pahlevi, mengatakan hal ini harus perlu dikaji terlebih dahulu, sejauh mana manfaat dan mudharatnya.

"Kalau secara permanen langsung seperti itu, saya kira belum bisa tepat. Karena perlu persiapan, seperti guru guru butuh pelatihan lagi. Sarana dan prasarana se Indonesia masih murat marit, jangkauan sinyal terutama di daerah itu sudah diatasi apa belum," katanya saat dihubungi Tribun melalui sambungan telepon, Jumat (3/7/2020).

Apabila sarana dan prasaran telah diperbaiki atau terpenuhi, guru guru sudah mendapat pelatihan termasuk kepala sekolah, termasuk juga orangtua siswa yang mungkin tidak ada gawai bisa disubsidi dari pemerintah.

"Nah itu bisa bisa saja, malah lebih bagus hanya kita tidak bisa melakukan PJJ (pembelajaran jarak jauh) saja tapi tetap harus ada belajar tatap muka itu karena tatap muka itu manfaatnya bisa bersentuhan langsung secara sosial antara guru, dosen kepada siswa ataupun dengan mahasiswa," jelasnya.

Jadi secanggih apapun teknologi, sepintar apapun anak namun bila tak dibarengi dengan akhlak dan budi pekerti semua tak ada guna.

"Intinya boleh boleh saja kalau sarana prasarana sudah lengkap, kemudian guru guru, termasuk SDM untuk hal ini sudah siap, perlu proses atau kajian terlebih dahulu," katanya.

"Karena menurut saya masih banyak di daerah terpencil itu kesulitan sinyal, juga tatap muka yang dilakukan oleh guru atau dosen ke anak didiknya ini minimal untuk pelajaran akhlak dan budi pekerti mereka. Melalui tatap muka juga sebagai sarana beradaptasi dengan lingkungan, kalau langsung dipermanenkan nanti takutnya banyak anak yang pintar tapi kurang ajar," jelasnya.

Kepala SMPN 12 Mgs Ahmad Fauzi mengatakan dirinya siap apabila pembelajaran jarak jauh dipermanenkan namun harus ada kajian dan pelatihan terlebih dahulu untuk para guru.

"Harus dilatih dulu guru gurunya supaya bisa mengerti IT, mengingat ini sangat penting agar tidak gagap," katanya.

"Masalahnya tidak semua orangtua atau anak ini punya gawai. Kalau yang mampu ya aman aman saja, bagaimana untuk yang tidak mampu, kalaupun mampu membeli gawai bagaimana dengan kuotanya. Itu semua harus dikaji terlebih dahulu," jelasnya.

Dia pun menilai belajar tatap muka antara guru dan siswa itu sangat penting.

"Menurut saya pribadi tatap muka itu jangan dihilangkan kalau memang dipermanenkan setidaknya dikombinasikan antara tatap muka dan belajar online, misalnya Senin, Rabu dan Jumat tatap muka kemudian Selasa dan Kamis belajar jarak jauh," katanya.

"Saya menilai tatap muka ini penting untuk guru dan siswa, apabila tidak ada tatap muka lagi dan digantikan dengan teknologi bisa bisa lulusan guru akan menganggur kan, susah mencari pekerjaan dan anak tidak akan belajar sosialisasi baik kepada guru maupun teman temannya," jelasnya.

Akbar Kurniawan yang merupakan salah satu siswa di SMAN 13 Palembang Kelas XII Jurusan IPS ini mengaku sedikit khawatir kalau belajar jarak jauh dipermanenkan.

"Takutnya nanti banyak pelajaran yang gak mengerti kalau belajar jarak jauh ini, dan bisa saja tidak kondusif juga," katanya.

"Di rumah saya, Talang Jambe juga sering gangguan sinyal. Tidak dipungkiri juga saya masih sering main gim dan belajar jarak jauh ini kadang tidak konsen. Kalau sekarang sih, masih ke sekolab tapi sesekali saja, hanya saat bagi raport, dan kembalikan buku pelajaran," ujarnya.

Kalau pun dipermanenkan dia berkeinginan agar jangan full online, karena berat di kuota juga.

"Sekali dua kali ke sekolah tatap muka. Saya juga kasihan sama orangtua karena mesti beli kuota saya juga kalau mau pasang wifi di rumah, biayanya mahal," kata anak ketiga dari tiga bersaudara.

"Keuntungan tatap muka kan kalau gak jelas bisa langsung nanya ke guru, lewat online juga bisa tapi kadang kurang puas dan jelas kalau tidak dijelaskan secara langsung. Kemudian bertemu teman juga, sosialisasi kalau lama di rumah juga gak enak. Yang penting kan jaga jarak dan patuhi protokol kesehatan," tutupnya.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved