Sebagian ABK WNI di Kapal China Belum Terima Gaji Sama-Sekali, Harus Kerja 18 Jam Per Hari

"Informasi lain yang saya peroleh dari mereka adalah mengenai jam kerja yang tidak manusiawi. Rata-rata mereka mengalami kerja lebih dari 18 jam per h

MBC/Screengrab from YouTube
Sebuah tangkapan layar dari video yang dipublikasikan media Korea Selatan MBC memperlihatkan, seorang awak kapal tengah menggoyang sesuatu seperti dupa di depan kotak yang sudah dibungkus kain berwarna oranye. Disebutkan bahwa kotak tersebut merupakan jenazah ABK asal Indonesia yang dibuang ke tengah laut oleh kapal asal China. 

Laporan Wartawan Tribunnews.com, Gita Irawan

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Mengungkapkan sebagian dari 14 ABK WNI selama bekerja di kapal ikan milik perusahaan Republik Rakyat Tiongkok (RRT) belum menerima gaji sama sekali, Menteri Luar Negeri Republik Indonesia Retno Marsudi. 

Setelah pada hari ini, Minggu (10/5/2020) bertemu langsung dengan 14 ABK WNI, informasi tersebut didapatkan Retno Marsudi. 

Selain itu ia juga mendapati bahwa rata-rata para ABK WNI harus bekerja dengan jam kerja yang tidak manusiawi yakni 18 jam per hari.

"Informasi lain yang saya peroleh dari mereka adalah mengenai jam kerja yang tidak manusiawi. Rata-rata mereka mengalami kerja lebih dari 18 jam per hari," kata Retno.

Retno mengatakan keterangan para ABK ini sangat bermanfaat untuk dicocokan dengan informasi-informasi yang telah lebih dahulu kita terima.

Menurutnya terdapat banyak informasi yang terkonfirmasi, namun terdapat pula informasi baru yang dapat melengkapi informasi awal yang telah kita terima.

"Dapat juga saya sampaikan bahwa sebelum bertemu dengan para ABK saya juga telah bertemu dengan penyidik Bareskrim yang sedang mendalami kasus ini. Tentunya penelusuran tidak saja akan diambil dari keterangan para ABK namun juga dari pihak-pihak lain yang terkait," kata Retno.

Sebelumnya mencuat kabar adanya kasus dugaan Tindak Pidana Perdagangan Orang terhadap WNI yang bekerja di kapal perusahaan RRT.

Kemenlu membenarkan terdapat tiga ABK WNI yang meninggal dunia di atas kapal laut berbendera RRT dan jenazahnya telah dilarung ke laut (burial at sea).

Mereka di antaranya almarhum AR yang bekerja di kapal Long Xing 608.

AR meninggal pada tanggal 30 Maret 2020 dan jenazahnya telah dilarung pada 31 Maret 2020.

Kedua, almarhum AL yang bekerja di kapal Long Xing 629 yang jenazahnya telah dilarung pada Desember 2019.

Ketiga almarhum SP yang bekerja di Kapal Long Xing 629 yang jenazahnya telah dilarung pada Desember 2019.

Terkait Almarhum AR, informasi yang diperoleh Kementerian Luar Negeri dari pihak kapal dan agen menyebutkan bahwa pihak kapal telah memberitahu pihak keluarga dan telah mendapatkan surat persetujuan pelarungan di laut dari keluarga tertanggal 30 Maret
2020.

Adapun terkait almarhum AL dan SP, keputusan pelarungan jenazah diambil oleh kapten kapal karena kematian disebabkan penyakit menular dan ditakutkan membahayakan awak kapal lainnya.

Semua informasi tersebut diperoleh Kementerian Luar Negeri dari pihak perusahaan dan saat ini Kementerian Luar Negeri dan Perwakilan RI sedang terus melakukan pengecekan dan klarifikasi kebenarannya.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Miris! Kerja 18 Jam Per Hari, Sebagian ABK WNI di Kapal China Belum Terima Gaji Sama-Sekali, https://www.tribunnews.com/nasional/2020/05/10/miris-kerja-18-jam-per-hari-sebagian-abk-wni-di-kapal-china-belum-terima-gaji-sama-sekali?page=all.
Penulis: Gita Irawan
Editor: Choirul Arifin

Keluarga Dapat Kertas Selembar Berbahasa China, Bertuliskan Kalau Jasad Sepri Dilarung ke Laut

TRIBUNSUMSEL.COM, OKI - Kertas selembar berbahasa China bertuliskan bahwa jasad Sepri dihanyutkan atau dilarung ke laut oleh kru kapal China.

Kabar duka tersebut diterima oleh keluarga Sepri secara resmi pasca meninggalnya salah satu anggota keluarga mereka.

Setelah diterjemahkan, surat tersebut menjelaskan jika Sepri sudah meninggal dunia dan jenazahnya di larung ke laut.

Hal tersebut diceritakan Rita Andri Pratama, kakak perempuan Sepri kepada Kompas.com (grup Tribunsumsel.com), Sabtu (9/5/2020).

Sepri (24) anak buah kapal ( ABK) Kapal China Long Xing 629 asal Desa Serdang Menang, Kecamatan Sirah Pulau Padang, Ogan Komering Ilir, Sumatera Selatan meninggal dunia saat bekerja pada 21 Desember 2019.

Keluarga mendapatkan kabar jika jenazah Sepri sudah dilarung ke laut.

Menurut Rita, sebelum mendapatkan berita duka kematian sang adik, pihak perusahaan tempat Sepri bekerja menghubungi keluarga Sepri di Ogan Komering Ilir.

Saat itu pihak perusahaan meminta agar perwakilan keluarga Sepri datang ke kantor perusahaan yang ada di Pemalang, Jawa Tengah.

Pihak keluarga sempat tidak bersedia dan meminta informasi disampaikan melalui telepon.

Namun pihak perusahaan tetap bersikeras agar keluarga Sepri ke Pemalang dengan alasan informasi tersebut tidak etis disampaikan melalui telepon.

Rita bercerita pihak keluarga pun berangkat ke Pemalang, Jawa Tengah.

Saat bertemu dengan keluarga, pihak perusahaan menyampaikan jika Sepri telah meninggal dunia karena sakit saat bekerja di atas kapal.

Pihak perusahaan menyebut jika Sepri mengalami sesak napas dan tubuhnya bengkak.

Perusahaan juga mengatakan Sepri telah mendapatkan perawatan kesehatan oleh tim medis di atas kapal.

“Menurut pihak perusahaan, meksi sudah diberi perawatan dan diinfus oleh tim media kapal ternyata nyawa Sepri tidak bisa diselamatkan,” kata Rita.

Pihak keluarga sempat mempertanyakan mengapa jenazah Sepri dilarung ke laut bukan dikirim ke Indonesia. Pihak perusahaan berdalih saat itu komunikasi susah.

Secara hati nurani, menurut Rita, pihak keluarga tidak bisa merima jenazah Sepri dilarung ke laut. 

“Kami berharap masalah ini dapat diselesaikan oleh pemerintah setuntas-tuntasnya,” harap Rita.

Sementara itu dari data Badan Perlindungan Pekerja Migran Indonesia (BP2MI), Sepri diketahui bekerja di agen luar negeri Orient Commercial and Trade Company (Fiji) dan agen dalam negeri Karunia Bahari Samudera.

Sementara itu Kepala Sub Direktorat Tindak Pidana Umum Bareskrim Polri Kombes Pol John W Hutagalung mengatakan, Satgas Tindak Pidana Perdagangan Orang (TPPO) sedang memeriksa 14 anak buah kapal ( ABK) Indonesia Kapal Long Xin 629.

Ke-14 orang itu diperiksa sebagai saksi terkait pelarungan tiga jenazah ABK dan dugaan eksploitasi.

"Sampai dengan malam ini anggota saya masih melaksanakan pemeriksaan 14 crew kapal di Rumah Perlindungan Trauma Center (RPTC) Bambu Apus, masih berlangsung," kata John saat dihubungi Kompas.com, Sabtu (9/5/2020).

Ia mengatakan para ABK tersebut dalam kondisi sehat dan sudah diisolasi selama 14 hari di Korea Selatan.

Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik akan memperjelas proses 14 ABK bisa bekerja di luar negeri.

Polisi juga menelusuri perusahaan penyalur dan bagaimana prosedur yang diterapkan.

Selain itu, Satgas juga mendalami kegiatan ABK selama bekerja di Kapal Long Xin 629 untuk menelusuri dugaan eksploitasi atau TPPO. 

"Serta kesaksian mereka apakah terjadi eksploitasi/TPPO selama di kapal, misal terkait jam kerja, upah, ancaman, asuransi dan lain-lainnya," ucapnya

Sementara itu, Menteri Luar Negeri Retno Marsudi dalam konferensi video pada Kamis (7/5/2020) menjelaskan peritiwa pelarungan tiga jenazah ABK Indonesia yang meningga di kapal ikan China.

Satu jenazah berinisial AR dilarungkan ke laut pada 31 Maret 2020 setelah dinyatakan meninggal dunia pada 27 Maret 2020.

Kemudian, dua jenazah lainnya meninggal dunia dan dilarung saat berlayar di Samudera Pasifik pada Desember 2019.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Kabar Duka di Selembar Surat Berbahasa China

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved