MK Tolak Gugatan Jamaah Ahmadiyah Tentang Pasal Penodaan Agama
Akibatnya frasa tersebut seringkali dimanfaatkan untuk menutup rumah-rumah ibadah Ahmadiyah
TRIBUNSUMSEL.COM - Mahkamah Konstitusi ( MK) menolak perkara pengujian Undang-undang Nomor 1/PNPS/1965 tentang Pencegahan Penyalahgunaan dan/atau Penodaan Agama juncto Undang-undang Nomor 5 Tahun 1969 tentang Pernyataan Berbagai Penetapan Presiden dan Peraturan Presiden Sebagai Undang-undang terhadap UUD 1945.
Uji materi tersebut diajukan oleh sejumlah anggota Jamaah Ahmadiyah Indonesia (JAI).
Diantaranya, diajukan oleh Asep Saepudin, Siti Masitoh, Faridz Mahmud Ahmad, Lidia Wati, Hapid, Iyep Saprudin, Anisa Dewi, Erna Rosalia, dan Tazis.
Permohonan uji materi tersebut telah dilakukan sejak Juli 2017 lalu.
Baca: Iis Dahlia Dinilai Rendahkan Waode Sofia,Komnas PA Sebut Dampak Ini,Suara Dinilai Bukan Pakaian
Baca: Badan Penanaman Modal Prediksi Pemilu 2019 Buat Investasi Melambat
"Menolak permohonan para pemohon untuk seluruhnya," kata Ketua MK Anwar Usman dalam sidang pleno putusan di Kantor MK, Jakarta, Senin (23/7/2018).
Dalam permohonannya, beberapa jamaah Ahmadiyah menyatakan frasa penodaan agama dalam pasal 1, 2, dan 3 UU Nomor 1/PNPS/1965 bersifat multitafsir.
Akibatnya, frasa tersebut seringkali dimanfaatkan untuk menutup rumah-rumah ibadah Ahmadiyah.
Hal tersebut pun dipandang bertentangan dengan UUD 1945 dan bersifat inkonstitusional.
Baca: Jokowi : 1 Pekan Lagi Nama Cawapres Saya Putuskan
MK memandang apabila dibaca secara seksama substansi permohonan para pemohon, sebenarnya salah satu masalah mendasar yang menjadi kekhawatiran para pemohon tidak sepenuhnya pada persoalan belum direvisinya UU a quo.
"Melainkan pada makin meluasnya tindakan main hakim sendiri atau persekusi terhadap seseorang atau sekelompok orang lainnya dinilai melanggar Pasal 1 UU 1/PNPS/1965, termasuk para pemohon," ujar Hakim MK Wahiduddin Adams.
Selain itu, Mahkamah juga memandang, pokok permasalahan bukanlah pada pasal 1, 2, dan 3 UU Nomor 1/PNPS/1965.
Namun, masalah terjadi pada pembuatan aturan turunannya, antara lain Surat Keputusan Bersama atau Peraturan Daerah.
"Para pemohon telah mencampuradukkan persoalan konstitusionalitas norma dalam UU Nomor 1/PNPS/1965 dengan tindak lanjut pelaksanaan UU a quo melalui SKB dan peraturan daerah. Jika terdapat masalah atau kerugian akibat diberlakukannya SKB atau Perda, maka bukan berarti UU PPNS yang bertentangan dengan UUD 1945," sebut Hakim MK I Dewa Gede Palguna.
MK pun menyatakan UU 1/PNPS/1965 memang mendesak untuk direvisi supaya tidak menimbulkan penafsiran yang berbeda terkait penodaan agama yang akhirnya menimbulkan kericuhan.
Revisi harus dilakukan melalui tahapan legislasi biasa di DPR.
Artikel ini telah tayang di Kompas.com dengan judul "MK Tolak Gugatan Jamaah Ahmadiyah tentang Pasal Penodaan Agama", https://nasional.kompas.com/read/2018/07/23/13463191/mk-tolak-gugatan-jamaah-ahmadiyah-tentang-pasal-penodaan-agama?utm_campaign=Dlvrit&utm_source=Twitter&utm_medium=Social.