Pria Asal NTT Ini Terkejut Dapat Hasil Rapid Test Malah Reaktif Hamil, Petugas Mengaku Salah
Ariyanto Boik malah dinyatakan reaktif hamil alih-alih reaktif Covid-19. Pihak keluarga Ariyanto Boik tak terima dan memprotes petugas, setelah menge
TRIBUNSUMSEL.COM - Seorang pemuda asal NTT, Ariyanto Boik terkejut mendapatkan hasil rapid test aneh.
Ariyanto Boik malah dinyatakan reaktif hamil alih-alih reaktif Covid-19.
Pihak keluarga Ariyanto Boik tak terima dan memprotes petugas, setelah mengetahui hal ini.
Mereka marah lantaran hasil rapid test anggota keluarga mereka yang bernama Ariyanto Boik adalah reaktif hamil.
Berawal rapid test ketika diisolasi

Peristiwa ini bermula ketika seorang pria asal Kabupaen Rote Ndao bernama Ariyanto Boik menjalani isolasi di rumah susun setempat.
Ariyanto diisolasi karena memiliki riwayat perjalanan dari wilayah berisiko.
Betapa terkejutnya Ariyanto dan keluarganya saat mendapati hasil rapid test.
Berdasarkan laporan hasil laboratorium rumah sakit setempat, hasil rapid test Ariyanto adalah reaktif hamil.

Keluarga yang geram dengan hasil tes tersebut langsung menggeruduk lokasi karantina.
Mereka ingin meminta penjelasan dari petugas perihal hasil reaktif hamil tersebut.
"Kami minta petugas jangan main-main dengana penyakit ini, karena sudah memakan banyak korban," kata salahs seorang anggota keluarga, Naomi Toulasik.
Ia menduga, petugas medis di Rusun Ne'e tak menjalankan tugas dengan baik.
Sehingga antara tujuan pemeriksaan dengan hasilnya tidak sejalan.
Petugas pasrah

Sementara, kakak kandung Ariyanto, Ferdinan Boik membenarkan pihak keluarga telah mendatangi lokasi karantina.
Namun ketika ditanya mengenai hasil rapid test yang dianggap membingungkan itu, petugas belum memberikan jawaban.
"Petugas hanya pasrah saja. Katanya silakan lapor saja, di mana pun," kata dia.

Juru Bicara Gugus Tugas Percepatan Pencegahan dan Penanganan Covid-19 Kabupaten Rote Nda, Widyanto P Adhy mengakui adanya kekeliruan dalam hasil rapid test Ariyanto.
"Hari ini, kami mengakui kesalahan itu dan mengoreksinya dengan menerbitkan hasil pemeriksaan laboratorium yang benar," kata dia, Sabtu (13/6/2020).
Namun, ia enggan merinci bagaima proses rapid test bisa berujung pada hasil yang membingungkan.
"Menurut saya, tidak penting diberitakan bagaimananya. Tapi yang sudah dilakukan untuk memastikan tidak terjadi kesalahan yang sama lagi," kata dia.
Adhy mengaku telah melakukan pembinaan staf serta konsolidasi internal.
Imbas Warga Tolak Rapid Test
Imbas 21 warga yang kontak langsung dengan pasien positif corona di NTT menolak rapid test.
Setidaknya sebanyak 21 warga Desa Sagu, Kecamatan Adonara, Kabupaten Flores Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), menolak menjalani rapid test virus corona baru atau Covid-19.
Ke-21 warga itu diduga melakukan kontak langsung dengan pasien positif corona di NTT.
Pasien 02 yang berasal dari Desa Sagu itu diduga terpapar Covid-19 dari Klaster Ijtima Ulama Gowa, Sulawesi Selatan.
Penolakan 21 warga itu berimbas kepada penduduk lain di Desa Sagu. Sejumlah desa tetangga menutup akses jalan menuju dan keluar dari Desa Sagu.

Alasannya, warga desa tetangga takut dengan warga Desa Sagu yang melakukan kontak dengan pasien 02 positif Covid-19 di Flores Timur.
"Mereka palang (tutup) itu atas dasar surat imbauan dari Camat Kelubagolit," kata Kepala Desa Sagu Taufik Nasrun saat dihubungi Kompas.com, Kamis (11/6/2020).
Surat imbauan itu dikeluarkan Camat Kelubagolit pada 5 Juni 2020. Taufik mengatakan, penutupan akses jalan itu mengganggu aktivitas perniagaan warga Desa Sagu.
Sebab, banyak warga Desa Sagu yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Waiwerang.
Warga tolak rapid test
Taufik menjelaskan awal mula penolakan yang dilakukan 21 warga Desa Sagu tersebut.
Awalnya, Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Flores Timur melacak 22 warga yang diduga melakukan kontak dengan pasien 02 positif Covid-19.
Tim Gugus Tugas Covid-19 dari Kecamatan Adonara pun menjadwalkan rapid test Covid-19 terhadap 22 warga itu pada Senin (1/6/2020).
Namun, puluhan warga itu menolak menjalani rapid test.
Taufik bersama perwakilan Polri dan TNI di Kecamatan Adonara pun menemui 22 warga tersebut.
Mereka menanyakan alasan warga menolak. Dari 22 warga tersebut, 21 warga membantah pernah melakukan kontak dengan pasien positif itu.
"Yang 21 orang ini tidak mengaku," ujar dia.
Sementara satu warga mengaku pernah melakukan kontak. Warga itu pun bersedia menjalani rapid test Covid-19. Hasilnya, nonreaktif.
Selain menolak rapid test Covid-19, 21 warga yang diduga melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19 itu juga tak menjalani karantina mandiri.
"Sampai saat ini 21 warga yang tolak rapid test juga tidak menjalani karantina mandiri. Saya juga masih lakukan koordinasi dengan Camat Adonara," kata Taufik.
Taufik masih menunggu arahan dari tim Gugus Tugas Percepatan Penanganan Covid-19 Flores Timur terkait penolakan tersebut.
Ia berharap, 21 warga yang menolak itu mau menjalani rapid test dalam waktu dekat.
Catatan redaksi soal rapid test
Rapid test merupakan teknik pengetesan keberadaan antibodi terhadap serangan kuman di dalam tubuh.
Hasil rapid test tak boleh dan tak bisa digunakan secara mandiri untuk mengonfirmasi keberadaan atau ketiadaan infeksi virus corona SARS-CoV-2 penyebab Covid-19 di dalam tubuh.
Untuk mengonfirmasi keberadaan virus corona secara akurat dalam tubuh, seseorang harus dilakukan swab test dengan meteode polymerase chain reaction (PCR).
Hasil rapid test adalah reaktif (ada reaksi terhadap keberadaan antibodi) atau non-reaktif (tidak ada reaksi terhadap keberadaan antibodi).
Jika Anda sempat membaca hasil rapid test adalah positif atau negatif, harus dimaknai sebagai positif atau negatif terhadap keberadaan antibodi dalam tubuh, bukan positif atau negatif terhadap keberadaan virus corona penyebab Covid-19.
(Kompas.com/Kontributor Kupang, Sigiranus Marutho Bere)
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Keluarga Kaget, Hasil Rapid Test Pria Ini Malah Reaktif Hamil, Petugas Akui Keliru" dan "21 Warga yang Diduga Kontak dengan Pasien Positif Covid-19 Tolak Rapid Test, Ini Akibatnya"