Pembimbing Haji Bingung Temannya Jalan Selalu Jinjit, Ternyata Dia Lakukan ini Sebelum ke Mekah
Kisah yang akan saya ceritakan ini agak aneh, kisah tentang tentang seorang jemaah bernama Mansor (bukan nama sebenarnya) berusia 30-an yang sebaya
TRIBUNSUMSEL.COM- Kisah yang akan saya ceritakan ini agak aneh, kisah tentang tentang seorang jemaah bernama Mansor (bukan nama sebenarnya) berusia 30-an yang sebaya dengan saya.
Mansor bekerja di Brunei dan memiliki gaji yang besar.
Kejadian ini terjadi ketika saya menjadi mutawif membawa jemaah umrah ke Tanah Suci pada tahun 1992.
Ketika itu, saya bertugas dengan sebuah biro umrah dan haji di Brunei.
Pelayanan umrah di bulan Desember dalam cuaca dingin dan kami berada di Tanah Suci selama sembilan hari.
Sementara di Mekah cara Mansor masuk ke kawasan Masjidil haram agak ganjil.

Kenapa saya bilang itu aneh karena, Mansor berjalan menjinjit.
Saat telapak kakinya sampai di lantai, dia cepat pula mengangankatnya.
Mansor seperti berjalan di atas kaca atau duri.
Ia seperti takut menginjak lantai marmer Masjid. Terkadang aku melihat Mansor berjalan beberapa langkah kemudian dia berhenti menggosok telapaknya.
Kurasa kaki Mansor sakit. Saya malas bertanya lebih jauh. Saya biarkan Mansor berjalan sendirian sebab saya banyak kerja nak uruskan, sebab ada jemaah yang lebih tua harus diberi perhatian.
Setibanya di Kabah, saya melihat tindakan Mansor yang aneh.
Cara Mansor berjalan masih menimbulkan pertanyaan. Tiba-tiba, aku melihat Mansor membuka kain ihram yang dipakainya, lalu ditata di lantai. Setelah itu, Mansor melangkah satu langkah demi langkah di kain ihram. Saya melihat kain ihram dibuat alas kaki.

Setiap kali dia melangkah kain tersebut dibentangkan lagi ke depan, itulah cara Mansor melakukannya. Aku tercengang. Mengapa Mansor melakukannya seperti anak laki-laki sedang bermain?. Padahal cuaca sedang bersahabat. Lantai masjid cukup dingin.
Saya kembali melihat tindakan aneh Mansor. Kali ini Mansor yang berputar mengelilingi Kabah (tawaf) seperti pelari cepat.
Setelah beberapa meter jauhnya, Mansor berhenti. Tiba-tiba kain ihram yang dilemparkan dilempar ke lantai. Setelah itu, dia menginjak-injak seperti alas kaki.
"HEAT HOT, MY FELLOW!"
Aku menggelengkan kepala. Aku bertanya-tanya apa sebenarnya yang terjadi pada Mansor? Saya menduga ada yang salah dengan Mansor. J
Setelah ditekan, Mansor memberitahuku.
Mansor mengatakan setiap saat langkahnya menginjak lantai Masjidil Haram, dia merasa sangat panas.
"Telapak kaki aku merasa seperti berjalan di atas bara api. Ini menyakitkan, panas, sakit! "
Saya terkejut. Yah, itu bukan perasaan Mansor. Bagaimana dalam cuaca yang sejuk ini, lantai Masjidil Haram bisa menjadi panas. Lagi pula, saya dan jamaah lain tidak merasa seperti itu.
"Itu benar. Demi Allah, saya tidak bisa pergi ke lantai Masjidil Haram. Karena telapak kaki saya, saya membuka kain ihram untuk alas kaki. Panasnya seperti api di bawah lantai. Rasanya terbakar habis! "Kata Mansor serius.
Pergi ke Diskotek Sebelum Umrah
Aku merenung sejenak. Kejadian ini aneh. Di kamar hotel, saya menyelidiki diri saya sendiri apa yang dia lakukan sebelum pergi ke Mekah.
Akhirnya saya tahu seminggu sebelum berangkat ke Tanah Suci, Mansor berlibur ke disko dan pub.
Dia bilang dia ingin bertobat di Mekkah. Setelah kembali ke Mekkah dia tidak akan menginjak kejahatan lagi.
Sudah beberapa kali saya mendengar pengakuan dari Mansur tentang dirinya di Mekah. Haruskah aku melihat perilakunya itu aneh. Saat lantai Masjid Masjid Suci terasa seperti bara api.
.jpg)
Lagipula, saya pernah mendengar ceritanya sebelumnya, jika orang Arab yang tinggal di Mekah bepergian ke luar negeri seperti Thailand dan pergi ke tempat-tempat wakil, mereka biasanya kembali ke Masjidil Haram.
Mereka tinggal di Medina selama 40 hari, melakukan ibadah dan pertobatan.
Tuhan menjadikannya sebagai tanah yang diberkati. Kejadian seperti itu seharusnya menjadi pelajaran bagi peziarah kita.
Jika Anda ingin pergi ke Mekah, jangan berpesta di kelab malam dan melakukan hal-hal buruk.
Tuhan selalu melihat apa yang kita lakukan, dimanapun kita berada. (Buletin Media)