Pilpres 2019
Ikut Pilpres, Sandiaga Lepas Jabatan Wakil Gubernur, kok Jokowi Masih Presiden ?, Ini Penjelasannya
Kampanye pemilihan umum (pemilu) 2019 secara resmi dimulai sejak Minggu (23/9/2018). Hal itu ditandai dengan parade damai
TRIBUNSUMSEL.COM - Kampanye pemilihan umum (pemilu) 2019 secara resmi dimulai sejak Minggu (23/9/2018).
Hal itu ditandai dengan parade damai yang diadakan oleh KPU serentak di seluruh daerah.
Pusat kampanye damai ini sendir berada di Jakarta, dimana KPU mengajak seluruh partai politik serta capres dan cawapres yang ikut kontestasi pilpres 2019 melakukan parade pawai dengan menggunakan busana daerah.
Baca: Dulu Sempat Dibantah, Kini Ayu Ting Ting Blak-blakan Soal Nabung Duluan saat Live Acara Brownis
Sesuai tahapan, 23 September 2018-13 April 2019 dilakukan kampanye calon angota DPR, DPD, dan DPRD serta pasangan calon presiden dan wakil presiden.
Baca: Digugat Cerai Vicky Prasetyo, Inilah Penampakan Rumah Mewah Milik Angel Lelga
Kemudian pada 14 April 2019-16 April 2019 masa tenang. Serta 17 April 2019 dilakukan pemungutan dan penghitungan suara.
Baca: Hotman Paris Ungkap Alasan Dirinya Lebih Banyak Dipilih Wanita Ketimbang Jonatan Christie, Ternyata
Lantas, dimulainya kampanye, masih banyak orang yang bertanya-tanya setiap pejabat yang mencalonkan diri apakah harus mundur dari jabatan, terutama bagi Presiden Joko Widodo.
Mengingat masyarakat tahu bahwa cawapres Sandiaga mengundurkan diri demi menjadi cawapres tersebut.
Sebenarnya, Sandiaga tidak perlu mengundurkan diri, dan bisa melakukan cuti, namun hal tersebut harus seizin presiden.
Baca: Beredar Pesan SBY Memberikan Dukungan ke Nomor Urut 1, ini Penjelasan Elit Demokrat
Dilansir dari website Setkab.go.id, Peraturan Pemerintah nomor 32 tahun 2018, tentang izin kepala daerah diatur pada pasal 29 ayat (2).
Pasal itu berbunyi, “Presiden harus memberikan izin atau permintaan gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota dalam waktu paling lama 15 (lima belas) hari setelah menerima surat permintaan izin sebagaimana dimaksud,”
Baca: Lagi Live TV, Kelakuan Ayu Ting Ting ke Qahtan Gen Halilintar Tuai Kecaman Keras Netizen
PP ini juga menegaskan, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, atau wakil wali kota yang dicalonkan oleh partai politik atau gabungan partai politik peserta pemilihan umum sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden harus meminta izin kepada Presiden.
Dalam hal Presiden belum memberikan izin dalam waktu sebagaimana dimaksud, menurut PP ini, izin dianggap sudah diberikan.
“Peraturan Pemerintah ini mulai berlaku pada tanggal diundangkan,” bunyi Pasal 44 Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2018, yang telah diundangkan oleh Menteri Hukum dan HAM Yasonna H. Laoly pada 19 Juli 2018 itu.
Sedangkan, dalam pasal lainnya pejabat negara yang dicalonkan oleh partai politik peserta umum atau gabungan partai politik sebagai Calon Presiden (Capres) atau Calon Wakil Presiden (Cawapres) harus mengundurkan dari jabatannya.
“Kecuali Presiden, Wakil Presiden, dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota, dan wakil wali kota,” bunyi Pasal 18 ayat (1) Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 32 Tahun 2019, yang telah ditandatangani oleh Presiden Joko Widodo pada 18 Juli 2018 itu (tautan: PP Nomor 32 Tahun 2018).
Selain itu, menurut PP ini, Aparatur Sipil Negara (ASN), anggota Tentara Nasional Indonesia (TNI), anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri), karyawan atau pejabat badan usaha milik negara (BUMN) atau badan usaha milik daerah (BUMD) juga harus mengundurkan diri apabila mencalonan diri sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
Dasar hukum Presiden Jokowi juga tak perlu mengundurkan diri tertuang pada PKPU Nomor 22 Tahun 2018 tentang pencalonan peserta pemilihan umum presiden dan wakil presiden
Untuk persyaratan calon Pasal 9 menyebutkan
(1) Syarat untuk menjadi calon Presiden dan calon Wakil
Presiden adalah:
a. bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa;
b. Warga Negara Indonesia sejak kelahirannya, dantidak pernah menerima kewarganegaraan lain atas kehendaknya sendiri;
c. suami/istri calon Presiden dan suami/istri calon Wakil Presiden adalah Warga Negara Indonesia;
d. tidak pernah mengkhianati negara serta tidak pernah melakukan tindak pidana korupsi dan tindak pidana berat lainnya;
e. mampu secara rohani dan jasmani untuk melaksanakan tugas dan kewajiban sebagai Presiden dan Wakil Presiden, serta bebas penyalahgunaan narkotika, psikotropika dan zat adiktif berdasarkan hasil pemeriksaan kesehatan menyeluruh dari tim dokter yang terdiri dari dokter dan Badan Narkotika Nasional;
f. bertempat tinggal di wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia;
g. telah melaporkan kekayaannya kepada instansi yang berwenang memeriksa laporan kekayaan penyelenggara negara;
h. tidak sedang memiliki tanggungan utang secara perseorangan dan/atau secara badan hukum yang menjadi tanggung jawabnya yang merugikan keuangan negara;
i. tidak sedang dinyatakan pailit berdasarkan putusan pengadilan;
j. tidak pernah melakukan perbuatan tercela;
k. tidak sedang dicalonkan sebagai anggota DPR, Dewan Perwakilan Daerah atau DPRD;
l. terdaftar sebagai Pemilih;
m. memiliki nomor pokok wajib pajak dan telah melaksanakan kewajiban membayar pajak selama 5 (lima) tahun terakhir yang dibuktikan dengan surat pemberitahuan tahunan pajak penghasilan wajib pajak orang pribadi;
n. belum pernah menjabat sebagai Presiden atau Wakil Presiden selama 2 (dua) kali masa jabatan dalam jabatan yang sama;
o. setia kepada Pancasila, Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Bhinneka Tunggal Ika;
p. tidak pernah dipidana penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memperoleh kekuatan hukum
tetap;
q. berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun;
r. berpendidikan paling rendah tamat sekolah menengah atas, madrasah aliyah, sekolah menengah kejuruan, madrasah aliyah kejuruan, atau sekolah lain yang sederajat;
s. bukan bekas anggota organisasi terlarang Partai Komunis Indonesia, termasuk organisasi massanya, atau bukan orang yang terlibat langsung dalam Gerakan 30 September/Partai Komunis Indonesia atau organisasi terlarang lain menurut peraturan perundang-undangan; dan
t. memiliki visi, misi, dan program dalam melaksanakan pemerintahan negara Republik Indonesia.
(2) Bagi bakal calon yang berstatus sebagai pejabat negara, anggota Tentara Nasional Indonesia, anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia, Pegawai Negeri Sipil, atau karyawan atau pejabat Badan Usaha Milik Negara, Badan Usaha Milik Daerah, atau Badan Usaha Milik Desa, wajib mengundurkan diri.
(3) Persyaratan pengunduran diri sebagai pejabat negara sebagaimana dimaksud pada ayat (2), dikecualikan bagi Presiden, Wakil Presiden, pimpinan dan anggota Majelis Permusyawaratan Rakyat, pimpinan dan anggota DPR, pimpinan dan anggota DPD, gubernur, wakil gubernur, bupati, wakil bupati, wali kota dan wakil wali kota.
Sebelumnya, dilansir dari Tribunnews.com, para ibu rumah tangga yang tergabung dalam barisan emak-emak militan (BEM) menggelar unjuk rasa di depan KPU, Jalan Imam Bonjol, Jakarta, Senin, (3/9/2018).
Mereka menuntut Jokowi mundur sebagai presiden karena maju sebagai calon presiden. Mereka menuntut agar Jokowi mengikuti jejak Sandiaga Uno yang mundur sebagai Wakil Gubernur Jakarta.
"Agar pemilu jurdil, kami minta Jokowi mundur, agar tidak memanfaatkan fasilitas negara saat kampenye, " ujar kordinator unjuk rasa Tri Erniyati.
Sekretaris Jenderal Gerindra Ahmad Muzani berkomentar terkait aksi unjuk rasa yang dilakukan ibu-ibu rumah tangga yang meminta Joko Widodo (Jokowi) menanggalkan jabatannya sebagai presiden karena maju dalam Pilpres 2019.
Menurut Muzani aksi ibu-ibu tersebut merupakan bagian dari ekspresi keinginan masyarakat.
"Itu bagian dari ekspersi atau keinginan sebagian masyarakat agar presiden itu seperti, kan kalau kepala daerah ada cuti," kata Muzani di Kawasan SCBD, Jakarta Selatan, Senin, (3/9/2018).
Muzani mengatakan aksi tersebut murni merupakan gerakan masyarakat. Unjuk rasa barisan ibu rumah tangga tersebut tidak dimobilisasi atau kordinasi dengan tim koalisi Prabowo-Sandiaga.
"Kami dengan forum Sekjen tidak pernah membicarakan itu. Karena itu gerakan masyarat. Dan itu kita hargai apa yang terjadi," katanya.
Selain itu, masih diberitakan Tribunnews.com, Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI, Arief Budiman, mengatakan selama mengikuti Pilpres 2019, Jokowi dapat berkampanye tanpa meninggalkan tugas sebagai kepala negara dan kepala pemerintahan.
Dalam Pasal 301 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 Tentang Pemilu, disebutkan Presiden atau Wakil Presiden yang telah ditetapkan secara resmi oleh KPU sebagai calon Presiden atau calon Wakil Presiden dalam melaksanakan Kampanye Pemilu Presiden atau Wakil Presiden memperhatikan pelaksanaan tugas dan kewajiban sebagai Presiden atau Wakil Presiden.
LINK BERITA PERNYATAAN KETUA KPU
"Cek UU-nya. Masak presiden disuruh cuti. Ada tidak di UU-nya. Kalau tidak disuruh cuti ya jangan disuruh cuti nanti siapa yang akan memerintah nanti," tutur Arief, Rabu (14/3/2018).
Tonton video 5 di bawah ini, seru guys
