Pilkada Sumsel
Kuasa Hukum Dodi-Giri Pada Sidang MK : Dugaan Pelanggaran Pilkada yang Terukur, Sistematis, Masif
Proses tahapan pemilihan banyak terjadi pelanggaran kepala daerah yang terukur, sistematis, dan masif
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Sidang perdana perselisihan hasil pilgub Sumsel mulai di gelar Mahkamah Konstitusi, Kamis (26/7/2018).
Sidang dengan perkara nomor 34/PHP.GUB-XVI/2018 dipimpin Ketua Aswanto dengan anggota Saldi Isra dan Manahan MP Sitompul.
Sedangkan dari kuasa hukum pemohon hadir, Darmadi Djufri, Yudi Wahyudi, Ihsan, Efriza dan Andi Yulizar.
Pihak termohon dari KPU Sumsel dihadiri komisioner Heny Susantih didampingi kuasa hukum termohon, Husni Chandra sedangkan dari kuasa hukum pihak terkait hadir Muhammad Widad, Dhabi Gumaira, Fadli dan Rizal. Hadir juga ketua Bawaslu Sumsel Junaidi.
Dalam pokok gugatan yang dikutip dari risalah MK dilansir dari web http://www.mahkamahkonstitusi.go.id/
Pemohon yaitu Dodi Reza dan Giri Ramanda diwakili kuasa hukum yaitu tentang pembatalan Keputusan KPU Provinsi Sumatera Selatan Nomor 301/PL.03.6-Kpt/16/Prov/VII/2018 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Perhitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan Tahun 2018, tanggal 8 Juli 2018, pukul 22.00 WIB.
Pokok Permohonan. Bahwa berdasarkan penetapan hasil perhitungan suara oleh Termohon, perolehan suara masing-masing pasangan sebagai berikut. Setelah kami rumuskan di dalam tabel, tidak kami bacakan.
Bahwa … kemudian, Poin ke-2. Penetapan hasil penghitungan suara oleh Termohon pada tanggal 8 Juli 2018 tersebut, menurut hemat kami, mengandung cacat hukum dan tidak dapat dibenarkan karena dalam proses tahapan pemilihan calon gubernur dan calon wakil gubernur tahun 2018 banyak terjadi pelanggaran-pelanggaran pemilihan kepala daerah yang terukur, sistematis, dan masif yang tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku.
Poin 3. Bahwa permasalahan dan dugaan pelanggaran pilkada yang terstruktur, sistematis, dan masif sangat banyak terjadi dalam proses tahapan pemilihan calon gubernur dan calon wakil gubernur tahun 2018, dimana dugaan pelanggaran pilkada yang terukur, sistematis, dan masif tersebut akan kami uraikan sebagai berikut.
3.1. Bahwa seluruh Saksi Pasangan Calon Gubernur dan Calon Wakil Gubernur Nomor Urut 4 di Kota Palembang tidak mendapatkan salinan Daftar Pemilih Tetap dari KPPS pada saat pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan Tahun 2018, tanggal 27 Juni 2018 di TPS masing-masing.
Bahwa berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota
Menjadi Undang-Undang, Pasal 22 huruf b yang berbunyi, “Tugas, wewenang, dan kewajiban KPPS meliputi; B. Menyerahkan daftar pemilih tetap kepada saksi peserta pemilihan yang hadir dan PPL.”
Bahwa terkait masalah salinan DPT yang wajib diserahkan kepada saksi yang hadir diatur dalam Pasal 27 huruf f dan Pasal 28 ayat (8) Peraturan KPU Nomor 8 Tahun 2018 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, dan/atau Walikota dan Wakil Walikota.
Bahwa ketua KPPS dan anggota KPPS memberikan salinan DPT kepada saksi dan PPL atau pengawas untuk secara jelas Pasal 27 huruf f akan kami kutip sebagai berikut dan tidak kami bacakan.
Kemudian bahwa berdasarkan pasal tersebut di atas, Saksi Pasangan Calon Gubenur-Wakil Gubernur Nomor Urut 4, pada saat pemilihan tanggal 27 Juni 2018 tidak mendapatkan salinan DPT oleh pihak penyelenggara, dalam hal ini KPPS, sehingga sangat jelas dalam Penyelenggaraan Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Sumatera Selatan tidak diberikannya salinan DPT kepada saksi Pemohon. Penyelenggara, dalam hal ini KPPS Kota Palembang, telah melanggar peraturan perundang-undangan sebagaimana peraturan tersebut.