Heboh Ditemukan Banyak Uang Pecahan Rp 100 Ribu Diduga Milik Korban Gempa dan Likuifaksi di Palu
Sebuah video yang menampilkan banyak uang pecahan 100 ribu tersebar. Diduga uang tersebut milik korban gempa Palu.
TRIBUNSUMSEL.COM - Sebuah video yang menampilkan banyak uang pecahan 100 ribu tersebar.
Diduga uang tersebut milik korban gempa Palu.
Diduga uang tersebut milik korban gempa bumi dan tsunami yang melanda Kota Palu dan Donggala, Sulawesi Tengah pada 28 September 2018 lalu.
Gempa berkekuatan 7,4 SR menimbulkan fenomena likuifaksi yang merusak tanah Petobo, perumahan Balaroa, dan Jono Oge.
Perumahan warga di Tanah Petobo, Balaroa, dan Jono Oge terdampak likuifaksi seperti lahan kosong yang rata dengan tanah.
Baru-baru ini peristiwa menghebohkan terjadi di tanah Petobo, Palu.
Warga Petobo menemukan uang jutaan rupiah berserakan di tanah.
Hal tersebut tersebut terlihat dalam video viral yang diunggah akun Instagram @makassar_iinfo pada Jumat (7/6/2019).
Dalam video viral itu terlihat uang pecahan Rp 100.000 dan Rp 50.000 berserakan di tanah yang tertimbun bebatuan.
Uang-uang tersebut pun terlihat sudah lusuh.
Warga pun ramai-ramai melihat peristiwa tersebut.
Beberapa warga juga terlihat merapikan uang tersebut.
Diduga uang yang berserakan tersebut milik korban gempa dan tsunami yang terjadi di Palu saat itu.
Sebelumnya, guncangan gempa Palu kala itu mengakibatkan bencana tsunami yang menghantam pesisir pantai kota Palu dan Kabupaten Donggala.
Tidak hanya tsunami, gempa Palu juga mengakibatkan fenomena likuifaksi di daerah Petobo dan Balaroa.
Getaran gempa palu membuat perubahan perilaku tanah yang sebelumnya padat menjadi cair.
Perubahan sifat tanah tersebut membuat rumah-rumah yang berdiri di atas tanah Petobo dan Balaroa bergeser dan tertimbun oleh tanah.
Mengutip dari Tribunnews.com, korban likuifaksi gempa Palu di tanah Petobo, Balaroa, dan Jono Oge yang diduga tertelan lumpur diduga berjumlah 5 ribu orang.
Cari Anak
Pada Jumat, 28 September 2018, gempa 7,4 SR mengguncang pada hari Jumat (28/9/2018). Gempa disusul tsunami. Sekitar 744 unit rumah di Kelurahan Petobo, Palu Selatan, tertimbun lumpur akibat gempa yang dikenal sebagai likuifaksi.
Satu keluarga korban tertimbun lumpur di antaranya adlaah keluarga Lisman alias Bucek. Lisman kehilangan istri dan dua anak gadisnya.
Dua hari sejak bencana itu, Lisman mencari ketiga orang keluarga tercinta setiap hari selama sebulan penuh. Dan hingga kini, Rabu (31/7/2019), Lisman masih mencari jasad orang-orang yang dicintainya.
Bahkan tak jarang Lisman datang dan beristirahat di lokasi yang dia yakini sebagai tempat anak dan istri tercintanya tertimbun.
"Selama satu bulan, dua hari pascabencana, saya setiap hari mencari istri dan anak, tapi tidak juga ketemu, sampai dengan hari ini," ujar Lisman, saat ditemui TribunPalu.com di area eks-likuefaksi Petobo, Rabu (31/7/2019) sore.
Dengan nada sendu, Lisman bercerita saat malapetaka likuifaksi itu terjadi dan menelan anak dan istrinya.
Istri Lisman bernama Fatmawati, sedangkan anak pertamanya bernama Nur Ainun dan si bungsu Riski Akila.
Anak pertamanya, seharusnya sudah masuk perguruan tinggi tahun ini, sedangkan si bungsu sudah belajar di PAUD.
Hadiri Hajatan Keluarga Kerabat
Pada Jumat 28 September 2018 sore, Lisman bersama keluarga sedang berada di rumah kerabat yang sedang melaksanakan hajatan.
Lokasi rumah hajatan hanya berjarak beberapa rumah dari kediaman Lisman.
Tepat sebelum maghrib, Lisman harus membeli bohlam lampu di toko yang tak jauh dari rumah hajatan.
Saat di depan toko, tiba-tiba terjadi gempa disusul likuifaksi, hal ini memaksa Lisman harus segera mungkin menyelamatkan diri.
Tanah bergeser hingga ratusan meter menuju titik rendah, bercampur air dan bergulung-gulung seperti ombak, membuat Lisman terpisah dengan anak dan istrinya.
Dengan kemampuan yang ada, Lisman berusaha mencapai dataran yang aman dari likuifaksi.
Bersama sejumlah warga Petobo lainnya, Lisman berhasil mencapai lokasi yang aman di arah timur perkampungan Petobo.
Sekitar pukul 22.00 WITA, Lisman memaksakan diri untuk mencari anak dan istrinya, namun hasilnya nihil.
"Besoknya saya coba masuk cari rumah pesta (hajatan, red) tempat terakhir istri dan anak, tapi tidak kelihatan, habis ditelan tanah," ungkap Lisman, yang juga akrab disapa Papa Ain.
Beberapa hari pascabencana, Lisman terus melakukan pencarian terhadap istri dan anaknya, tetapi hingga kini masih belum membuahkan hasil.
Hanya kendaraan roda dua milik istrinya yang berhasil ia temukan.
Sedih yang tidak bisa diungkapkan dengan kata-kata, membuat Lisman menjadi orang yang sering menyendiri dan berdiam atau termenung.
Bahkan tak jarang, Lisman dengan nekat tidur dan menginap di area eks likuifaksi Petobo.
"Hanya ini (berkunjung ke area eks likuifaksi, red) yang bisa menghibur sedikit," kata Lisman.
Lisman tidak sendirian. Tak sedikit masyarakat yang setiap hari mengunjungi lokasi likuefaksi tersebut.
Di kawasan yang hancur karena likuefaksi itu, masyarakat Petobo meyakini masih ada ratusan jasad yang tertimbun.
Bencana alam gempa bumi dan tsunami, termasuk likuifaksi di Provinsi Sulawesi Tengah, sudah berlalu tepat sepuluh bulan yang lalu
Di Kota Palu, wilayah yang paling parah terdampak likuefaksi pada 28 September 2018 lalu, yakni Kelurahan Petobo di Kecamatan Palu Selatan.
Berdasarkan data Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional (LAPAN), luasan atau cakupan likuifaksi di wilayah Petobo, Kota Palu mencapai 180,06 hektare.
Di sanalah harapan warga setempat, seperti Lisman, masih menyala untuk bertemu setelah terpisahkan begitu cepat oleh bencana alam.