Mengenal Rapid Test dan RT-PCR dan Istilah Lain Seputra Covid-19
Cara untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi virus Corona atau tidak, terdapat beberapa jenis tes yang bisa dilakukan.
Penulis: Agung Dwipayana | Editor: Prawira Maulana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Cara untuk memastikan apakah seseorang terinfeksi virus Corona atau tidak, terdapat beberapa jenis tes yang bisa dilakukan.
Hampir semua negara kini memiliki caranya masing-masing untuk melakukan tes ini.
Wakil Ketua Tim Penyakit Infeksi Emerging (PIE) Rumah Sakit Muhammad Hoesin (RSMH) Palembang, dr. Harun Hudari menjelaskan, sebelum melakukan tes, penting untuk mengetahui bahwa tiap negara juga memiliki prioritas sendiri untuk orang-orang yang bisa melakukan tes.
"Sebab menurut banyak pihak, tidak semua orang perlu diuji untuk Covid-19. Seperti pada kebijakan beberapa negara, mereka yang tidak perlu melakukannya misalnya orang-orang yang tidak memiliki gejala sama sekali atau hanya menunjukkan gejala yang ringan dan bisa pulih di rumah," kata Harun seperti dikutip TribunSumsel.com dari situs RSMH, artikeledisi2.blogspot.com, Senin (27/4/2020).
Sejak pandemi Covid-19 beberapa bulan belakangan ini, masyarakat khususnya di Sumatera Selatan sering menemukan istilah penyembuhan pasien Covid-19, seperti rapid test dan PCR test.
Harun menjelaskan, rapid test bertujuan untuk screening atau seleksi atau pilah antara yang berpotensi atau yang tidak berpotensi terinfeksi karena ada keluhan klinis, resiko terpapar, dan sebagainya.
"Sehingga tidak semua orang perlu diperiksa rapid test. Walau bukan diagnostik, pemeriksaan ini membantu dalam memutus mata rantai penularan Covid-19," terang Harun.
Kemudian pemeriksaan diagnostik untuk Covid19 adalah real time-PCR (RT-PCR) melalui swab atau usapan tenggorokan.
Harun menerangkan, hasil positif pada rapid test tidak serta-merta memastikan bahwa seseorang sebagai penderita Covid19, karena mesti dilanjutkan dengan pemeriksan RT-PCR.
"Ini penting untuk menghindari stigma di tengah masyarakat kepada yang orang dinyatakan positif berdasarkan rapid test," terangnya.
Sebaliknya, hasil negatif pada rapid test bukan berarti seseorang bebas Covid-19.
Rapid Test harus diulang kembali setelah 10 hari.
"Bila hasilnya negatif, maka orang tersebut bebas Covid-19. Bila positif, maka harus diikuti pemeriksaan RT-PCR," papar Harun.
Dilanjutkannya, baik yang positif maupun negatif, tetap harus mengikuti prosedur isolasi atau karantina diri.
Karena yang diperiksa adalah hanya mereka yang secara surveilans (pengawasan), dianggap ada keterkaitan dengan Covid-19.
"Perlu diketahui, rapid test hanya dilakukan kepada orang yang berisiko tertular Covid-19. Seperti pernah berkontak langsung dengan orang sakit Covid-19, pernah berada di negara atau daerah transmisi atau penularan lokal, dan memiliki gejala demam atau gangguan sistem pernapasan," papar Harun.
Oleh karena itu, kata Harun, masyarakat tidak perlu melakukan tes cepat jika dalam keadaan sehat dan tidak ada kontak langsung dengan pasien Covid-19.
"Jadi, tidak semua orang perlu menjalani rapid test. Untuk mengikuti rapid test ada kriteria khususnya," kata pria berkacamata ini.
Ada tiga kategori yang harus menjalani rapid test, yakni orang tanpa gejala (OTG), orang dalam pemantauan (ODP) dan pasien dalam pengawasan (PDP).
Status tersebut akan ditentukan oleh petugas kesehatan.
Berikut penjelasan ketiga kategori tersebut :
1. OTG
Status OTG diberikan kepada masyarakat yang tidak menunjukan gejala tetapi pernah melakukan kontak erat dengan pasien positif Covid-19.
Bisa saja, orang tersebut tidak mengalami, atau merasakan gejala tertentu dan merasa sehat.
Namun, karena dia tahu telah melakukan kontak dengan pasien positif Covid-19, maka dia harus menjalani rapid test.
2. ODP
Status ini diberikan kepada masyarakat yang mengalami demam tinggi di atas 38 derajat celcius tanpa sebab lainnya atau pilek atau sakit tenggorokan atau batuk dan pernah berada di daerah dengan penularan lokal atau pernah kontak erat dengan penderita positif
3. PDP
Ada tiga kondisi yang bisa ditetapkan sebagai PDP.
Yang pertama adalah orang yang mengalami Infeksi Saluran Pernapasan Akut (ISPA) dan pernah berada dalam daerah penularan lokal.
Yang kedua adalah orang yang mengalami demam dan pernah berkontak dengan pasien positif.
Dan ketiga, adalah orang yang mengalami ISPA berat atau Pneumonia berdasarkan gambaran klinis yang meyakinkan.