Cerita Khas Palembang

Profil dan Sosok Arniza Nilawati, 4 Besar Calon Anggota DPD Sumsel, Dosen dan Mantan Korwil PKH

Berdasarkan rekapitulasi suara sementara, Arniza Nilawati merupakan salah satu Caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang masuk empat besar

Penulis: Linda Trisnawati |
Tribun Sumsel/ Linda Trisnawati
Arniza Nilawati merupakan salah satu Caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPR) RI asal Sumsel yang masuk empat besar. 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG-Berdasarkan rekapitulasi suara sementara, Arniza Nilawati merupakan salah satu Caleg Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI yang masuk empat besar.

Berbeda dari tiga Caleg DPD RI yang tertinggi lainnya, Arniza Nilawati hanyalah seorang akademisi di Universitas Muhammadiyah Palembang (UMP) Ekonomi dan pernah menjadi Korwil PKH Sumsel.

Berikut cerita Arniza Nilawati yang memilih maju menjadi Caleg DPD RI kepada Tribun Sumsel saat diwawancarai di Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Muhammadiyah Palembang, Jumat (10/5/2019).

(Tribun) : Boleh diceritakan profil ibu Arniza Nilawati, mungkin masih banyak masyarakat yang belum tau sapa ibu Nila

(Arniza Nilawati/AN) : Sebenarnya saya orangnya tidak suka politik. Tapi saya suka membaca-baca buku saja. Namun tidak begitu jauh mendalam dunia politik.

Basic saya itu seorang dosen, yang sudah mengajar lebih dari 30 tahun, dan saya sudah menjadi dosen sejak masih lajang. Bahkan waktu kuliah duluh saya satu angkatan dengan ibu Asmawati (caleg DPD petahana, red).

Saya juga sempat menjadi Kepala Administrasi dan Keuangan Umum RS Muhammadiyah pada saat masih baru berdiri.

Kemudian saya juga pernah membuat kelas khusus untuk pekerja, waktu itu Dekan-nya Pak Hatta Wazol. Jadi bagaimana menyasar segmen orang-orang pekerja yang tak punya banyak waktu. Jadi kelasnya malam dan kelas khusus.

Kemudian di bulan Agustus, 13 hari setelah suami saya meninggal. Kementerian sosial ingin merekrut tenaga ahli khusus. Saya sendiri tidak tahu dan tahunya dari temen-temen.

Ternyata banyak dosen-dosen dari berbagai univeristas swasta yang daftar.

Lalu temen saya dulunya sekretaris prodi namanya Ervita, bilang ayok coba jangan ngak coba. Stop larut dalam kesediah, siapa tahu kamu yang punya kesempatan.

Saya tetep nggak daftar tapi justru buk Ervita yang daftar kan saya. Berkas-berkas ia siapkan dan memberikannya kepada saya. Padahal saya tidak menyuruhnya, dia sendiri yang ingin melakukanya.

Dan saya tidak tahu mungkin itu sudah jalan dari Allah, dari sekian banyak yang daftar saya yang terpilih jadi Kordinator Wilayah (Korwil) PKH Sumsel. Saya jadi Korwil PKH dari 2011-2018, karena saat mencalonkan diri tidak boleh jadi Korwil.

Dari 2011-2018 saya terjun langsung ke masyarakat. Bagaimana menjembatani antara masyarakat dan pusat. Kita berharapnya semua tercover tapikan kontribusi yang diberikan pusat itu tidak bisa semuanya.

Namun saya hanya bisa menjembatani saja tidak bisa memberikan inspirasi kepada pemerintah.

Kalau saya hanya terus menjembatani dan tidak bisa bekerjasama dengan pembuat kebijakan ya itu-itu saja, saya hanya menunggu.

Saya inginnya merubah pola pikir masyarakat jangan hanya menerima bantuan. Ada program namanya family development sistem. Jadi masyarakat diberikam edukasi seperti menciptakan embrio usaha dalam keluarga dan lain-lain

Saya pun waktu jadi Korwil di didik menjadi TOT trening on traner selama 17 hari.

(T) Apa yang melatarbelakangi ibu untuk mencalonkan diri menjadi DPD RI

(AN) : Awalnya butuh proses yang panjang untuk memutuskan maju jadi Caleg DPD RI.

Terlebih kalau jadi DPD RI tentu saya akan lebih banyak waktunya di pusat. Tinggal di Jakarta, jujur saya nggak suka hidup di Jakarta untuk saya pribadi.

Cuma akhirnya timbul gejolak dan karena uda sering ketemu dengan orang-orang Dinsos saya sempat konsultasi ke mereka.

Ternyata Dinsos Kabupaten/Kota mensuport saya.

Mereka mengatakan bahwa buk Nila orang yang besar, ayok bantu. Kalau hanya seperti ini saja kita tidak bisa menunjukan keseriusan ke pemerintah pusat untuk mengentaskan kemiskinan.

Saya tetep konservatif dan berfikir untuk apa saya capek-capek. Tapi saya terfikir dengan dukungan mereka.

Lalu saya bercerita pada suami saya, dan dia bilang kalau orang sudah mempercayakan itu kepada kita dan kita selalu menolaknya, maka yang akan muncul kesombongan.

Kenapa tidak bersemangat untuk mengubah itu. Bahkan saya jadi berantem dengan suami saya.

Saya bilang kepada suami saya kalau saya terima itu berarti saya hidup di Jakarta. Apakah kamu mengijinkan, karena yang utama itukan restu suami dulu.

Suami saya bilang ia kenapa tidak merestui, ya silakan saja. Yang pentingkan untuk kepentingan orang banyak.

Jadi yang pertama saya dapatkan restu suami, lalu kedua saya salat istikhara. Setelah saya salat, hati saya merasa terketuk dan berfikir bener juga apa yang disampaikan mereka.

Dengan bismilah saya ijin ke Korkab, mereka berpesan jangan lupa kiprahnya bantu orang-orang susah yang ada di Sumsel. Kami percayakan semua itu di pundak ibu, saya sampai menangis.

Maka dengan bismilah saya mendaftarkan di KPU. Padahal waktu untuk daftar itu sudah mepet.

Jadi setelah itu saya mencari dukungan, bahkan mengumpulkan anak-anak muda dan mahasiswa juga saya libatkan. Jadi dalam waktu singkat dan dikerjakan dengan rapi.

Jadi untuk memutuskan maju jadi Caleg DPD RI ini ada suatu proses dan lahir dengan perjalanan panjang serta dari dalam diri saya.

Bukan yang tiba-tiba ingin menyalonkan begitu saja.

Bahkan di awal saya sudah dapat tantangan baru, dibilang saya mendompreng di Kementrian Sosial.

Namun saya tidak mengklarifikasi hal tersebut, karena saya sudah sesuai aturan dan sudah ijin dari Kementrian. Terhitung Juni 2018 saya sudah mengundurkan diri dari Korwil PKH Sumsel.

(T) : Nama ibu mendominasi rekapitulasi suara di PPK dan masuk empat besar, apa komentar ibu

(AN) : Kalau dibilang senang ya senang, artinya saya berterima kasih atas kepercayaan masyarakat.

Mulai dari saat kita mendaftar dan kampanye, saya berterimakasih kepada masyarakat terutama klaster terbawah yang dengan senang hati mendukung saya untuk menjadi wakil rakyat.

Senang sih senang, tapi ini start awal saya harus mulai berjuang lagi. Bukan berarti harus euforia, melainkan ini suatu tantangan yang baru, yang menyampaikan aspirasi rakyat khususnya warga Sumsel.

Jembatanya uda beda, untuk konsennya seperti apa nanti kita lihat kedepannya. Terlebih inikan belum final dan pelantikanya pun masih lama.

Namun kalau memang empat ini sudah terpilih, terlebih empat-empatnya srikandi-srikandi semua dan saya yang paling tua.

(T) : Berapa besar amunisi atau dana yang ibu anggarkan untuk mengawal suara ibu

(AN) : Saya kampanye itu hanya berdua dengan teman saya keliling 17 Kabupaten/Kota. Waktu itu sempat pakai sopir, tapi saya pikir bakal banyak menghabiskan dana. Untuk itulah saya nyupir sendiri ditemani teman saya Ervita.

Sebelum pergi tentu saya akan membaca situasi daerah yang akan saya kunjungi, misal kalau malam jalan ini aman dilalui atau tidak. Sejauh ini aman-aman saja, kalau ngantuk ya saya istirahat dulu.

Jadi kalau ke daerah-daerah saya nginapnya di hotel. Pas nuruni barang bawaan seperti APK kami juga cuma berdua aja. Sampai ada orang hotel nanya ibu ini sapa, dan saya jelaskan akhirnya jadi akrab.

Memang kalau kunjungan itu hanya diskusi dan silaturahmi dan saya datang seperti penceramah yang memberikan motivasih kepada mereka.

Namun kalau ketemuan di sini 10 orang, di sana 10 orang, paling tidak mereka sudah datang ya kita kasih makanan.

Kalau money politik silakan cari sampai kelubang kuman pun tidak ada saya. Saya bebas dari money politik.

Bekal saya itu pakai kartu nama. Jadi saya bagi-bagikan kartu nama saya. Karena orang taunya naman saya Nila padahal aslinya Arniza Nilawati.

(T) : Infonya ibu sampai jual mobil untuk dana kampanye itu bagaimana ceritanya

(AN) : Sebenarnya bukan jual mobil untuk kampanye, tapi saya ada rental mobil. Tentu pelanggan inginya mobil yang kondisinya baik. Jadi ketika ada mobil yang sudah rusak ya dijual.

Namun saya bilang ke suami dari hasil penjualan setengahnya buat DP beli lagi mobil baru dan setengahnya buat modal kampanye sosialisasi saya.

Karena perjalanan saya keluar daerah itu kan butuh biaya. Terlebih saya sudah keluar dari Korwil dan tidak ada lagi gaji. Jadi tinggal gaji mengajar saja. Karena saya tidak punya persiapan jadinya ya begitu.

Kalau ditanya total dananya kisaran ratusan juta. Tapi itu untuk sosialisasi, karena kita tidak bisa berkunjung ke tempat orang tapi kita membebani mereka. Ya setidaknya beli makanan dan minumannya.

(T) : Apa tantangannya menjadi anggota DPD RI

(AN) : Di sini kitakan inspirator dan ada gedung DPD nya. Tapi kalau hanya didiamkan saja fakum maka fungsinya kan tidak jalan. Maka kita harus membuka karena itu rumah inspiratif untuk menampung inspirasi masyarakat.

Tantanganya adalah ketika kita tidak bisa mengimplementasikan keinginan mereka. Ini jadi tantangan besar bagiaman kita bisa mengikut sertakan masyarakat dan terlibat langsung melalui inspirasi masyarakat.

(t) : Apakah ada rasa cemas dari hari ke hari menunggu rekapitulasi suara

(AN) : Saya cuma takut dengan kecurangan. Saya mendengarkan banyak masukan dari orang-orang bahwa ada terjadi pengelembuangan suara, ada bermain dengan PPK lah dan lain-lain.

Kalau saya hanya pasrah saja, kita punya Bawaslu, KPU.

Mereka sama seperti saya, jadi saya serahkan saja kepada yang di atas.

Saya lebih baik tidak duduk dalam suatu jabatan, hanya karena permainan seperti itu. Artinya kalau kita melakukan itu kita sama melakukan penzoliman.

Menurut data awal saya nomor 2, tapi bergeser-bergeser ke nomor 4. Namun memang waktu itu masih 10 Kabupaten/Kota.

Kita juga ada reqrut manual, kok jadi mundur-mundur. Saya tidak ingin su'uzon, jadi saya hanya berdoa kepada yang di Atas semoga orang-orang yang punya niat tidak baik diluruskakan kembali niatnya.

(t) :Apakah ibu menempatkan saksi-saksi di semua TPS, PPK, hingga KPU

(AN) : Tidak, saya tidak memerintahkan orang secara khusus. Karena kalau secara khusus saya perintahkan itukan perlu biaya dan bayar.

Jadi saya hanya memintak tolong, keluarga, temen dan lain-lain. Misal mintak tolong fotoin C1 atau DA1 di sana. Paling gitu aja, alhamdulillahnya banyak yang mau bantuin.

(T) : Kenpa ibu lebih memilih menyalonkan menjadi DPD RI ketimbangan yang lain misal DPR RI atau DPRD

(AN) : Karena DPD itu independent, tanpa batasan-batasan.

(T) : Kalau sudah jadi anggota DPD RI apakah masih ingin mengajar

(AN) : Mengajar itu suatu hobi bagi saya. Jadi meskipun saya nanti sudah jadi DPD RI saya akan tetap mengajar, tapi waktunya saja yang terbatas paling Sabtu dan Minggu.

Bagi saya mengajar itu juga sebagai hiburan, bertemu dengan anak-anak muda biar tetap awet muda.

Berita Terkait
  • Ikuti kami di
    AA

    Berita Terkini

    © 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
    All Right Reserved