Perludem Nilai Sengketa Pilkada Bukan Hanya soal Angka Tapi Integritas Pilkada

Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni mengatakan sengketa perselisihan hasil pilkada

TRIBUN SUMSEL.COM/RETNO WIRAWIJAYA
Panwas Ogan Komering Ulu (OKU) memperketat pengawasan di tiga Kecamatan. Pengawasan diperketat mulai pendistribusian logistik hingga pendistribusian surat suara pasca pencoblosan, pasangan Bupati dan Wakil Bupati setempat yang akan dilaksanakan 9 Desember mendatang. 

TRIBUnSUMSEL.COM, JAKARTA - Direktur Eksekutif Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem), Titi Anggraeni mengatakan sengketa perselisihan hasil pilkada bukan hanya menyoal selisih angka yang terjadi, tapi juga masalah integritas pilkada yang sudah terlaksana 9 Desember lalu.

"Proses perselisihan hasil pilkada tidak boleh dipisahkan dari proses pilkada itu sendiri. Sengketa pilkada yang ada saat ini, prinsipnya buka soal angka, tapi juga soal integritas pilkada," jelasnya, Rabu (30/12/2015).

Titi menjelaskan, telah terjadi pergeseran paradigma sengketa pilkada di MK yang mengerucut ke dalam dua hal, pertama MK hanya akan mengadili persoalan ketepatan angka hasil perolehan suara calon saja. Kedua MK bergeser ke paradigma yang lebih substantif, yakni melihat proses pelaksanaan pilkada secara keseluruhan, sehingga mendapatkan hasil perolehan suara yang ditetapkan oleh KPU.

Dalam proses penyelesaian perselisihan pilkada, terakhir pada tahun 2012, lanjut Titi, MK masih berpijak pada proses pemeriksaan perkara yang lebih substantif, yakni melihat apakah proses pelaksanaan pemilihan kepala daerah sudah berjalan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang ada, serta prinsip-prinsip pelaksanaan pemilihan yang jujur dan adil.

"Namun pada proses penyelesaian perselisihan hasil Pemilu 2014, memberikan penegasan hanya mengadili prihal ketepatan angka dan hasil pemilu saja. Begitu juga dengan proses perselisihan hasil Pemilihan Presiden 2014," lanjutnya.

Dirinya mengimbau MK harus mempertimbangkan, jika ada pemohon perselishan hasil pilkada yang kalah jauh suaranya oleh pemenang yang ditetapkan oleh KPU, namun memiliki dalildan bukti yang kuat bahwa hasil tersebut didapat dari proses pilkada yang penuh dengan praktik kecurangan.

"Mendorong MK tidak hanya mengadili persoalan ketepatan angka-angka dalam perolehan suara saja. Tetapi jauh dari itu, MK mesti melihat proses integritas pelaksanaan pilkada secara keseluruhan, sehingga sampai pada hasil dan perolehan suara," kata Titi.

Sumber: Tribunnews
Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved