Polisi Tetapkan Sembilan Tersangka Pengedar Obat PCC, Begini Pengakuan Mereka
Dalam undang-undang tersebut ada daftar obat-obatan yang dilarang beredar tanpa resep dokter.
TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Polisi menetapkan sembilan orang sebagai tersangka kasus peredaran obat jenis PCC (Paracetamol Caffein Carisoprodol) dan obat keras lainnya di Kendari, Sulawesi Tenggara.
"Dua orang ditangani di Polda Sultra, empat di Polresta Kendari, dua di Polres Kolaka dan satu di Polres Konawe," ujar Kepala Bagian Penerangan Umum Divisi Humas Polri Kombes Martinus Sitompul di kompleks Mabes Polri, Jakarta, Jumat (15/9/2017).
Lima orang yang sudah lebih dulu ditetapkan sebagai tersangka, yaitu seorang apoteker berinisial WYKA (34) dan asisten apoteker AM (19), serta R (27), FA (33), dan ST (39).
Sembilan orang tersebut dijerat dengan Pasal 197 juncto Pasal 106 ayat 1 Undang-undang Nomor 36 tahun 2009 tentang Kesehatan.
Dalam undang-undang tersebut ada daftar obat-obatan yang dilarang beredar tanpa resep dokter.
Obat PPC, kata dia, termasuk dalam daftar tersebut.
"Dalam hal ini tersangka selaku penjual atau pengedar. Sembilan tersangka ini melakukan praktik mengedarkan di tengah-tengah masyarakat di mana tidak memiliki izin mengedarkan," kata Martinus.
Dari kesembilan tersangka, polisi menyita 5.227 butir obat.
Hingga saat ini, polisi menggali motif tersangka mengedarkan obat-obatan tersebut dan cara mendistribusikannya.
"Nanti kita gali di situ motif-motifnya apakah yang bersangkutan dengan sengaja untuk meracuni anak-anak," kata Martinus.
Jumlah korban penyalahgunaan obat yang diketahui juga terus bertambah.
Hingga saat ini, lebih dari 60 orang dirawat di rumah sakit jiwa dan ada juga korban meninggal.
Sementara itu Salah satu tersangka pengedar obat jenis PCC (paracetamol caffein carisoprodol) dan obat keras lainnya di Kendari, Sulawesi Tenggara, menyesal telah menjual dan mengonsumsi obat tersebut.
ST (39), tersangka tersebut, mengatakan bahwa ia menggunakan obat itu untuk menyembuhkan sakit asam urat dan rematik.
Wanita tersebut mengatakan, sesuai saran dari penjualnya, ia mengonsumsinya sesuai dosis.
Karena merasa cocok, ia pun menjual obat yang sama kepada orang lain.
"Kalau orang lain (pakai) berlebihan," kata ST dalam wawancara eksklusif dengan Kompas TV, Jumat (15/9/2017).
ST memasarkan obat-obat itu secara eceran. Ia mengaku tidak menawarkan obat itu ke pembeli, tetapi pembeli tahu dari mulut ke mulut.
"Orang datang ke rumah untuk beli. Dia tahu tempat saya menjual, tapi saya tidak mengantar (obatnya)," ujarnya.
Mengenai sejumlah pelajar yang menjadi korban penggunaan obat tersebut, ST mengatakan tidak tahu.
Ia mengatakan, saat itu ia tidak sedang menjual obatnya dan sedang berada di sebuah hotel bersama anaknya.
"Saya sangat menyesal karena saya juga korbanny. Pada saat kosong barangnya, saya juga konsumsi barang itu dan saya juga keracunan sampai dengan saat ini," kata ST.