SOSOK Benny Wenda Diduga Dalang di Balik Rusuh Papua Barat, Benny Dapat Penghargaan dari Inggris

SOSOK Benny Wenda Diduga Dalang di Balik Rusuh Papua Barat, Benny Dapat Penghargaan dari Inggris

IST
Benny Wenda 

TRIBUNSUMSEL.COM - SOSOK Benny Wenda Diduga Dalang di Balik Rusuh Papua Barat, Benny Dapat Penghargaan dari Inggris

Manokwari mencekam pada Senin (19/8/2019) mulai pagi waktu setempat.

Kerusuhan pecah di Ibu Kota Provinsi Papua Barat tersebut.

Gedung DPRD Papua Barat dibakar massa. Sejumlah fasilitas publik dan toko-toko pun menjadi sasaran amuk massa, beberapa bahkan dijarah.

Anggota Komisi I DPR dari Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Effendi Simbolon, lantas menyebut satu nama yang diduga punya peran di balik kerusuhan tersebut.

 

Effendi Simbolon menduga ada peran tokoh Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda, di balik kerusuhan di Manokwari dan sejumlah kota lainnya di Papua Barat.

BREAKING NEWS, Satu Pemuda Tewas Akibat Perkelahian di Desa Rantau Bayur Banyuasin

Bercerai dari Ben Kasyafani, Pengakuan Mengejutkan Marshanda Akui Pernah Selingkuh, Jedar Kaget

Effendi Simbolon mengatakan, rangkaian insiden rusuh yang bermula dari tindakan represif polisi terhadap mahasiswa Papua di Surabaya, telah didesain untuk menciptakan kerusuhan.

"Dugaan saja bahwa ini di bulan ini, di belahan dunia lainnya juga sedang mereka lakukan pergerakan," kata Effendi Simbolon di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (19/8/2019).

"Ada pergerakan politik mereka. Di belahan Melanesia sana sedang ada sebuah konferensi yang sifatnya dalam rangka memunculkan isu Papua Barat merdeka."

"(Mereka) kelompok masyarakat Papua, yang dikomandani oleh Benny Wenda yang sekarang ada di Oxford, Inggris," ungkapnya.

Menurutnya, ada tujuan yang akan dicapai jika kerusuhan terus berlangsung.

Isu Papua Barat merdeka akan terus digelorakan, bahkan hingga dunia internasional, melalui argumen pemerintah melakukan tindakan represif dan rasisme terhadap warga Papua.

Untuk itu, dirinya mengingatkan pemerintah agar tidak menganggap remeh persoalan tersebut.

Bisa saja, kelompok Benny Wenda membawa persoalan tersebut ke sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

"Model isu internasional seperti ini penggalangan opininya, dan ini puncaknya di Bulan Desember ketika mereka maju di General Assembly (Majelis Umum) di PBB,"

"Dan saya ingatkan sekali lagi pemerintah jangan kecolongan."

"Kita adalah wakil tidak tetap Dewan Keamanan PBB. Tapi hati-hati, justru media itu juga yang akan lakukan untuk menyudutkan posisi tawar kita," paparnya.

Sebelumnya, kerusuhan berujung pembakaran Gedung DPRD Papua Barat, di Manokwari, diduga dipicu dugaan persekusi dan rasisme terhadap mahasiswa Papua di Malang, Surabaya, dan Semarang.

Demonstran juga membakar Gedung DPRD Papua Barat. Akibatnya, sejumlah ruas jalan ditutup. Satu di antaranya adalah jalan protokol, yaitu Jalan Yos Sudarso.

Hingga kini, protes meluas ke Kota Sorong dan kota-kota lainnya.

Sosok Benny Wenda

Sebelumnya, Indonesia mengecam pemberian penghargaan kepada Ketua Persatuan Gerakan Pembebasan untuk Papua Barat (ULMWP) Benny Wenda, oleh Dewan Kota Oxford, Inggris.

Benny Wenda mendapat penghargaan sebagai peaceful campaigner for democracy alias pengampanye perdamaian untuk demokrasi.

Penghargaan Oxford Freedom of the City Award itu diberikan pada tanggal 17 Juli 2019.

Dikutip dari keterangan Kementerian Luar Negeri, Indonesia menghargai sikap tegas Pemerintah Inggris yang konsisten dalam mendukung penuh kedaulatan dan integritas NKRI.

Karena itu, sikap Dewan Kota Oxford tidak memiliki makna apa pun.

"Indonesia mengecam keras pemberian award oleh Dewan Kota Oxford kepada seseorang bernama Benny Wenda."

"Pegiat separatisme Papua yang memiliki rekam jejak kriminal di Papua," tulis Kemenlu RI, Kamis (18/7/2019).

Indonesia lebih jauh menilai, pemberian award menunjukkan ketidakpahaman Dewan Kota Oxford terhadap sepak terjang yang bersangkutan, dan kondisi Papua dan Papua Barat yang sebenarnya.

"Posisi Indonesia terhadap kelompok separatisme akan tetap tegas. Indonesia tidak akan mundur satu inci pun untuk tegakkan NKRI," tegas pernyataan itu.

Benny Wenda masuk ke Inggris sejak tahun 2002, setelah mendapat suaka dari Pemerintah Inggris.

Sejak itu, tokoh separatis tersebut terus mengampanyekan pemisahkan Papua Barat dari NKRI, melalui kantornya di Oxford.

KBRI London menyatakan, penghargaan itu diberikan kepada orang yang salah.

Lantaran, sosok Benny Wenda merupakan pelaku penggunaan kekerasan dalam mencapai tujuan politiknya.

"KBRI London mempertanyakan dasar pemberian penghargaan tersebut sebagai “peaceful campaigner for democracy” atau pengampanye perdamaian."

"Di tengah banyaknya bukti yang mengaitkan yang bersangkutan dengan berbagai kekerasan bersenjata yang terjadi di Papua," tulis keterangan tersebut.

KBRI London menilai, penghargaan justru akan memberikan legitimasi kepada orang tersebut dan kelompoknya.

Terutama, dalam meningkatkan tindakan kekerasan bersenjata terhadap warga sipil dan aparat pemerintah yang bertugas menjaga Papua.

Bahkan, penghargaan itu merupakan kelanjutan dukungan Dewan kepada gerakan Papua Merdeka.

Setelah, sebelumnya memberi izin pembukaan kantor Free West Papua Campaign di Oxford pada 2013 lalu.

"Pemberian penghargaan kepada orang tersebut juga mengurangi kredibilitas Kota Oxford sebagai salah satu pusat pendidikan terkemuka di dunia," lanjut pesan tertulis itu.

KBRI London berpandangan, pemberian penghargaan dapat menghambat upaya peningkatan kerja sama Indonesia–Inggris, khususnya dengan Kota Oxford.

Terutama, di saat kedua negara tengah merayakan 70 Tahun hubungan diplomatik.

"Dengan tindakan itu, Dewan Kota Oxford kembali melukai perasaan rakyat Indonesia," sebut pernyataan itu.

Benny Wenda merupakan Ketua dari United Liberation Movement for West Papua.

Organisasi tersebut difokuskan untuk menggalang bantuan bagi kemerdekaan Papua.

Saat rezim Orde Baru Soeharto tumbang, ia semakin gigih memperjuangkan hak-haknya lewat berbagai program yang disusunnya.

Salah satunya, melalui organisasi Demmak (Dewan Musyawarah Masyarakat Koteka).

Gerakan referendum dari rakyat Papua untuk menentukan nasib sendiri semakin menguat di era Benny Wenda.

Ia terlibat dalam lobi-lobi politik kepada para pemimpin Indonesia.

Hingga puncaknya terjadi di era Presiden Megawati Soekarnoputri, di mana Papua akhirnya diberi status sebagai daerah Otonomi Khusus.

Karena aktivitasnya itulah, Benny Wenda harus meringkuk di terali besi dan dihukum 25 tahun penjara.

Benny Wenda berhasil melarikan diri dari ketatnya penjara Indonesia pada 27 Oktober 2002.

Pelariannya dibantu oleh aktivis kemerdekaan Papua Barat dan kemudian diselundupkan melintasi perbatasan menuju Papua Nugini.

Gerakannya semakin leluasa saat Benny Wenda dibantu oleh sekelompok LSM Eropa untuk melakukan perjalanan ke Inggris.

Di Negeri Ratu Elizabeth itulah, dirinya kini bermukim dan mendapatkan suaka politik.

Benny Wenda aktif mengampanyekan kemerdekaan Papua dari Indonesia dari jarak jauh.

Perjuangan Benny Wenda dalam menggalang kemerdekaan Papua termasuk sangat gigih.

Sejumlah dukungan mengalir dari sejumlah negara yang tergabung dengan Melanesian Spearhead Group (MSG) seperti Fiji, Papua Nugini, Kepulauan Solomon, dan Vanuatu.

Di Indonesia, Benny Wenda juga berhasil membangun aliansi dengan sejumlah tokoh OPM seperti Buchtar Tabuni, Goliath Tabuni, dan lainnya.

Benny Wenda cenderung memilih pendekatan lewat jalur lobi, diplomasi, dan anti-kekerasan.

Ia sempat mengirimkan surat terbuka kepada pemimpin Polri yang kala itu dijabat oleh Kapolri Jenderal Badrodin Haiti. 

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved