Nyala Untuk Yuyun

Tujuh Tersangka Pembunuh Yuyun Tidak Bisa Dihukum Mati

Itu dianggap sudah sejalan dengan Undang-Undang.

Editor: M. Syah Beni
TWITTER
Jagat media sosial pada Senin (2/5/2016) diramaikan dengan tagar #NyalaUntukYuyun, sebagai aksi solidaritas netizen terhadap perkosaan yang menimpa seorang pelajar SMP di Desa Padang Ulak Tanding, Kecamatan Rejang Lebong, Provinsi Bengkulu pada pertengahan April 2016 yang diperkosa 14 pemuda saat pulang sekolah. 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Banyak pihak mendesak 14 tersangka pembunuh dan pemerkosa terhadap Yuyun di Bengkulu dihukum mati.

Namun menurut Ketua Komisi Nasional Perlindungan Anak, Arist Merdeka Sirait khusus untuk tujuh tersangka anak-anak tidak bisa dihukum mati.

Berbeda dengan lima tersangka yang sudah dewasa, ditegaskan Arist, seluruhnya harus dijerat hukum yang seberat-beratnya ‎seperti hukuman mati atau seumur hidup.

Arist menyebut pihaknya sependapat dengan Jaksa di Pengadilan Negeri Curup, Bengkulu yang menuntut 7 dari 12 tersangka pelaku pemerkosaan dan pembunuhan Yuyun dengan tuntutan 10 tahun penjara.

Karena tujuh pelaku ini masih berusia dibawah 18 tahun.‎ Itu dianggap sudah sejalan dengan Undang-Undang.

Hukuman bagi 7 dari 12 tersangka tidak bisa diperberat lagi.
Sebab, dalam UU Perlindungan Anak, dan UU sistem peradilan Anak, hukum maksimal bagi pelaku kejahatan yang masih berusia dibawah 18 tahun adalah 10 tahun.

"Yang masih berusia 17 tahun maksimalnya hanya bisa dihukum selama 10 tahun, tapi nanti hakim dalam memutus pasti juga mengacu atau berpedoman pada Undang-Undang. Sementara bagi lima tersangka yang telah berumur 18 tahun, bisa dikenai hukuman maksimal. Kalau tidak dijerat seumur hidup ya hukuman mati," bebernya, Senin (9/5/2016).

Terkait hukuman mati, Arist menambahkan tujuh tersangka dibawah umur tidak bisa dihukum mati karena mengacu pada PBB tentang Konvensi Hak-Hak Anak untuk memberikan perlindungan terhadap anak dan menegakkan hak anak di seluruh dunia.

Dimana pada 20 November 1989 silam, konvensi ini telah diratifikasi oleh semua negara, termasuk Indonesia dengan Keputusan Presiden No 36 tahun 1996.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved