Heboh Rekening Terpotong Otomatis Bayar BPJS Tanpa Izin Beredar, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan

Heboh Rekening Terpotong Otomatis Bayar BPJS Tanpa Izin Beredar, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan

Facebook
Heboh Rekening Terpotong Otomatis Bayar BPJS Tanpa Izin Beredar, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan 

TRIBUNSUMSEL.COM - Heboh Rekening Terpotong Otomatis Bayar BPJS Tanpa Izin Beredar, Ini Penjelasan BPJS Kesehatan  

Sebuah tangkapan layar mengenai seseorang yang mengklaim rekeningnya terdebit otomatis untuk pembayaran BPJS tanpa sepengetahuannya, tersebar di media social Facebook.

Tangkapan layar yang tertulis tersebut berbunyi:

“Percayalah…

255.000 itu saya nggak melakukan transaksi apa apaz terus tiba2 kedebet 255.000

Lah kok bisa???

Setelah telp ke customer care jawaban nya enteng…

Bapak punya BPJS??

Iya buk…

Sekarang auto debet Bapak…

Nah kan mampus habis itu dah…

Ngambil paksa tanpa ijin pula…

Sekarang belum naek…

Tahun 2020, 1 bulan nya 2x lipat itu terus auto debet, dimatikan pun tak bisa…”

Dalam tangkapan layar yang tersebar juga ditunjukkan print struk bank yang menunjukkan 5 mutasi terakhir.

Terkait hal tersebut Kompas.com menghubungi Kepala Humas BPJS Kesehatan M Iqbal Ma’ruf.

Menurut Iqbal tidaklah mungkin peserta yang menunggak BPJS rekeningnya bisa terpotong otomatis tanpa peserta mendaftarkan akun rekening banknya sebagai rekening autodebet untuk pembayaran BPJS.

“Untuk mengaktifkan layanan autodebet, harus ada persetujuan tertulis (surat kuasa) dari peserta JKN-KIS yang bersangkutan,” kata Iqbal saat dihubungi Senin (25/11/2019).

Hal tersebut menurutnya berlaku untuk calon peserta JKN-KIS yang baru akan mendaftar maupun peserta JKN-KIS yang sudah terdaftar.

“Jadi tidak benar jika otomatis digunakan layanan autodebit tanpa persetujuan tertulis jadi peserta,” ujar dia lagi.

Lebih lanjut Iqbal menegaskan, BPJS kesehatan merupakan lembaga pemerintah yang senantiasa patuh pada regulasi yang ada.

"Sehingga tidaklah mungkin ada kebijakan tanpa merujuk regulasi yang berlaku," ucapnya.

Jika seorang peserta BPJS memiliki keluhan maupun pertanyaan, Iqbal mengatakan masyarakat bisa menghubungi care center di 1500400, mention ke akun media sosial BPJS Kesehatan, ataupun datang ke kantor cabang.

Terkait dengan aturan autodebit BPJS, Iqbal mengatakan bagi peserta baru mandiri sekarang terdapat aturan, yakni salah satu syarat pembuatan BPJS adalah peserta wajib untuk mendaftarkan rekeningnya untuk autodebit setiap bulan.

Hal itu menurutnya sesuai dengan peraturan BPJS Kesehatan No. 6 tahun 2018.

Adapun tujuannya adalah untuk memastikan status peserta senantiasa aktif sehingga dapat terlindungi oleh Jaminan Kesehatan jika sewaktu-waktu membutuhkan layanan kesehatan.

Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "Viral Rekening Terpotong Otomatis Tanpa Izin, Ini Kata BPJS Kesehatan", https://www.kompas.com/tren/read/2019/11/26/060000865/viral-rekening-terpotong-otomatis-tanpa-izin-ini-kata-bpjs-kesehatan?page=all#page2.
Penulis : Nur Rohmi Aida
Editor : Resa Eka Ayu Sartika

Presiden Jokowi : BPJS Kesehatan Defisit Karena Salah Kelola

residen Joko Widodo (Jokowi) menyebut defisit BPJS Kesehatan dapat diatasi dengan mengintensifkan atau memperbaiki sistem penagihan iuran peserta BPJS Kesehatan yang ditanggung secara mandiri oleh peserta.

"Kita ini kan sudah bayari yang 96 juta (peserta), dibayar oleh APBN. Tetapi di BPJS terjadi defisit itu karena salah kelola saja. Artinya apa? Yang harusnya bayar pada enggak bayar."

"Artinya di sisi penagihan yang mestinya diintensifkan," ujarnya.

Presiden menyampaikan hal itu usai inspeksi mendadak (sidak) ke RSUD Abdul Moeloek yang terletak di Kota Bandar Lampung pada Jumat, (15/11/2019).

Sidak ini dilakukan Jokowi setibanya Presiden Joko Widodo di Provinsi Lampung dalam rangka kunjungan kerja.

"Ini kunjungan mendadak, saya enggak memberi tahu ke siapapun," ujar Jokowi usai sidak, seperti dikutip dari siaran pers resmi Istana.

Dalam kesempatan tersebut, Kepala Negara mengunjungi instalasi rawat jalan RS dan bertanya langsung kepada sejumlah pasien yang ada di lokasi.

Presiden hendak mencari tahu tentang pemanfaatan dan pelayanan BPJS Kesehatan yang diterima oleh para pasien.

"Saya hanya ingin memastikan apakah yang namanya Kartu BPJS itu betul-betul sudah dipegang oleh rakyat, oleh pasien, yang ada di rumah sakit. Saya cek tadi hampir 90 persen lebih memakai BPJS," kata Presiden.

Dari penuturan pasien, Presiden memperoleh informasi bahwa proporsi kepesertaan BPJS Kesehatan yang ia temui di rumah sakit tersebut justru lebih banyak didominasi oleh peserta program BPJS Kesehatan di luar pembiayaan negara atau daerah yang berarti membayar iuran secara mandiri.

Padahal, jumlah peserta BPJS Kesehatan terbesar merupakan yang berasal dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai oleh anggaran APBN.

Data BPJS Kesehatan per 31 Oktober 2019 menyebut bahwa terdapat 96.055.779 peserta BPJS Kesehatan yang dibiayai oleh APBN.

Jumlah tersebut belum termasuk jumlah peserta dari kategori Penerima Bantuan Iuran (PBI) yang dibiayai anggaran APBD yang mencapai 37.887.281 peserta berdasarkan data yang sama. 
Artinya, lebih dari 133 juta peserta BPJS Kesehatan atau kurang lebih 60 persen dari total kepesertaan BPJS Kesehatan yang mencapai 222.278.708 ditanggung oleh negara.

"Ini yang mau saya lihat. Karena yang PBI itu kan banyak. Dari pemerintah itu 96 juta plus dari Pemda itu 37 juta. Harusnya ini sudah mencakup 133 juta. Harusnya yang gratis 133 juta. Ada di mana? Siapa yang pegang? Saya hanya ingin memastikan itu," tuturnya.

Turut mendampingi Presiden dalam sidak tersebut ialah Menteri Sekretaris Negara Pratikno, Menteri BUMN Erick Thohir, Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat Basuki Hadimuljono, dan Gubernur Lampung Arinal Djunaidi.

Rumah Sakit Krisis Keuangan

Manajemen rumah sakit di Palembang putar otak mengatasi masalah keuangan akibat tunggakan klaim BPJS Kesehatan.

Penggunaan air dan telepon dibatasi.

Perjalanan dinas juga disetop.

Sementara pembayaran jasa dokter selama empat bulan terpaksa ditunggak.

Direktur RSUD Bari Palembang, Makiani, mengakui ada dampak yang dirasakan pihaknya akibat klaim tunggakan BPJS Kesehatan belum dibayarkan.

"Klaim baru dibayar pada Juni yang lalu untuk klaim bulan-bulan sebelumnya. Untuk Juli hingga saat ini belum ada," kata Makiani.

Karena itu, untuk menekan biaya pihaknya melakukan penghematan pengeluaran, seperti rapat dilakukan tanpa snack dan menunda ikut diklat.

"Dampak lainnya yang kami hadapi yakni kesulitan stok obat-obatan dan bahan habis pakai karena beberapa perusahaan obat ngeblok obat-obatnya sebelum kami bayar utang obat," jelasnya.

Tentu kata dia, permasalahan itu berdampak pada operasional RS.

Namun untuk pelayanan pasien masih tetap berjalan.

"Upaya kami mengatasi rendahnya likuiditas sebagai dampak belum dibayarnya klaim RS oleh BPJS adalah kami melakukan efisiensi di semua aktivitas operasional," jelasnya.

Misalnya juga penggunaan listrik, telepon, dan air secara cermat. Pengurangan efisiensi pemakaian ATK, kertas, cetakan.

"Kegiatan rapat tidak menggunakan snack rapat lagi. Perjalanan dinas untuk hal-hal yang sangat penting. Pembayaran jasa dokter tertunda tertunda. Saat ini baru membayar jasa Juni. Pengunaan dan pemesanan obat secara cermat dan efisien," bebernya.

Upaya lain pihaknya lakukan yakni berusaha untuk mencari pendapatan dengan membuka pelayanan-pelayanan umum seperti Graha Eksekutif, pelayanan Medical Check-Up ke perusahaan-perusahaan seperti dengan PDAM Tirta Musi.

"Dengan cara begini salah satu juga untuk mencari pendapatan bagi RSUD Bari," jelasnya.

Makiani mengatakan untuk pembayaran gaji pegawai honor tetap diprioritaskan.

"Tetap kita priotiaskan gaji pegawai honorer tanpa pengurangan sedikit pun," tegasnya.

Ia berharap BPJS segera membayar utang ke RS dan ke depannya supaya lebih pasti lagi pembayaran klaim ke rumah sakit.

Kondisi serupa dialami RSMH Palembang yang juga turut terkena imbas akibat tunggakan klaim BPJS Kesehatan.

"Kami juga turut prihatin dengan keadaan ini. Namun memang kami akui saat ini sudah mulai mengurangi perjalanan dinas yang kami tunda terlebih dahulu akibat tunggakan klaim BPJS ini," jelas Koordinator Humas RSMH Palembang, Akhamd Suhaimi.

Sejak awal tahun lalu juga meniadakan snack di setiap acara. Terkecuali acara atau rapat dalam waktu lama.

"Kami juga selama ini telah melakukan pengehematan air, listrik bahkan ATK seperti kertas sisa yang masih bisa dipakai untuk print ulang atau bolak-balik juga kami lakukan saat ini sehingga tidak langsung dibuang saja," jelasnya.

"Namum untuk pelayanan tetap terus kami maksimalkan karena pelayanan tetap menjadi nomor satu," tegasnya.

"Untuk gaji pegawai honorer tetap kami prioritaskan dan tak ada pengurangan. Kita ini ada sebanyak 714 pegawai honorer dari BLU dan 752 pegawai honorer kontrak," tambah Suhaimi.

Katanya, hampir 80 persen pasien RSMH ini merupakan pengguna BPJS sehingga operasional pun sangat tergantung pembayaran klaim BPJS Kesehatan.

"Kami ini sebagai rumah sakit rujukan akhir tipe A, jadi hampir semua rujukan ke kami dan memang 80 persen ini pasien BPJS," ungkap dia.

Sumber: Kompas
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved