Yusril: Pemerintah Harusnya Berikan Subsidi BBM Bukan Membebankan Rakyat dengan Pungutan

Dari zaman ke zaman Pemerintah selalu memberikan subsidi BBM kepada rakyat, bukan sebaliknya membebankan rakyat dengan pungutan untuk mengisi pundi2 P

TRIBUNSUMSEL.COM/M A FAJRI

TRIBUNSUMSEL.COM - Pemerintah akhirnya menurunkan harga Bahan Bakar Minyak (BBM) jenis Premium dan Solar.

Adapun harga baru setelah penurunan adalah Rp 7150 per liter untuk premium dan Rp 5950 per liter untuk solar.

"Harga Premium dari Rp 7.300/liter turun jadi Rp 6.950/liter ini harga keekonomian, tapi karena ada pungutan dana ketahanan energi Rp 200/liter untuk premium, maka harga Premium jadi Rp 7.150/liter," kata Sudirman.

"Sedangkan untuk harga solar dari Rp 6.700/liter harga keekonomiannya saat ini Rp 5.650/liter itu sudah termasuk subsidi Rp 1.000/liter, kemudian ditambah dana ketahanan energi Rp 300/liter untuk solar, jadi harganya Rp 5.950/liter," tambah Sudirman.

Menurut Sudirman harga baru BBM tersebut mulai berlaku pada tanggal 5 Januari 2016. "Harga baru itu berlaku pada 5 Januari 2016," ujar Sudirman Said.

Namun hal ini menuai reaksi banyak orang diantaranya adalah Yusril Ihza Mahendra. Ia menyatakan jika pemerintah tak bisa seenaknya memungut dana masyarakat dari penjualan BBM.

Hal ini ia katakan dalam broadcast Blackberry Messenger (BBM) yang ia beri judul "Pemerintah Tidak Bisa Gunakan Ps 30 UU No 30 Tahun 2007 tentang Energi Untuk Lakukan Pungutan dari Penjualan BBM"

Pemerintah tidak bisa seenaknya menggunakan pasal 30 UU Energi untuk memungut dana masyarakat dari penjualan BBM.

Untuk kepentingan penelitian energi baru dan terbarukan, pasal tsb menyebutkan dananya berasal dari APBN, APBD dan dana swasta, yang terlebih dahulu harus dianggarkan.

Penganggaran tsb dengan sendirinya harus dengan persetujuan DPR dan DPRD.

Tidak ada norma apapun dalam pasal 30 UU Energi tsb yg memberikan kewenangan kepada Pemerintah untuk melakukan pungutan langsung kepada masyarakat konsumen BBM.

Tiap pungutan haruslah masuk dalam kategori PNBP yang lebih dulu harus ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Ps 30 UU Energi memanh menegaskan bahwa ketentuan kebih lanjut tentang biaya riset untuk menemukan energi baru dan terbarukan harus diatur dengan PP. Namun hingga kini PP tsb belum ada.

Menteri ESDM tidak bisa menjalankan suatu kebijakan pungutan BBM tanpa dasar hukum yang jelas, baik menyangkut besaran pungutan, mekanisme penggunaan dan pertanggungjawabannya.

Kebiasaan mengumumkan suatu kebijakan tanpa dasar hukum ini, seharusnya tdk dilakukan oleh Pemerintah karena bertentangan dengan asas negara hukum yg dianut oleh UUD 1945.

Lagipula, tidak pada tempatnya Pemerintah memungut sesuatu dari rakyat konsumen BBM.

Dari zaman ke zaman Pemerintah selalu memberikan subsidi BBM kepada rakyat, bukan sebaliknya membebankan rakyat dengan pungutan untuk mengisi pundi2 Pemerintah walau dengan dalih utk kepentingan penelitian dan pengembangan energi baru dan terbarukan.

Demikian pendapat saya. Terima kasih.

Berita Terkait
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved