Korban Selamat Menangis dan Teriak-teriak di Hari Pertama Sekolah Pasca Tragedi Susur Sungai Sempor

Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Wilayah DIY, Siti Urbayatun, mengatakan kejadian yang dialami kemarin bersifat luar biasa.

Editor: Weni Wahyuny
Tribun Jogja/Hasan Sakri Ghozali
Hari pertama sekolah di SMPN 1 Turi, Sleman, Senin (24/2/2020) pagi pascatragedi susur sungai kegiatan Pramuka yang menewaskan 10 siswanya. 

TRIBUNSUMSEL.COM, SLEMAN - Hari ini menjadi hari pertama masuk sekolah bagi para siswa SMPN 1 Turi pasca tragedi maut susur sungai kegiatan Pramuka, Senin (24/2/2020).

Hari pertama sekolah ini, para siswa mendapatkan pendampingan psikologis dari para psikolog.

Seperti diketahui tragedi susur sungai ini menewaskan 10 siswa, sejumlah siswa luka dan beberapa siswa lainnya mengalami trauma akibat tersapu aliran sungai yang banjir,  Jumat (21/2/2020) lalu.

Ketua Ikatan Psikolog Klinis (IPK) Wilayah DIY, Siti Urbayatun, mengatakan kejadian yang dialami kemarin bersifat luar biasa.

Ia menemukan enam siswa yang mengalami gejala gangguan psikologis.

"Sekali lagi ini baru gejala bukan gangguan. Ada yang menangis dan berteriak-teriak misalnya. Kami akan terus mendata gejala yang ditunjukkan adik-adik ini," jelasnya.

"Kita membutuhkan dukungan berbagai pihak untuk menciptakan lingkungan yang kondusif. Universitas di Yogyakarta yang memiliki Fakultas Psikologi kami minta bantuan, organisasi masyarakat juga banyak yang membantu," ujarnya.

Saat ini dibuka dua posko untuk penanganan psikis siswa pasca musibah, yaitu di Puskesmas Turi dan SMPN 1 Turi.

Tim psikologi telah berjaga mulai Jumat hingga Senin pagi ini selama 24 jam untuk melakukan pendampingan psikologi.

 

"Kemungkinan sampai seminggu ke depan kami stand by di dua posko. Jika diperlukan kami juga melakukan home visit," ungkap Siti.

Terapi Psikolog

Pasca tragedi susur sungai yang menewaskan 10 siswa, hari ini, Senin (24/2/2020), SMPN 1 Turi Sleman kembali memulai aktivitas belajar mengajar.

Para murid termasuk para korban tragedi susur sungai SMPN 1 Turi Sleman kembali memulai kegiatan belajarnya hari ini.

Meski masih dirundung duka atas tewasnya 10 siswi akibat tragedi susur sungai, pihak SMPN 1 Turi hari ini tampak bangkit dari trauma.

Beberapa siswa dan guru pun terlihat mulai berdatangan sejak pagi.

 

Tak hanya siswa dan guru, rupanya di hari pertama ini SMPNN 1 Turi kedatangan tamu dari para relawan psikolog.

Ya, hari pertama dimulainya aktivitas belajar ini rupanya pihak SMPN 1 Turi rupanya memberikan terapi psikolog bagi para muridnya.

Tak dipungkiri jika rasa trauma dan takut akan tragedi susur sungai masih terekam jelas dalam ingatan para murid.

Untuk memulihkan psikologis para siswa karena trauma peristiwa terseret arus sungai, sejumlah psikolog memberikan pendampingan.

Para siswa kela 7 dan kelas 8 di kelas masing-masing mendapatkan pendampingan dari relawan dan psikolog.

Mereka akan mendapatkan terapi psikolog untuk pulihkan dari rasa takut dan trauma.

Sementara itu para siswa kelas 9 tengah belajar try out ujian berbasis komputer (CBT) untuk persiapan Ujian Nasional (CBT).

Beberapa aparat kepolisian juga terlihat berjaga-jaga di sekitar halaman SMPN 1 Turi.

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Hari Pertama Sekolah SMPN 1 Turi Pasca Tragedi Susur Sungai, 6 Siswa Menangis dan Berteriak-teriak

Kesaksian Kodir

Musibah Jumat (21/2/2020) sore di Sungai Sempor, Donokerto, Turi, Sleman merenggut nyawa 10 siswi SMPN 1 Turi.

Saat mereka tengah menyusuri sungai mendadak banjir datang.

Anak-anak berseragam pramuka itu menjerit ketakutan.

Mendengar jeritan minta tolong bersahutan, seorang warga Kembangarum Wetan Kali, Donotirto, Turi, Darwanto (37) langsung bergegas mencari sumber suara.

Saat itu, pria yang akrab disapa Kodir itu tengah dalam perjalanan menuju sungai untuk memancing ikan.

Sontak alat pancingnya dibuang, lalu lari ke arah sungai.

Berada di tebing setinggi tiga meter, Kodir melihat anak-anak itu berjuang untuk bertahan dari gempuran arus.

Ada yang pegangan kayu, batu, dan tidak sedikit yang terseret.

Kodir memutuskan untuk melompat dan meraih satu per satu anak. Ia bawa mereka ke pinggir sungai.

Wartawan Tribun Jogja, Hendy Kurniawan dan Sigit Widya mendapat kesempatan wawancara khusus dengan Kodir. Berikut petikan wawancaranya.

Bagaimana ceritanya hingga Anda datang menolong anak-anak itu?

Sore itu, saat akan memancing bersama adik saya sekitar pukul 14.30 WIB, saya mendengar teriakan bocah-bocah dari arah sungai.

Saya spontan membuang joran, lalu berlari ke sumber suara.

Dari tebing saya melihat puluhan anak berada di dasar sungai.

Sebagian berada di pinggir sambil memegang tebing, sebagian lagi berada di tengah sungai sambil memegangi batu.

Kondisi air masih sangat deras.

Apa yang kemudian Anda lakukan?

Saya seketika loncat dari ketinggian tiga meter. Saya tak perlu pikir panjang, apalagi saya sudah hafal betul kondisi sungai di sekitar situ.

Setelah nyebur di air, saya segera mengevakuasi anak-anak yang memegangi batu di tengah sungai.

Saya bawa mereka satu per satu ke pinggiran yang bisa dinaiki.

Ada yang saya bawa ke kiri sungai, ada yang ke kanan sungai. Saya bawa mereka naik.

Bagaimana kondisi siswa yang berada di pinggir sungai sambil memegangi tebing?

Adik saya ikut turun.

Adik saya yang mengevakuasi mereka.

Saya fokus menolong anak-anak yang berada di tengah, adik saya mengevakuasi yang berada di pinggir.

Selama mengevakuasi anak-anak, saya tak melihat ada siswa maupun siswi hanyut terbawa arus. Semua bertahan, dengan cara memegangi apapun yang ada di sungai.

Berapa anak yang Anda evakuasi?

Total anak yang saya evakuasi lebih dari 20 orang. E

nam anak dalam kondisi lemas.

Banyak perempuannya.

Selain Anda dan adik, siapa lagi yang menolong anak-anak?

Di tempat lain di sungai, saya juga melihat beberapa warga mengevakuasi siswa-siswi yang berada di pinggir sungai sambil memegangi bebatuan.

Mereka membantu pakai tali.

Berapa lama Anda melakukan evakuasi itu?

Setelah semua terevakuasi dan berada di atas tebing, saya coba mencari tangga bambu.

Gunanya untuk menyeberangkan mereka ke jalur yang memungkinkan untuk dilalui.

Proses evakuasi yang saya lakukan berlangsung lebih kurang tiga jam dari pukul 14.30 sampai 17.30.

Setelah menolong, saya pulang. Habis maghrib saya balik lagi, nyari lagi. Nengok di lembah Sempor, sampai pukul 21.30, terus ada yang ketemu satu lagi itu. Iya meninggal. (*)

Artikel ini telah tayang di Tribunjogja.com dengan judul WAWANCARA EKSKLUSIF: Darwanto Sang Penyelamat Puluhan Siswa, Loncat dari Ketinggian 3 Meter

Artikel ini telah tayang di Tribunnews.com dengan judul Kodir Lihat Siswa SMP Hanyut di Sungai Sempor Bertahan dari Gempuran Arus: Sebagian Pegang Tebing

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved