Penjelasan Ahli Terkait Asteroid Raksasa Dekati Bumi Pada Pertengahan Bulan Ramadan 8 Mei 2020
Penjelasan Ahli Terkait Asteroid Raksasa Dekati Bumi Pada Pertengahan Bulan Ramadan 7 Mei 2020
TRIBUNSUMSEL.COM - Beredar pesan yang mengkait-kaitkan akan adanya asteroid mendekati bumi pada pertengahan Ramadan nanti.
Bahkan banyak yang mencocokologi akan terjadinya ledakan (dukhon) pada 15 Ramadan atau tepat pada 8 Mei nanti
Diketahui Asteroid 2016 HP6 akan mendekati Bumi pada Jumat (8/5/2020), pukul 21.48 Universal Time.
Atau Sabtu (9/5/2020), pukul 4.48 WIB pada jarak 4,33 jb (jarak bulan) atau 1,66 juta kilometer.
Informasi dari laman Pusat Sains Antariksa LAPAN (pussainsa.lapan.go.id), asteroid ini memiliki kecepatan relatif 5,72 km per detik ketika mendekati Bumi dan dikategorikan sebagai asteroid Apollo.
Hal itu berdasarkan data yang diperoleh dari Center of Near Earth Object Studies (CNEOS) NASA (https://cneos.jpl.nasa.gov).
Pussainsa LAPAN Bandung menjabarkan, asteroid Apollo merupakan asteroid yang memiliki sumbu setengah panjang lebih besar dibandingkan dengan orbit Bumi (> 1 Satuan Astronomi, SA), tetapi jarak perhelionnya lebih kecil dibandingkan aphelion Bumi (< 1,017 SA).
Beberapa Asteorid Apollo bisa menjadi ancaman bagi penduduk di Bumi apabila berada pada jarak yang sangat dekat dengan Bumi.
Seperti Meteor Chelyabinsk yang memasuki atmosfer Bumi dan meledak di langit kota Chelyabinsk, Rusia, pada 15 Februari 2013 silam, dengan ukuran 17 meter.
"(Apabila) menumbuk Bumi bisa bermacam dampaknya, bisa hanya ledakan di angkasa, seperti di Chelyabinsk 2013, Teluk Bone 2009, atau yang lebih besar seperti di Tunguska 1908."
"Dan kalau besar sekali bisa seperti mengakibatkan kepunahan dinosaurus.
"Selama tidak berpotensi menumbur Bumi, tidak ada pengaruh apa-apa," ujar koordinator Diseminasi Pusat Sains Antariksa LAPAN Bandung, Emanuel Sungging Mumpuni, ketika dihubungi Tribun Bali melalui WhatsApp, Selasa (21/4/2020).
Lebih jauh, Asteroid 2016 HP6 ini disebutkan memiliki sumbu setengah panjang sebesar 1,579 SA atau 236 juta kilometer dengan kelonjongan orbit sebesar 0,357.
Jarak terdekat asteroid ini dengan matahari sebesar 1,014 SA dengan kemiringan orbit 3,92 derajat terhadap ekliptika, yang mana sedikit lebih miring dibandingkan orbit Venus (inklinasi 3,39 derajat).
Periode orbit asteroid ini selama 724,5 hari atau 1,98 tahun yang mana sedikit lebih lama dibandingkan periode orbit Mars yakni 687 hari atau 1,88 tahun.
Asteroid 2016 HP6 diperkirakan berukuran antara 23 hingga 52 meter dengan magnitudo absolut +25,3 jika diamati pada jarak 1 SA dari Matahari dan pengamat.
Asteroid ini memiliki jarak perpotongan orbit minimum (minimum orbit intersection distance, MOID) sebesar 0,0053817 SA atau 805 ribu kilometer terhadap orbit Bumi, yang mana jauh lebih kecil dari 0,05 SA atau 7,5 juta kilometer namun magnitudo absolutnya lebih besar daripada +22.
Sehingga objek ini tidak dapat dikategorikan sebagai objek berpotensi bahaya (Potentially Hazardous Object, PHO).
"Biasanya yang kami identifikasi adalah yang berpotensi berbahaya. Kalau dari kajian kami, tidak (berbahaya). Sementara ini sedang kami persiapkan kajiannya," terang Sungging.
Sungging menambahkan, lintasan orbit asteroid dapat berubah, oleh karenanya harus terus diamati kendati tak terlalu signifikan.
"Iya, bisa berubah, oleh karena itu harus terus menerus diamati, tapi biasanya tidak ada perubahan yang signifikan, kecuali ada kejadian yang luar biasa di Antariksa," kata dia.
Di sisi lain, menurut Planetary Defense Coordination Office NASA dalam laman Pussainsa LAPAN, jatuhnya asteroid adalah proses alami yang terjadi terus menerus.
Setiap harinya, material 80 hingga 100 ton, asteroid jatuh ke Bumi dari luar angkasa dalam bentuk debu dan meteorit kecil (pecahan asteroid yang hancur di atmosfer Bumi).
Pihaknya menuliskan, setidaknya dalam 20 tahun terakhir, sensor radar pemerintah Amerika Serikat telah mendeteksi hampir 600 asteroid berukuran sangat kecil (beberapa meter saja) yang memasuki atmosfer Bumi sehingga menciptakan bolide atau fireball.
Para ahli memperkirakan bahwa benda jatuh alami yang besarnya sama dengan pecahan meteorit di Chelyabinsk terjadi sekali atau 2 kali dalam 100 tahun.
Benda jatuh alami yang lebih besar diperkirakan sangat jarang terjadi (dalam skala ratusan hingga ribuan tahun).
Namun mengingat ketidaklengkapan katalog Objek Dekat Bumi saat ini, benda jatuh alami seperti meteorit Chelyabinsk dapat terjadi kapan saja.
"Biasanya bisa diprediksi dan diperhitungkan peluangnya, setiap tahun selalu ada saja kemungkinannya. Selama ini peluangnya kecil untuk muncul menjadi bencana," imbuh Sungging.
Pihaknya juga memperkirakan masih ada beberapa fenomena asteroid tahun 2020 dan masih tengah dikaji.
"Ada beberapa yang lain (tahun ini)," singkatnya.
Sayangnya, Sungging menyampaikan, fenomena tersebut tidak bisa dilihat dengan mata telanjang layaknya melihat halo matahari, pelangi, dan sejenisnya.
"Tidak bisa, membutuhkan teleskop khusus (untuk melihatnya). Ini beda fenomena,"
Sementara itu, fenomena ini bertepatan dengan bulan Ramadhan 1441 H yang jatuh pada Jumat (24/4/2020).
Oleh karenanya, Sungging mengimbau agar masyarakat tidak panik, karena peluang berbahayanya kecil.
"Jangan panik, karena peluangnya kecil," tandasnya.