Suap Musi Banyuasin

PAW Anggota Muba Tidak Bisa Dipercepat

Jadi, intinya pimpinan dewan membentuk pimpinan sementara, karena ada tatibnya membentuk pimpinan sementara seperti apa, cukup dua partai kursi.

Ambaranie Nadia K.M
Bupati Musi Banyuasin Pahri Azhari ditahan KPK, Jumat (18/12/2015) 

TRIBUNSUMSEL.COM, PALEMBANG -- Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) memastikan, jika proses Pergantian Antar Waktu (PAW) wakil rakyat, khususnya anggota DPRD di Kabupaten Musi Banyuasin (Muba) yang ditahan KPK tidak bisa dipercepat pelaksanaanya. Pasalnya, proses tersebut diatur dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku.

Hal tersebut disampaikan Kabag Humas Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Dodi Riatmadji. Menurutnya, secara peraturan tidak ada proses PAW selama belum ada keputusan hukum yang tetap.

"Jadi, intinya pimpinan dewan membentuk pimpinan sementara, karena ada tatibnya membentuk pimpinan sementara seperti apa, cukup dua partai kursi terbanyak dan urutan partainya (PAN dan PDIP), bisa menjadi pimpinan smentara memimpin rapat-rapat di DPRD Muba,"ucapnya, Senin (21/12/2015).

Ia sendiri mengungkapkan hal tersebut bukan ingin partai melakukan pemecatan terburu- buru tetapi aturan yang beralaku seperti itu adanya.

"Bukan terburu-buru, tapi aturan dasarnya undang-undang seperti itu, jadi tidak terburu-buru dan tergesa. Termasuk anggota dewan yang di tangkap tangan atau tidak, PAW bisa dilakukan kalau sudah ada kekuatan hukum tetap, dan langkah sementara dulu yang diambil, sebab kekuatan hukumnya belum ada,"tegasnya.

Sementara untuk status Bupati Pahri Azhari sendiri, Dodi menegaskan sesuai dengan UU nomor 23 tahun 2014 tentang Pemda. Maka sejak ditahan pada, Jumat (18/12) lalu, Pahri tidak diperkenankan lagi menjalankan tugas dan kewenangannya sebagai kepala daerah, dan hal tersebut dilimpahkan kepada Wakil Bupati (Wabup) sebagai Pelaksana tugas (Plt).

"Dalam UU nomor 23/2014, kalau ada kepala daerah ditahan untuk penyidikan, maka sejak dari itu dilarang menjalani kewenannya, dan cukup dikirimkan surat ke Gubernur kalau Wakilnya (Beni) sudah Plt tetapi belum ada SK,"terangnya.

Diterangkan Dodi, aturan ini berbeda dengan beberapa kepala daerah yang mengalami kasus serupa dengan pihak berwajib, yang mana mereka masih memiliki kewenangan untuk mengambil kebijakan diroda pemerintahan sebelum menjadi terdakwa.

"UU dahulu noomor 32/2004 berebeda dengan sekarang, kalau dulu jika sudah terdakwa, maka diberhentikan sementara dan wakil diangkat jadi Plt. Tetapi sekarang, sejak ditahan untuk proses penyelidikan, maka dia dilarang mejalankan tugas dan wewenang, maka wakilnya sebagai Plt.
Ini lebih rasional, sebab selama ini kepala daerah yang ditahan saja, masih bisa minta tandatangannya, dengan ini mereka tidak dibebankan lagi,"tandasnya.

Dilanjutkan Dodi, dengan kedudukan Beni sebagai Plt kepala daerah itu, artinya dia hanya tetap melaksanakan tugas-tugas sebagai kepala daerah, dan mengenai waktunya apakah diangkat difinitif hal tersebut tergantung proses hukum nantinya hingga berkekuatan tetap.

"Jadi setelah disidik berapa lama kita belum tahuu, jika selesai berkas diberikan kepengadilan, setelah itu dia akan menjadi terdakwa, dan baru diberhentikan sementara sebagai kepala daerah, dan baru akan keluar SK dari Mendagri untuk wakilnya sebagai Plt,"tuturnya.

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved