Krisis Pasokan Gas PT Pusri, Pertamina Tunggu Kebijakan Pemerintah

Dimana Pertamina berupaya keras dari lapangan-lapangan migas yang ada, dengan memberikan harga yang kompetitif kepada Pusri, untuk bisa mengatasinya.

Editor: M. Syah Beni
TRIBUNSUMSEL.COM/ARIEF BASUKI ROHEKAN
Kepala Divisi Komunikasi Corporate Pertamuba, Wianda Puspa Negoro 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG- Terkait krisis pasogan gas yang dialami PT Pupuk Sriwidjaya (Pusri) PT Pertamina (Persero) memastikan belum bisa segera merealisasikan kebutuhan tersebut dan masih menunggu kebijakan pemerintah pusat.

Menurut VP Corporate Communication PT Pertamina (Persero) Wianda Pusponegoro, soal krisis pasokan gas PT Pusri, memang sebenarnya menjadi salah satu prioritas pihaknya, karena masuk dalam industri strategis yang Peraturan Presiden (PP)nya sudah ada yaitu PP 40.

Dimana Pertamina berupaya keras dari lapangan-lapangan migas yang ada, dengan memberikan harga yang kompetitif kepada Pusri, untuk bisa mengatasinya.

"Tapi kemarin, sudah dirapatkan di Menko Perekonomian itu tidak bisa sendiri, karena untuk mengekstraksi Migas dalam tanah itu juga adalah bagian pemerintah. Jadi dari sisi ulu harus ada bagian yang berkurang, dan yang bisa memutuskan itu adalah pemerintah, kita sebagai pelaku sebagai kontraktor mengoperasikan lapangan migas itu secara ekonomis saja," katanya saat menghadiri Forum Komunikasi Humas- Media Pertamina Wilayah Sumbagsel, di Palembang, Kamis (2/3/2017).

Wianda menyatakan dengan seperti itu, maka dari Ulu ke Hilir dirapikan jika pemerintah inginnya memutuskan harga lebih murah maka penerimaan negara yang berkurang.

"Pengangkutan gas lewat pipa itu ibarat ada tolnya, dan yang menentukan adalah BPH Migas kan artinya kembali ke pemerintah lagi, dan dana margin sampai 3 persen. Na, ada enggak keinginan pemerintah untuk turun sampai 1 persen, itu baru bisa dilakukan. Kita sebagai pelaku usaha lebih berfokus bagaimana bisa mengoperasikan lapangan-lapangan Migas itu lebih efisien, agar menghasilkan gas yang kompetitif. Tapi untuk penentuan harganya, disitu ada ketergantungan terhadap pemerintah baik dari sisi ulu maupun Ilir," tandasnya.

Ditambahkan Winda, meskipun sulit untuk memenuhi kebutuhan Pusri tersebut, namun pihaknya akan mendorong untuk kebutuhan dalam negeri bisa terpenuhi dan terjangkau.

"Kedepan, bagaimana kekurangan ini diselesaikan bersama, kita ambil dari mana jika kompetitif maka harus ada keputusan bersama," ucapnya.

Sebelumnya, PT Pusri Palembang tengah mengalami krisis pasokan gas, akibatnya perusahaan harus memutar strategi agar produksi pupuk tetap dapat berjalan sesuai dengan target yang telah ditentukan.

Direktur Teknik dan Pengembangan PT Pusri Palembang, Listyawan Adi Pratisno mengatakan, sesuai kontrak gas yang dimiliki, kebutuhan pasokan gas PT Pusri Palembang saat ini sebesar 232 juta kaki kubik per hari (million standard cubic feel per day/mmscfd).

“Hanya saja, sejak pertengahan Desember tahun lalu, kami mulai mengalami penurunan suplai,” katanya.

Menurutnya, pasokan gas ke PT Pusri sejauh ini disuplai oleh tiga perusahaan, yakni dari Pertamina EP sebesar 183 mmscfd, Medco 45 mmscfd, dan JOB Pertamina Talisman (OK) Ltd sebesar 9 mmscfd.

Namun, saat ini kebutuhan yang didapat hanya sebesar 191 mmscfd, artinya ada deficit sekitar 41 mmscfd.

“Yah, kekurangan tersebut dikarenakan ada masalah teknis di Pertamina EP. Pihak Pertamina EP menyebutkan jika penurunan jumlah pasokan dikarenakan ada masalah pada kompresor mereka, kemudian juga dikarenakan mulai menurunnya pasokan dari sumur gas,” ucapnya.

Dilanjutkan Listyawan, akibat kekurang pasokan ini perusahaan terpaksa mengambil kebijakan untuk sementara waktu mematikan satu mesin pabrik amoniak. Hal tersebut dilakukan untuk mencukupi kebutuhan gas pabrik urea.

Terlebih pabrik baru Pusri II-B saat ini sudah berjalan normal. (Arief Basuki Rohekan)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved