Pindang Pegagan Adenia Mempertahankan Resep Nenek Moyang
Namun, ada yang sudah berubah cita rasanya. Kita jamin, pindang di sini sama sekali tidak ada perubahan rasa.
TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG - Pindang Pegagan Adenia yang berlokasi di Jl Gubernur H Bastari, tepatnya di kawasan Mapolresta Palembang sudah menjadi salah satu tujuan masyarakat untuk bersantap. Padahal, rumah atau tempat makan baru semakin banyak bermunculan dengan menawarkan menu makanan yang beragam dan modern.
Dikatakan pemilik sekaligus juru masak Pindang Pegagan Adenia, Hj Nila, salah satu rahasia mengapa tempat makan miliknya ini tetap ramai pengunjung adalah karena berhasil mempertahankan cita rasa dari tahun ke tahun. Dari awal berdiri sampai sekarang, rasa pindang yang disuguhi kepada pengunjung tidak pernah mengalami perubahan dalam segi kelezatannya.
"Komentar itu yang sering kita dengar dari mereka yang sudah makan di sini. Syukur, selain pelanggan-pelanggan lama, pelanggan baru juga sudah banyak," kata Nila, Senin (11/1).
Dikatakan Nila lebih jauh, pindang yang ia suguhkan kepada pengunjung didapat secara turun temurun. Nila, yang memang asli masyarakat Desa Talang Aur Ogan Ilir sudah terlalu lama mengenal keenakan dari pindang khas daerah kelahiranya. Ia lalu membuat pindang ini dengan belajar dari orangtua dan diteruskan sampai sekarang.
Dilanjutkan Nila, pindang yang ada di tempatnya ini merupakan masakan khas dari desanya. Meski sudah banyak jenis masakan baru, Nila tetap mempertahankan pindang sebagai menu utama. Tujuannya tak lain ingin mempopulerkan masakan tradisional sehingga masyarakat luas bisa tahu lebih banyak.
"Yang jual pindang dengan embel-embel pegagan di belakangnya memang banyak. Namun, ada yang sudah berubah cita rasanya. Kita jamin, pindang di sini sama sekali tidak ada perubahan rasa," kata Nila.
Nila membeberkan, pindang yang ia suguhi terdiri dari jenis ikan. Ada ikan gabus, patin, baung, dan masih banyak lainnya. Bagi yang tidak suka pindang, Nila juga menyediakan menu masakan seperti brengkes sebagai alternatif dari menu utama. Harganya cukup terjangkau, yakni mulai dari Rp 20 ribu yang sudah termasuk dengan gratis nasi sebakul.
Kini, masih kata Nila, yang makan di tempatnya terdiri dari ragam kalangan masyarakat dan kebanyakan datang berkelompok. Mulai dari yang masih sekolah, kuliah, hingga mereka yang sudah bekerja di instansi pemerintahan, swasta, maupun pengusaha silih berganti makan di tempatnya.
Sadar akan zaman yang kian maju, termasuk dalam segi kuliner, Nila sedikit memadukan unsur tradisional dengan unsur modern. Hanya saja, unsur modern yang ada hanya sebatas pada cara menyajikan masakan. Tujuannya supaya terlihat menarik sehingga yang menyantap kian berselera.
"Kalau makanan, mulai dari bahan hingga lauk, semuanya masih tradisional. Ini akan terus kita pertahankan karena sudah menjadi cita-cita dari keluarga," kata Nila. (refly permana)