Yasona Laoly Gulirkan Wacana Koruptor Bebas Keluar Penjara, Demi Hindari Penularan Virus Corona

Yasonna Laoly menyebutkan jika hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya penularan virus corona atau covid-18 dalam lingkungan penjara.

KOMPAS.com/INDRA AKUNTONO
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H Laoly. 

TRIBUNSUMSEL.COM - Wacana membebaskan koruptor dari penjara digulirkan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia (Menkumham), Yasonna Laoly.

Yasonna Laoly menyebutkan jika hal tersebut dilakukan untuk mencegah adanya penularan virus corona atau covid-18 dalam lingkungan penjara..

Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 99 Tahun 2012 tentang Syarat dan Tata Cara Pelaksanaan Hak Warga Binaan Pemasyarakatan rencananya akan direvisi oleh Yasonna Laoly.

"Karena ada beberapa jenis pidana yang tidak bisa kami terobos karena Peraturan Pemerintah Nomor 99/2012," kata Yasonna dalam rapat kerja dengan Komisi III DPR yang digelar virtual, Rabu (1/4/2020).

Sebelumnya, Yasonna mengeluarkan Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 10 Tahun 2020 dan Keputusan Menteri Hukum dan HAM Nomor M.HH-19.PK/01.04.04 tentang Pengeluaran dan Pembebasan Narapidana dan Anak Melalui Asimilasi dan Integrasi dalam Rangka Pencegahan dan Penanggulangan Penyebaran Covid-19.

 

Dalam kepmen yang dikeluarkan tersebut diterangkan mengenai salah satu pertimbangan dalam membebaskan para tahanan tersebut yaitu tingginya tingkat hunian di lembaga pemasyarakatan, lembaga pembinaan khusus anak, dan rumah tahanan negara.

Yasonna Laoly tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Menurut rencana, presiden Joko Widodo akan memperkenalkan jajaran kabinet barunya kepada publik hari ini usai dilantik Minggu (20/10/2019) kemarin untuk masa jabatan periode 2019-2024 bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)
Yasonna Laoly tiba di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (22/10/2019). Menurut rencana, presiden Joko Widodo akan memperkenalkan jajaran kabinet barunya kepada publik hari ini usai dilantik Minggu (20/10/2019) kemarin untuk masa jabatan periode 2019-2024 bersama Wakil Presiden Ma'ruf Amin. (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN) (TRIBUNNEWS/IRWAN RISMAWAN)

Karena masalah itulah yang menyebabkan lapas dan rutan rentan terhadap penyebaran virus Corona.

Akan tetapi, napi khusus kasus korupsi tidak bisa ikut dibebaskan karena terganjal PP Nomor 99 Tahun 2012.

Sebab itulah Menkumham menginginkan PP tersebut direvisi.

"Perkiraan kami bagaimana merevisi PP 99/2012 tentu dengan kriteria ketat sementara ini," katanya.

Kriteria ketat yang dimaksud tersebut adalah asimilasi hanya diberikan kepada napi korupsi dengan berusia di atas 60 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidana yang jumlahnya sebanyak 300 orang.

Menkumham Yasonna Laoly mengatakan usulan revisi PP Nomor 99 Tahun 2012 tersebut bakal disampaikan kepada Presiden Joko Widodo dalam rapat terbatas (ratas).

"Kami akan laporkan ini di ratas dan akan kami minta persetujuan presiden soal revisi emergency ini bisa kita lakukan," ujar Yasonna.

Jangan abaikan aspek keadilan

Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Nurul Ghufron menanggapi wacana tersebut dengan menekankan dan memberikan peringatan terhadap aspek tujuan pemidanaan keadilan tidak boleh diabaikan.

Walaupun pembebasan narapidana dengan alasan kemanusiaan dapat dilaksanakan.

"Itu yang saya garis bawahi, asal tetap memperhatikan aspek tujuan pemidanaan dan berkeadilan.

Ini kan bukan remisi kondisi normal, ini respons kemanusiaan sehingga kacamata kemanusiaan itu yang dikedepankan," terang Ghufron kepada wartawan, Rabu.

Ghufron menjelaskan, KPK akan menyerahkan mekanisme revisi PP tersebut kepada Kemenkumham.

Walaupun seperti itu, KPK pun akan memberikan koridor agar revisi PP tidak mengabaikan aspek tujuan pemidanaan dan keadilan.

Ghufron berpendapat para narapidana kasus korupsi tetap perlu diperhatikan selayaknya manusia dalam hal pencegahan penularan Covid-19.

"Bukan mendukung atau tidak, ini memahami dan respons terhadap penularan virus Covid-19, itu intinya, dengan pertimbangan kemanusiaan bahwa mereka juga manusia yang masih memiliki hak dan harapan hidup," ujar Ghufron menambahi.

Secara terpisah, plt Juru Bicara KPK Ali Fikri menambahkan, wacana revisi PP tersebut harus dikaji secara matang dan jangan sampai memberikan jalan pintas bagi para koruptor untuk menghirup udara bebas.

KPK, kata Ali, tidak pernah dimintai pendapat tentang substansi dari materi yang akan dimasukan dalam perubahan PP tersebut.
"KPK berharap jika dilakukan revisi PP tersebut tidak memberikan kemudahan bagi para napi koruptor, mengingat dampak dan bahaya dari korupsi yang sangat merugikan negara dan masyarakat," kata Ali.

Tidak signifikan

Peneliti Pusat Kajian Antikorupsi UGM Zaenur Rohman menilai pembebasan napi kasus korupsi tidak akan berpengaruh banyak untuk menekan jumlah penghuni penjara dan mencegah penyebaran Covid-19.

"Untuk tindak pidana korupsi menurut saya jangan dibuat persyaratan yang mudah.

Kenapa? karena dilihat dari data, warga binaan tindak pidana korupsi itu sangat kecil sehingga tidak signifikan sebagai pengurang jika mereka dikeluarkan," ujar Zaenur.

Menurut Zaenur, kebijakan Kemenkumham mengeluarkan sejumlah narapidana dari lembaga pemasyarakat untuk mencegah penyebaran Covid-19 itu memang layak didukung.

Akan tetapi dia juga mengingatkan, narapidana kejahatan sangat serius seperti kasus korupsi, terorisme, dan narkotika seharusnya tidak disamakan dengan narapidana tindak pidana umum.

"Menurut saya yang harus diutamakan untuk tindak pidana yang tidak serius, tidak serius itu contohnya tindak pidana yang tidak ada korbannya seperti perjudian atau juga tindak pidana sejenis, itu harus dijadikan sebagai prioritas untuk dikeluarkan," jelas Zaenur.

Sedangkan pendapat Zaenur, pembebasan narapidana kasus korupsi, terorisme, dan bandar narkoba, harus melalui syarat yang lebih ketat.

Contohnya, hanya diberikan bagi mereka yang mempunyai risiko kesehatan.

"Kalau ada warga binaan tindak pidana korupsi yang mempunyai risiko kesehatan tinggi, atas nama kemanusiaan bisa kemudian untuk digunakan mekanisme pembebasan bersyarat dengan alasan darurat kesehatan seperti ini," ungkap Zaenur.

KPK sebelumnya telah menerbitkan kajian terkait layanan di lembaga pemasyarakatan yang menyoroti masalah overkapasitas di lapas.

Salah satu rekomendasi yang disampaikan KPK yaitu memberi remisi bagi para pengguna narkoba mengingat nyaris separuh penghuni lapas dan rutan terkait dengan kasus narkoba.

Sementara, dalam wacana revisi PP Nomor 99 Tahun 2012, Yasonna tidak hanya mengusulkan asimilasi bagi para koruptor melainkan juga napi kasus narkotika, napi asing, dan napi tindak pidana khusus yang dinyatakan sakit kronis.

Yasonna menuturkan, asimilasi bagi napi narkotika akan diberikan bila memenuhi kriteria masa pidana 5-10 tahun dan telah menjalani 2/3 masa pidananya.

Ia memperkirakan ada 15.422 napi narkotika yang memenuhi syarat tersebut untuk diberikan asimilasi.

Selanjutnya, pemberian asimilasi terhadap napi tindak pidana khusus (tipidsus) yang dinyatakan sakit kronis oleh dokter pemerintah dan telah menjalani 2/3 masa pidana berjumlah 1.457 orang.

(TRIBUNNEWSWIKI.CO/Kaka, Kompas.com/Ardito Ramadhan)

Sebagian artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul, "Wacana Yasonna Bebaskan Koruptor untuk Cegah Covid-19 di Penjara"

Sumber: TribunnewsWiki
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved