Pilpres 2019

Demo Mahasiswa Dikaitkan Ketidaksukaan ke Jokowi, Tsamara : Semua Dipolitisasi Kepentingan Pilpres

Selain debat berbahasa inggris, bahasa arab hingga membaca bacaan salat dan Alquran. Entah usulan apa lagi yang akan disampaikan dua kubu

Instagram/ Kolase TribunJakarta.com
Tsamara Amany 

TRIBUNSUMSEL.COM - Jelang kontestasi pemilihan presiden (pilpres) 2019 kian panas. 

Baca: Dibully Serumah Dengan Sunu Dan Habiskan Warisan Uje, Umi Pipik Pamer Kalimat Bijak Wanita Soleha

Baik dari kubu Jokowi maupun Prabowo kerap melancarkan psywar terhadap usulan dan kebijakan yang diungkap kepada publik.

Baca: Ruben Onsu Akhirnya Bongkar Hubungann Ayu Ting Ting dan Ivan Gunawan: Cinta dari Dulu

Selain debat berbahasa inggris, bahasa arab hingga membaca bacaan salat dan Alquran. Entah usulan apa lagi yang akan disampaikan dua kubu baik perorangan individu maupun dari tim kampanye.

Baca: Ingat Mat Solar Bajaj Bajuri, Lama Tak Berkabar Kini Beredar Fotonya dalam Kondisi Memprihatinkan

Bahkan, aksi demo berbagai penjuru yang dilakukan oleh organisasi mahasiswa pun kerap disiarkan menyangkut kebijakan petahana.

Tak jarang juga, publik yang menerima informasi dari media sosial menelan mentah-mentah tanpa bisa mencerna hasil dari informasi tersebut.

Salah satunya politisi cantik dari Partai Solidaritas Indonesia (PSI) Tsamara Amany.

Melalui akun twitternya, ia menjawab pertanyaan pengguna twitter yang heran dengan aksi mahasiswa dikaitkan dengan penolakan kebijakan presiden Jokowi.

Tsamara menautkan pertanyaan netizien di laman akun twitternya. Yaitu bahwa aksi internal kampus mulai dipolitisasi kepentingan pilpres.

Semua mau dipolitisasi untuk kepentingan Pilpres. Padahal itu urusan internal kampus.

Politikus Demokrat Ferdinand Hutahaean menanggapi pernyataan Ketua Umum Kongres Wanita Indonesia (Kowani), Giwo Rubianto Wiyogo yang menolak istilah 'the power of emak-emak'.

Dalam akun Twitternya, Ferdinand menuliskan kalau sebaiknya Ketum Kowani ini perlu merefleksi saraf-saraf otak.

Ia juga menyarankan agar lebih banyak membaca keragaman nusantara.

"Jika benar kalimat dalam video ini disampaikan oleh inu ini, mk saya pikir ibu ini perlu refleksi saraf2 otak dan lebih banyak membaca keragaman nusantara.

Di Jawa sana msh banyak panggilan si Mbok, dikampungku dipanggil Emak atau Omak.

Ibu bangsa koq melarang kata Emak?," tulisnya dilansir TribunnewsBogor.com, Minggu (16/9/2018).

Ferdinand Hutahaean
Ferdinand Hutahaean (Twitter/Ferdinand Hutahaean)

Ia juga memposting video pernyataan Ketum Kowani itu dalam cuitannya.

Begini pernyataan dalam video tersebut :

"Kami tidak mau kalau perempuan-perempuan Indonesia yang sudah mempunya konsep Ibu Bangsa sejak tahun 1935 sebelum kemerdekaan, kalau dibilang emak-emak.

Kami tidak setuju, tidak ada 'the power of emak-emak', yang ada 'the power of Ibu Bangsa'".

Setelah itu, Ferdinand melanjutkan lagi pembahasannya soal emak-emak.

Ia mempertanyakan apa urusan Ketum Kowani soal panggilan emak-emak.

Sebab kata dia, banyak wanita yang suka disebut emak-emak.

Ia pun menyindir Ketum Kowani itu ingin sok beradab, hingga sok ibu sosialita.

Bahkan ia menyindir dengan kalimat tak pantas.

"Urusan apa dia soal panggilan Emak?

Lah banyak yg suka disebut emak2 lu mau apa?

Lu mau sok beradap? Sok strata tinggi? Sok ibu yang sosialita? Ngehek lu (emote)

Hidup PARTAI EMAK-EMAK

@PEPESOfficial"

Ferdinand Hutahaean
Ferdinand Hutahaean (Twitter/Ferdinand Hutahaean)

Dilansir dari Kompas.com, Ketua Kongres Wanita Indonesia, Giwo Rubianto Wiyogo tidak sepakat jika perempuan Indonesia disebut "emak-emak".

Hal itu disampaikan Giwo dalam sambutannya di acara Temu Nasional Kongres Wanita Indonesia ke-90 dan Sidang Umum International Council of Woman (ICW) ke-35 .

"Kami tidak mau, kalau kita perempuan-perempuan Indonesia dibilang 'emak-emak'. Kami tidak setuju," ujar Giwo dalam, Jumat (14/09/2018).

Giwo mengatakan, kongres perempuan Indonesia II tahun 1935 di Jakarta menghasilkan beberapa keputusan penting.

Salah satunya adalah kewajiban utama wanita Indonesia, yakni menjadi " ibu bangsa".

"Perempuan Indonesia yang sudah mempunyai konsep ibu bangsa sejak tahun 1935 sebelum kemerdekaan. Tidak ada the power of emak-emak, yang ada the power of ibu bangsa," ucapnya disambut tepuk tangan seluruh peserta yang hadir.

Giwo menuturkan pada peringatan Hari Ibu pada 22 Desember 2017 di Papua, Presiden Joko Widodo menyampaikan peran ibu bangsa.

Presiden mengatakan peran ibu bangsa jangan dipandang sebagai beban, melainkan suatu kehormatan.

"Peran ibu bangsa yakni tugas mempersiapakan generasi muda yang berkarakter unggul, memiliki daya saing, inovatif, kreatif serta memiliki wawasan kebangsaan yang militan," tandasnya.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved