Enggan Selamatkan Harta, Pengungsi Wamena Asal NTB Mengaku Trauma
Sebanyak delapan orang yang dipulangkan pihak provinsi NTB akibat kerusuhan yang terjadi Wamena menyisakan sejumlah cerita warga pendatang, salah satu
TRIBUNSUMSEL.COM -- Sebanyak delapan orang yang dipulangkan pihak provinsi NTB akibat kerusuhan yang terjadi Wamena menyisakan sejumlah cerita warga pendatang, salah satunya Aswadi warga Desa Penujak Kecamatan Praya Barat, Lombok Tengah yang dipulangkan dalam tahap pertama oelehPemprov NTBH pada Jum’at (4/10/2019)
Dari penuturan Aswadi setibanya di Lombok Internasional Airport (LIA) menyampaikan bahwa untuk saat ini dirinya memilih untuk mengungsi daripada tinggal menyelamatkan harta bendanya di Wamena.
“Niat untuk balik lagi, nanti dulu, kalau kondisi sudah aman, karena trauma, lebih baik kita selamatkan nyawa kita daripada harta,” tutur Aswadi.
Awadi menuturkan bahwa pada saat terjadi kerusuhan, dirinya bersama istrinya sedang makan usai shalat isya.
“Terjadinya itu malam hari kejadiannya selesai shalat isya, sehabis kita makan-makan, baru ada api besar,” ungkap Aswadi.
Bersaudara
Menut Aswadi, dirinya di sana sudah merasa akrab dengan warga Papua, dan dirinya menganggap bahwa warga asli Papua sudah menjadi saudaranya.
“Kalau saya di sana, pergaulan sama orang Wamena serasa sudah seperti saudara, karena juga banyak pendatang, serasa Wamena sudah kayak tanah kelahiran sendiri,” ungkap Asawadi.
Bapak paruh baya ini menyebutkan bahwa dirinya disana bekerja sebagai marbot masjid, dan istrinya sebagai guru tenaga honorer dan menempati Wamena selam lebih dari 2 tahun. Sebelumnya Kepala Dinas Sosial NTB, Wismaningsih Drajadiah yang menyambut kedatangan 8 warga NTB ini menyebutkan, bahwa turut perihatin atas kejadian di Wamena, dan 8 orang yang dipulangkan ini merupakan bantuan dari pemerintah Provinsi NTB.
“Kami pulangkan melalui pemerintah, sebanyak 7 orang dewasa dan satu orang anak, dan Alhamdulillah mereka dengan kondisi sehat dan selamat,” ungkap Wismaningsih. Baca juga: Ada 105 Warga NTB di Wamena, Baru 8 yang Dipulangkan ke Lombok
Pulang dengan biaya sendiri
Wismaningsih menyebutkan, sebelumnya ada 30 orang warga NTB yabng pulang dengan menggunkan biaya sendiri.
“Sebelumnya ada 30 orang yang pulang dengan menggunakan sendiri, jadi total yang sudah pulang sebanyak 38 orang,” ungkap Wismaningsih. Wismaningsih menyebutjan sebanyak 105 orang pengungsi, dan akan dipulangkan berikutnya secara bertahap.
sementara iitu Keanehan ditemukan oleh pengungsi Wamena di Distrik Sentani, Jayapura, Papua, Amin (40) saat kerusuhan di Wamena, Papua pada 23 September 2019 lalu.
Amin menuturkan bahwa keanehan ini juga disadari oleh para korban selamat dari kerusuhan yang lainnya.
Jika dua benda ini ditempatkan di depan rumah, maka rumah tersebut tidak dihancurkan atau dibakar oleh massa.
"Itu sebetulnya tidak tahu ya, kalau ini sejujurnya saya ini, kalau ada tanda di depannya ada bonggol pisang dengan kayu kasuari sebatang, itu (rumah) tidak dibakar," kata Amin saat ditemui TribunnewsBogor.com pengungsian Sentani Jayapura, Rabu (2/10/2019).
Dia mengatakan bahwa dua benda tersebut seperti sebuah tanda yang diletakan sebelum kerusuhan.
Sehingga saat kerusuhan terjadi, tidak semua rumah atau kios di Wamena dibakar atau dihancurkan massa.
"Seperti tanda. Tanda apa?, itu lah saya tanda tanya. Ada apa ini sebetulnya ?," kata pria yang sudah tinggal di Wesaput, Wamena sejak tahun 2013 itu.

Sementara, bagi Amin, kerusuhan yang terjadi di Wamena tanggal 23 September itu sama sekali tidak ia duga.
Dia tidak menduga ada massa tak dikenal berdatangan bawa bensin pasca demo mahasiswa di depan kantor Bupati Jayawijaya.
"Kalau misalkan ada isu-isu begini-begini, kita ini patuh tidak usah keluar rumah. Tidak keluar rumah, tidak apa-apa. Ini tidak ada kabar ini, berita-berita tidak ada, sampai terjadi begini," ungkap Amin.
Perusuh tua dan berjenggot
Para pengungsi mengakui bahwa dalam kerusuhan di Wamena, tidak semua warga Wamena terlibat dalam kerusuhan tersebut.
Sebagian para pengungsi di Sentani, Jayapura mengaku bahwa mereka justru bisa selamat karena ditolong oleh warga Wamena sendiri.
Seperti yang dialami oleh Amin (40), ia berhasil selamat setelah diajak bersembunyi di dalam rumah warga Wamena.
"Saya selamat dari karena ketika rumah saya di depan di bakar saya lari keluar lewat pintu belakang rumah. Sembunyi saya di rumah warga sana (Wamena)," kata Amin kepada TribunnewsBogor.com, Rabu (2/10/2019).
Tidak sampai di sana, Amin juga mengaku bahwa dia juga diberi informasi oleh warga Wamena terkait adanya kerumunan aparat agar lebih aman.
"Di sana ada anggota, dia dibilang begitu. Jadi tidak semuanya (ikut rusuh), ada juga yang menyelamatkan kita," katanya.
Dia mengatakan bahwa kerusuhan itu berawal dari demo mahasiswa di depan kantor bupati.
Namun, ketika kerusuhan terjadi, ia ragu bahwa para pelaku kerusuhan itu adalah para mahasiswa.
"Itu katanya (yang rusuh) mahasiswa. Itu semua tua-tua, berjenggot-jenggot itu, mana ada mahasiswa tua-tua, gak ada," katanya.
Hal yang sama juga dirasakan oleh pekerja di pabrik tahu, Sunam (33) yang mana dia juga diselamatkan warga lokal.
Sunam mengaku bahwa dia dan karyawan lain diusir oleh massa kemudian pabrik tahu tempat dia bekerja dihancurkan.
Saat hendak melarikan diri, Sunam dan kawan-kawannya sempat kebingungan karena sudah terkepung dan tak bisa lari kemana-mana.
"Kita semua karyawan diusir, kita itu lebih dari 50-an. Pabrik tahu tidak dibakar, tapi dirusak. Kita sempet dikepung, hari Senin itu," kata Sunam.
Akhirnya, saat itu sekitar pukul 09.00 WIT seorang warga asli Wamena memberinya pertolongan.
Dia dan 13 kawannya yang lain diajak bersembunyi di rumah warga asli Wamena tersebut sampai akhirnya Sunam diamankan aparat untuk dikirim ke pengungsian di Sentani.
"Jam 09.00 sampai jam 12.00 kita dibantu orang Wamena untuk bersembunyi di rumahnya," kata Sunam.