Komisioner KPU Palembang Tersangka, KPU Sumsel Sebut Urusan Pemilu Juga Tanggungjawab Bawaslu Kota
Komisioner KPU Palembang Tersangka, KPU Sumsel Sebut Urusan Pemilu Juga Tanggungjawab Bawaslu Kota
TRIBUNSUMSEL.COM - Setelah seharian viral dengan pemberitaan lima komisioner KPU Kota Palembang ditetapkan tersangka dugaan Tindak Pidana Pemilu
KPU Provinsi Sumsel ikut mendampingi guna mengklarifikasi informasi di Kantor KPU Palembang, Minggu (16/6/2019).
"Hari ini mengajak kawan-kawan mengenai penghilangan hak pilih. Kami menghargai sudut pandang angle teman-teman penyidik menetapkan 5 komisioner sebagai tersangka," ungkap Amrah Muslimin SE MSi Komisioner KPU Provinsi Sumsel Divisi SDM dan Parmas mendampingi Hepriyadi SH MH Komisioner KPU Sumsel Divisi Hukum dan Pengawasan.
• Sudah Periksa 16 Saksi, Polisi Belum Tetapkan Tersangka Pembunuh dan Pemutilasi Karoman di Ogan Ilir
• Agung Hercules Idap Penyakit Glioblastoma Stadium 4, Inilah Penyebab dan Gejala Glioblastoma
"Bawaslu pengawas dan pencegahan. Seperti dimuat ada pernyataan dari DKPP RI di salah satu media hari ini, Bawaslu tidak memahami alur dimana ini tindak pidana pemilu ataukah kode etik.
Mestinya dilaporkan ke DKPP. Kalau ada indikasi pelanggaran baru ke Gakumdu. Dapat kami simpulkan tindakan Bawaslu Kota Palembang ini sebagai pelanggaran kode etik," kata Amrah.
Sementara Hepriyadi meminta agar berita jangan sepenggal-sepenggal. Menurutnya, polisi menetapkan pasal 510 UU Pemilu kepada kelima komisioner KPU Palembang.
"Dimana bisa dibuktikan kalau KPU sengaja telah melakukan penghilangan hak pilih. 3 unsur pokok harusnya di dalamnya.
Dari ada menjadi tidak ada. Seperti dia sudah 17 tahun dicoret. Ini tidak ada. Kenyataannya di TPS kekurangan surat suara. Itupun sudah sebagian diatasi di lapangan.
Dari 5 jenis pemilihan Pilpres hanya satu yang kurang. Apakah benar ada penghilangan hak pilih. Ini mesti didiskusikan penyidik. Kemudian dikatakan sengaja.
Padahal ini bukan sepenuhnya dari teman-teman KPU Palembang. PSL itu karena sesuatu hal terhenti pemilihan. Diusulkan KPPS melalui KPU. Barulah diumumkan penghentian pemungutan suara," beber Hepriyadi.
Ia menegaskan jika KPU dalam melaksanakan PSL atau PSU harus terlebih dahulu mendapat rekomendasi dari Bawaslu Palembang.
"Kalaupun ini dipersoalkan ini masuknya administratif pemilu. Ranahnya DKPP. Dikaji kalau tidak ada unsur tindak pidana pemilu, maka ini hanya dikenakan kode etik.
Melihat PSL ini jangan parsial tapi menyeluruh. Kami KPU Sumsel akan di tengah-tengah KPU Palembang dalam menghadapi proses hukum di Polresta Palembang," terangnya.
Amrah menambahkan, inti persoalan PSL dilaksanakan atau tidak harus ada surat permohonan dari PPK. Dimulai dari rekomendasi Panwascam.
"Jangan ujuk-ujuk melakukan PSL. Bisa saja tapi itu melanggar azaz efesien. Ilustrasinya butuhkan anggaran Rp 13 juta per TPS untuk melakukan PSL.
Ini pure atas dari permintaan usulan PPK. Yang harus dilakukan Bawaslu Kota itu bukan ke Gakumdu, tapi ke DKPP dulu.
Sehingga menemukan pasal-pasal bukti kuat. Ini etiknya saja belum. Ini jadi perhatian. Kami menyadari keterbatasan karena tidak ada khusus tindak pidana pemilu di kepolisian dalam pengelolaan tindak pidana pemilu. Namun kami tetap menghormati," pungkasnya.
Berawal dari adanya temuan Bawaslu Kota Palembang dan dilaporkan ke Polresta Palembang pada 22 Mei 2019, dengan laporan Polisi No.Pol : LPB/1105/V/2019/SUMSEL/RESTA, 5 Komisioner KPU Kota Palembang ditetapkan tersangka oleh Satreskrim Polresta Palembang, pada 11 Juni 2019 lalu.
Mereka diduga telah melakukan perkara tindak pidana pemilu sebagaimana dimaksud dalam primer Pasal 510 subsideir pasal 554 UU No.7 tahun 2017 tentang Pemilihan Umum yang dilaporkan oleh Bawaslu Kota Palembang.
Adapun kelima komisioner KPU Kota Palembang itu yakni Ketua KPU Palembang H Eftiyani SH, Divisi Perencanaan, Data dan Informasi Syafarudin Adam, Divisi Hukum dan Pengawasan A Malik Syafei MH, Divisi Sosialisasi, Pendidikan Pemilih, Partisipasi Masyarakat dan SDM DR Yetty Oktarina, dan Divisi Teknis Penyelenggaraan Alex Barzili SSi.