Korupsi Muaraenim
Saksi Sidang Korupsi Muaraenim : Ahmad Yani dan Juarsah Dapat Satu Kardus Berisi Uang
Juarsah yang saat ini menjabat sebagai Plt Bupati Muara Enim kembali disebut sebagai penerima aliran dana suap yang menjerat Ahmad Yani
Penulis: Shinta Dwi Anggraini | Editor: Wawan Perdana
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Juarsah yang saat ini menjabat sebagai Plt Bupati Muara Enim kembali disebut sebagai penerima aliran dana suap yang menjerat Bupati Muara Enim (non aktif) Ahmad Yani.
Juarsah bahkan disebut pernah menerima uang yang disimpan dalam satu kardus air mineral dari terdakwa kasus suap 16 paket proyek Dinas PUPR Muara Enim, Robi Okta Fahlevi.
Hal ini diketahui berdasarkan keterangan PNS Kasubag PUPR Muara Enim, Edi Yansah saat memberikan kesaksian dihadapan majelis hakim di pengadilan Tipikor Palembang, Selasa (27/11/2019).
Dalam kesaksiannya, Edi Yansah mengakui bahwa dirinya pernah diminta menemani A. Elfin Mz Muchtar selaku PPK untuk mengambil uang di rumah terdakwa Robi di Palembang.
Setibanya disana, dia melihat sudah terdapat dua kardus air mineral yang dikatakannya berisi uang masing-masing sebesar Rp 200 dan Rp 300 juta.
• Kesaksian Pegawai PUPR Muara Enim, 2 Kardus Berisi Uang Disiapkan untuk Bupati dan Wakil Bupati
"Satu kardus untuk pak Ahmad Yani, satunya lagi untuk pak Juarsah. Tapi Saya tidak buka kardusnya pak, cuma tahu kalau itu isinya uang. Alfin yang bilang ke saya itu berisi uang,"ujarnya.
Meski mengakui adanya pengambilan uang yang nantinya akan diberikan kepada Ahmad Yani dan Juarsah, namun Edi Yansah berujar bahwa awalnya dia tidak tahu untuk apa uang tersebut diberikan.
"Saya baru tahu dari Efin kalau uang itu untuk fee proyek," ucapnya.
Kembali dia melanjutkan, uang itu diberikan kepada Ahmad Yani dan Juarsah dalam satu hari yang sama. Namun pada jam berbeda.
• Sidang Korupsi Muara Enim : Ketua Pokja IV Ilham Sudiono Dapat Aliran Dana Beli Harley Davidson
Dia menjelaskan, pertama uang itu diberikan ke Ahmad Yani baru kemudian satu kardus lagi diberikan ke Juarsah.
"Gantian diberikannya, ke pak Ahmad Yani dulu baru setelahnya diserahkan ke pak Juarsah," ucapnya.
Wakil Bupati Muaraenim Juarsah sebelumnya mengatakan, tak mengenal Robi Okta Fahlevi yang menjadi tersangka dalam kasus OTT Dana Aspirasi DPRD di Dinas PUPR Kabupaten Muaraenim.
Hal ini dikatakan Wakil Bupati, H Juarsah SH saat ditemui awak media disela-sela kegiatannya, Kamis, (21/11/2019).
"Saya sama sekali tidak tahu menahu terkait hal itu, Saya tidak kenal Robi, jangankan kenal, bertemu dia (Robi. Red) saja saya belum pernah," kata Juarsah.
Ia juga mengaku kaget saat mengetahui namanya disebut dalam persidangan tersebut.
"Terus terang saya kaget, saya dapat informasi itu baru semalam, saat saya sedang menghadiri malam puncak HUT Kabupaten Muaraenim," katanya.
Ia juga mengatakan terkait namanya yang diseret-seret, kemungkinan pihaknya kedepan akan mengambil langkah hukum.
" Bisa jadi, kalau nama kita difitnah, kemungkinan kita akan mengambil langkah hukum, yang pastinya saya tidak kenal Robi, jadi semua kita serahkan saja kepada proses hukum yang sedang berjalan," pungkasnya
Buku Biru
Dalam sidang kedua kemarin, jaksa penuntut umum KPK menunjukkan bukti berupa buku biru yang berisi catatan setiap pengeluaran uang sebagai fee dari terdakwa Robi.
Tujuan pemberian fee untuk memenangkan 16 paket proyek Dana Aspirasi DPRD Kabupaten Muara Enim APBD Murni TA 2019 di Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, dengan nilai mencapai hampir Rp 130 miliar.
Sebagai saksi pertama dari sembilan orang saksi yang dihadirkan, Edi Rahmadi selaku Manager PT Indo Paser Beton milik terdakwa Robi mengaku tidak tahu perihal pengeluaran uang tercatat di buku tersebut sebagai fee.
Sebab berdasarkan keterangannya, buku biru itu lebih diperuntukkan sebagai catatan pengeluaran atau kas bon yang dikeluarkan terdakwa Robi ke beberapa pihak di dinas pemerintah Muara Enim termasuk Ahmad Yani yang saat itu menjabat sebagai Bupati.
"Biasanya pak Robi yang bergerak untuk mendapatkan proyek. Kalau urusan fee beliau juga yang lebih tahu," ucapnya.
Namun Edi menegaskan bahwa setiap pengeluaran yang ditulis di buku biru tersebut, pasti berdasarkan aliran dana yang keluar.
"Intinya pak, kalau dicatat (di buku biru) pasti uangnya keluar," tegasnya.
Dalam persidangan diungkapkan nama-nama pejabat Muara Enim beserta nominal uang yang mereka terima.
Mulai dari A Elfin Mz Muchtar selaku PPK, Ramlan Suryadi selaku Plt Kepala Dinas PUPR Kabupaten Muara Enim, Ilham Sudiono selaku Ketua Pokja IV dan Aries HB selaku Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim.
Bupati Muara Enim Ahmad Yani yang juga tertulis namanya di buku biru tersebut, dituliskan bernama Omar.
"Tidak tahu kenapa dipanggil Omar. Kita tahunya pak Robi panggil pak Bupati seperti itu," ujar Edi menjawab pertanyaan JPU KPK terkait penulisan nama Komar.
Dalam buku biru itu tertulis nama Omar sempat menerima aliran dana sebesar Rp 3 miliar.
Edi mengaku dirinya mendampingi terdakwa Robi saat menyerahkan uang tersebut kepada A. Elfin Mz Muchtar selaku PPK dan Reza selaku ajudan pribadi Ahmad Yani untuk diberikan kepada Omar alias Ahmad Yani.
Adapula pemberian uang lain sebanyak Rp1.150.000.000 dan Rp.5 miliar. Namun selebihnya Edi mengaku lupa dengan pemberian yang lain terhadap Omar.
"Saya lupa pak," ucapnya
Dalam memberikan kesaksian, Edi memang cenderung berbelit-belit dengan banyak mengaku lupa terhadap transaksi yang diketahuinya dari buku biru tersebut.
Hal ini pula yang menjadikan Edi sempat menerima teguran dari JPU KPK maupun ketua majelis hakim agar lebih bersikap kooperatif dalam persidangan.
Tak hanya untuk Ahmad Yani, Edi juga mengaku bahwa dirinya juga pernah mendampingi terdakwa Robi memberikan uang ke Aries HB selaku Ketua DPRD Kabupaten Muara Enim.
Pemberian uang tersebut dibuktikan dengan tercatatnya pengeluaran uang sebesar Rp 2 miliar atas nama Om Yes alias Aries HB.
"Penyerahan uangnya di rumah keluarga pak Aries di Palembang. Saya diajak terdakwa dan pak Aries langsung yang menerima uangnya," ucap Edi.
Dalam keterangannya Edi juga menuturkan bahwa terdakwa Robi turut menyerahkan uang sebesar Rp 250 juta untuk keperluan membeli motor Harley Davidson kepada Ketua Pokja IV Ilham Sudiono
Kendaraan itu rencananya akan digunakan sebagai motor patwal sesuai dengan permintaan Ahmad Yani.
"Tapi sampai sekarang setahu saya motor itu belum dibelikan," ujarnya.
Sementara itu, kesaksian Edi hampir seluruhnya dibenarkan oleh terdakwa Robi.
Termasuk peranan Edi yang mendampingi terdakwa Robi saat memberikan fee.
Kecuali pengeluaran uang sebesar Rp. 250 juta yang dikatakan Edi digunakan guna membeli motor Harley Davidson sebagai motor patwal sesuai dengan permintaan Ahmad Yani.
"Benar semua yang mulia. Untuk pemberian fee sejak dari awal saya yang salah. Hanya saja untuk aliran fee ke Pokja IV Ilham Sudiono tidak benar. Disitu Ilham meminjam uang sebesar Rp.250 juta untuk pembelian motor Harley Davidson. Jadi itu bukan fee," ujarnya.