Profesor Yuwono : Mau Terapkan New Normal, Siap Tidak Pemimpinnya ?

"Masa transisi masyarakat saat ini sudah 50 persen jadi kurang lebih 70 persen siap. Maka tinggal bagaimana pemimpinnya. Sebab dengan budaya ini butuh

Penulis: Linda Trisnawati | Editor: Weni Wahyuny
Tribun Sumsel/ Linda Trisnawati
Juru bicara penanganan Covid-19 Sumsel, Prof Yuwono 

Laporan Wartawan Tribunsumsel.com, Linda Trisnawati

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Juru Bicara (Jubir) Gugus Tugas Penanganan Covid-19 di Sumatera Selatan (Sumsel) Prof. Dr. dr. Yuwono, M. Biomed menanggapi terkait tatanan kehidupan baru atau new normal life yang digagas pemerintah.

"Yang paling penting itu siap tidak pemimpinnya. Kalau pemimpin siap rakyat baru siap," kata Prof Yuwono saat dikonfirmasi Tribun Sumsel, Kamis (28/5/2020).

Lebih lanjut ia menjelaskan, bahwa kalau dari segi masyarakat ia yakin 70 persen siap. Lalu bagaimana dengan pemimpin?

"Kalau masyarakat dengan kondisi seperti ini banyak yang buntu idak? Artinya, dorongan untuk cari nafkah lebih besar ketimbang apapun termasuk Covid-19,"

"Masa transisi masyarakat saat ini sudah 50 persen jadi kurang lebih 70 persen siap. Maka tinggal bagaimana pemimpinnya. Sebab dengan budaya ini butuh modal," cetusnya.

Update 28 Mei Pagi, Peringkat Tertinggi hingga Terendah Covid-19 di Seluruh Kecamatan di Palembang

Misalnya, kalau ada tamu sediakan cuci tangan.

Jika tamunya tidak ada masker, diberi masker.

Jangan menyalahkan orang yang tidak pakai masker.

Lalu kalau ada tamu, dijamu kasih makanan biar sehat.

"Untuk itu harus dimulai dari leadership, mulai dari Gubernur, Bupati, Walikota, dan Forkopimda. Contoh ditengah pandemi Covid-19 ini ada salah satu Kabupaten/Kota yang leadership-nya tidak bagus," ungkapnya.

Geser IT II, Kecamatan Sukarami Terbanyak Positif Covid-19, Update Corona di Palembang 28 Mei Pagi

Contohnya, disaat pandemi seperti ini malah memecat tenaga kesehatan.

Saat pandemi, orang butuh tenaga kesehatan bukan kelebihan.

Sementara itu Prof Yuwono pun menceritakan latarbelakang new normal life.

Latarbelakangnya, WHO mengevaluasi semua keadaan tentang Covid-19 seperti vaksinasi dan pengobatannya.

Kesimpulan sementaranya di seluruh dunia belum efektif berhasil.

"Oleh karena itu WHO melihat bahwa kita kemungkinan akan hidup bersama Covid-19 ini hingga beberapa tahun kedepan, setidaknya 5 tahun kedepan. Sebab Covid-19 ini tidak bisa serta merta hilang seperti flue burung yang hilang enam bulan," jelasnya.

Oleh karena itu WHO mengajukan proposal yang namanya new normal life.

Ini adalah budaya, beda dengan pembatasan sosial bersekala besar (PSBB) dan lockdown, sebab kalau PSBB dan lock down itu aksi atau program sedangkan new normal life ini adalah budaya.

"Apa bedanya contoh kalau program ada batas waktu misal seperti PSBB 14 hari, sedangkan kalau new normal life ini seterusnya tidak ada batasan waktu. Karena ini budaya yang harus kita bangun," katanya.

"Jadi kalau ditanya apakah kita mau menerapkan atau tidak? Dengan hasil WHO saja, senang tidak senang, mau tidak mau maka kita harus menerapkan budaya. Soal mau diberi nama istilah new normal atau apapun itu silahkan saja," cetusnya.

Tapi initinya, lanjut Yuwono, budaya hidup sehat ini harus diterapkan didalam kondisi pandemi Covid-19.

Contohnya sosial distancing dan physical distancing.

Jika PSBB ada waktunya, kalau saat new normal adalah seterusnya.

"Maka kalau biasanya sering keluar, maka dikurangin. Lalu kalau ada jumpa pers, dibangun budaya jaga jarak dan pakai masker. Lalu budaya cuci tangan, kalau selama ini abis dari mana-mana tidak cuci tangan maka nantinya harus terbiasa cuci tangan.," ungkapnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved