Bom Meledak di Brussels
Sepuluh Menit Berharga yang Selamatkan Nyawa Mahasiswi ini Dari Serangan Bom
Kami kemudian melihat sekelompok 10 orang berlari melalui terminal. Sesuatu yang tidak benar terjadi
TRIBUNSUMSEL.COM, BRUSSELS - Keputusan remeh temeh membuatnya terselamatkan dari serangan teroris, Selasa (22/3/2016).
Pengalaman lolos dari maut ini disebabkan pilihan luar biasa yang mereka buat sepanjang pagi yang ternyata benar-benar menempatkan mereka keluar dari bahaya.
Ya, itulah yang dialami Eliza Weber (22), Mahasiswa Brisbane, dan dua temannya lolos dari maut serangan teroris di Brussels.
Seharusnya Eliza terbang ke Praha, Republik Ceko, pada pagi hari itu, saat serangan bom melumpuhkan bandara dan stasiun kereta api bawah tanah Maelbeek yang mengakibatkan tewasnya 34 orang dan mencederai setidaknya 250 orang.
Rencannya, Eliza hendak bepergian ke Republik Ceko bersama dua temannya sebagai bagian dari libur musim semi kampus.
Gadis berambut panjang ini menjalani program pertukaran pelajar di Universitas College Dublin.
Eliza dan teman seperjalanannya masuk ke penerbangan mereka 10 menit sebelum bom bunuh diri itu meledak di tempat yang tadinya mereka singgahi.
Awalnya, para perempuan muda ini membuat keputusan mendadak untuk naik taksi ke bandara.
Bukan menumpang kereta seperti yang sudah direncanakan.
"Jika naik kereta api, maka akan tiba di konter check-in tepat saat ledakan terjadi," kisah Eliza seperti dikutip dari ABC Radio Australia, Kamis (24/3/2016).
Setelah tiba mereka langsung 'check in'. Setelah selesai, Eliza memutuskan tidak berhenti makan karena ingin menghindari harga makanan bandara yang mahal.
Dengan memutuskan langsung menuju ke pos pemeriksaan keamanan dan kemudian ke pintu gerbang membuat Eliza dan teman-temannya berhasil menghindari ledakan.
Mereka tiba di pintu tunggu tepat sebelum jam 08:10 pagi.
"Kami benar-benar tak mendengar apapun, tak mencium bau asap apapun," kenang Eliza.
Ia mulai merasakan ada hal aneh baru saja terjadi ketika melihat anggota staf bandara menjawab panggilan telepon dan menangis.
"Kami kemudian melihat sekelompok 10 orang berlari melalui terminal. Sesuatu yang tidak benar terjadi,” tuturnya.
"Setelah itu, ada panggilan untuk evakuasi dari sistem pengeras suara," kisahnya.
"Kemudian ada pengumuman kedua untuk tetap tinggal di tempat," lanjutnya.
"Dan akhirnya pengumuman ketiga terdengar seorang perempuan dengan histeris mengatakan 'keluar sekarang'," demikian dia menceritakan situasi yang terjadi.
Ketika Eliza dan teman-temannya beranjak menuruti arahan dari pengeras suara mengevakuasi diri.
Saat mereka melewati petugas kebersihan bandara, barulah mereka diberitahu, "ada teroris".
Tak sampai di ujung luar bandara, suasana mencekam kejadian ledakan itu terpampang jelas.
"Kami bisa melihat kaca di seluruh sisi bandara sudah pecah," cerita Eliza.
"Kami berdiri di luar selama 2,5 jam dan selama itu kami melihat ambulans demi ambulans tiba di bandara silih berganti. Setidaknya ada 30 ambulans,” kenang Eliza.
"Lalu seluruh tentara Belgia turun ke bandara," sambungnya.
Ribuan orang yang dievakuasi akhirnya naik bus ke gedung olah raga terdekat.
Mereka dievakuasi ke tempat yang kondisinya aman, diberi kopi, dan makanan, bahkan wafel Belgia.
"Warga mulai datang. Banyak yang hilir mudik menawarkan jasa mengantar kami ke mana saja."
"Salah satu pria yang baik mengatakan, ia akan mengantar orang ke Leuven, kota pelajar, jadi kami mendapat tumpangan dengannya,” ujar Eliza.
"Kami membayarkan jasanya dengan uang atas tumpangannya itu namun ia menolak. Ia benar-benar ingin membantu," imbuhnya berterimakasih kepada sosok laki-laki yang membantunya.
Setelah kami melihat laporan berita tentang serangan teroris itu, Eliza mengaku, saat itu merasa "mati rasa" dan tak percaya bahwa mereka selamat dari maut yang jaraknya sangat dekat dengan mereka.
Namun, Eliza bersikeras bahwa serangan teroris yang menghancurkan itu tak akan menghentikannya untuk bepergian.
"Saya ingin terus jalan-jalan, saya tak ingin berhenti bepergian karena insiden ini," ucapnya.
Dia pun tak mengurungkan niatnya dan takut sehingga memutuskan kembali ke Australia setelah serangan itu. (ABC Radio Australia)