Ini 5 Fakta Mengejutkan Ketua JAD Aman Abdurahman yang Dituntut Hukuman Mati

Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa terduga pelaku serangan teror bom Thamrin, Oman Rochman

TRIBUNSUMSEL.COM-Hari ini, pentolan Jamaah Anshorut Tauhid (JAT) dan Jamaah Anshorut Daulah (JAD) Aman Abdurahman akan menjalani sidang tuntutan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (18/5/2018)

Jaksa penuntut umum menuntut terdakwa terduga pelaku serangan teror bom Thamrin, Oman Rochman alias Aman Abdurrahman, dengan hukuman mati.

Aman dianggap bertanggung jawab dalam aksi teror yang menewaskan sejumlah orang, serta dalang serangan lainnya di Indonesia dalam rentang waktu sembilan tahun terakhir.

Jaksa juga meminta majelis hakim memutuskan memberi kompensasi bagi para korban akibat serangan teror sebagai Aman.

Aman dianggap melanggar Pasal 14 juncto Pasal 6, subsider Pasal 15 juncto Pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme, dan Pasal 14 juncto Pasal 7 subsider Pasal 15 juncto pasal 7 UU Nomor 15/2003 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.

Tuntutan hukuman sidang kepada Aman Abdurahman tentu akan berefek kepada perjuangan jaringan yang disebut sebagai dalang aksi bom bunuh diri di Surabaya. 

Kapolri Jenderal Polisi Tito Karnavian mengatakan, bom Surabaya tidak hanya terkait aksi teror ISIS tingkat global, tapi juga pembalasan atas peristiwa yang terjadi di tingkat nasional.

Menurut Tito, aksi teror di Surabaya dan Sidoarjo ini merupakan balasan atas penangkapan pimpinan Jamaah Ansharut Tauhid dan Jamaah Ansharut Daulah, kelompok yang terafiliasi ISIS di Indonesia, yaitu Aman Abdurrahman.

"Saya sampaikan, diduga pembalasan kelompok JAD karena pimpinannya, Aman Abdurrahman pada Agustus lalu tak dibebaskan," kata Tito Karnavian di Mapolda Jawa Timur, Surabaya, Senin (14/5/2018).

Lalu, siapa sebenarnya sosok Aman Abdurrahman? Berikut rangkuman yang kami kumpulkan :

1. Dalang Bom Thamrin 

Aman Abdurrahman adalah terdakwa kasus peledakan bom di Jalan MH Thamrin pada awal 2016.

Tak hanya itu, aksi bom di Samarinda juga disebut merupakan 'karya'-nya.

Peneliti Pusat Kajian Terorisme dan Konflik Sosial Universitas Indonesia (UI) Solahudin mengatakan, berbagai aksi terorisme di Indonesia dilakukan kelompok Jamaah Anshorut Daulah (JAD).

Menurut Sholahudin, JAD adalah kelompok yang pembentukannya diinisiasi Aman pada akhir 2014 di Lapas Kembangkuning Nusakambangan, Cilacap, Jawa Tengah.

"JAD adalah organisasi yang harapan terdakwa bisa jadi organisasi payung kelompok-kelompok pendukung ISIS di Indonesia," ucap Solahudin.

Solahudin sempat mengatakan, Aman bahkan mendapat julukan sebagai 'Singa Tauhid' di kalangan kelompok JAD.

Saat ini, Aman sendiri ditahan di Mako Brimob.

2. Panglima ISIS Indonesia

Aman sering disebut sebagai pimpinan ISIS Indonesia.

Kurnia Widodo, mantan narapidana kasus terorisme, sebagai saksi dalam persidangan Aman mengatakan, Aman merupakan pimpinan tertinggi ISIS di Indonesia.

Kurnia mengetahui informasi tersebut dari ikhwan-ikhwan saat masih bergabung di kelompoknya dulu di Masjid As Sunah, Bandung, Jawa Barat, dan media-media jihadis.

"Dia (Aman) dikenal di kalangan kami aktivis, dia ulama paling tinggi dari ISIS di Indonesia. Pusatnya di Irak dan Suriah," kata Kurnia saat bersaksi dalam persidangan, dikutip dari Kompas.com.

Tapi, Aman membantah hal ini.

"Saya ketua ISIS, pimpinan ISIS, dari mana? Saya bukan ketua ISIS, bukan pimpinan ISIS," kata Aman dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (3/4/2018).

Yang menarik, meski membantah, Aman terang-terangan mengakui kecintaannya pada ISIS.

Saat diperiksa sebagai terdakwa, 27 April 2018, Aman menyebut bahwa orang Islam yang tidak berbaiat atau mengucapkan sumpah setia kepada pemimpin ISIS, Abu Bakr al-Baghdadi, berdosa.

"Jika ada satu kelompok yang mampu menegakkannya (hukum Islam), sudah ada khilafah itu, maka wajib atas kaum Muslimin untuk membaiatnya, sedangkan yang tidak berbaiat kepada para imam, nanti jahiliyah," kata Aman.

3. Ceramah Bersumber Buku Karangan Sendiri

Dikutip dari Kompas.com, 17 April 2018, dalam persidangan terungkap, Aman menggerakkan orang untuk melakukan teror dengan berceramah.

Materi ceramah itu diambil dari buku seri materi tauhid karangannya sendiri.

Aman mengakui, banyak yang menjadikan materi ceramahnya sebagai rujukan.

Selain itu Aman juga dikenal sebagai seorang intektual yang mumpuni ilmu agamanya dan hapal kitab-kitab yang sangat tebal.

Dia banyak menerjemahkan tulisan-tulisan seorang ideolog Islam radikal asalah Yordania Abu Muhammad Al Maqdisi dan menyebarkannya lewat teman-temannya ke internet bahkan dari dalam penjara.

Menurut pengamat terorisme UI, Salahudin, tingkat kecerdasan Aman juga bisa dilihat dari rekam jejak akademisnya.

Salahudin mengatakan bahwa Aman diketahui lulus dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Islam dan Arab (LIPIA) Jakarta dengan predikat cum laude.

"Itu bisa dicek dari akademik prudensial dia. Beliau adalah lulusan dari LIPIA Jakarta yang kemudian lulus dengan kategori mumtaz, cum laude," kata Salahudin.

4. Mengeluh di Sidang

Di persidangan, Aman Abdurrahman sempat mengeluh.

Dia mengaku tidak pernah diizinkan berkomunikasi atau dibesuk keluarganya sejak ditangkap pada 18 Agustus 2017.

"Sejak saya ditangkap sampai sekarang, saya tidak diizinkan komunikasi sama keluarga, untuk membesuk pun tidak, sudah 8 bulan," ujar Aman, 17 April 2018.

5. Bisa Video Call dari Penjara

Entah bagaimana, Aman Abdurrahman ternyata bisa menyampaikan ajarannya lewat smartphone dari bilik penjara.

Bahkan, di penjara ketat sekelas Nusa Kambangan sekali pun.

Pimpinan kelompok Jemaah Ansharut Daulah (JAD) Zainal Anshori mengaku pernah melakukan video call dengan terdakwa peledakan bom di Jalan MH Thamrin, Aman Abdurrahman.

Video call itu dilakukan saat Aman ditahan di Lapas Kembang Kuning Nusa Kambangan, Cilacap, Jawa Tengah, sebagai terpidana kasus terorisme.

Saat itu, video call dilakukan ketika Anshori menggelar pertemuan dengan anggota JAD di Malang, Jawa Timur.

Meskipun begitu, Anshori mengaku tidak tahu bagaimana cara Aman melakukan video call dari balik penjara.

Sebab, saat itu ponselnya dipegang seseorang bernama Abu Hakim.

Dalam video call tersebut, Anshori mengingat salah satu yang dibahas yakni soal hukum menyekolahkan anak di sekolah negeri.

"Yang paling saya ingat itu bagaimana hukumnya menyekolahkan anak di sekolah-sekolah negeri. Yang lainnya saya tidak begitu ingat," kata Anshori. (*)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved