Ajakan Tahu Diri dari Ranieri kepada Para Pemain Leicester
Rasa tahu diri pada Ranieri dalam mengelola Leicester sekarang memang tak lepas dari pengalamannya menangani Chelsea 15 tahun yang lalu.
TRIBUNSUMSEL.COM - Sekarang bukan kabar mengejutkan lagi jika Leicester City mampu menahan imbang dan bahkan menang atas tim besar. Sebaliknya, jika menderita kekalahan pun The Foxes masih dimaklumi.
Karena itu, ketika Senin pekan lalu Leicester mampu meraih kemenangan 2-1 atas Chelsea, mereka tak perlu lagi tertawa keras. Hal tersebut karena telah terjadi kesepahaman di kubu Leicester bahwa mereka harus tahu diri.
Jauh hari sebelum bertemu mantan klub yang pernah dilatihnya, manajer klub berjulukan Si Rubah itu, Claudio Ranieri, memang tegas-tegas menekankan bahwa target utama bukanlah menggapai trofi Premier League.
“Kami harus tahu diri karena target terpenting klub ialah eksistensi. Pada musim ini kami ingin mencapai 40 angka pada akhir kompetisi,” kata Ranieri.
Rasa tahu diri bahkan telah disampaikan kepada seluruh pemain.
Hal inilah yang membuat gelandang gesit Riyad Mahrez kini sangat memperhatikan “keselamatannya” dalam bermain meski masih merasakan euforia mencetak hattrick ke gawang Swansea City pekan sebelumnya.
“Saya paham maksud Ranieri. Meski tidak dikatakan secara jelas, saya mengerti bahwa bek-bek lawan sudah memerhatikan dan berniat mematikan saya dalam permainan,” kata Mahrez.
Rasa tahu diri pada Ranieri dalam mengelola Leicester sekarang memang tak lepas dari pengalamannya menangani Chelsea 15 tahun yang lalu.
Saat itu, sepak bola Inggris merupakan lingkungan yang benar-benar baru dan ditambah kemampuan bahasa Inggris-nya yang masih terbatas.
"Pernah perlu tiga atau empat menit sampai akhirnya dia mengatakan sesuatu. Sering kali dia tergantung pada penerjemah sehingga sangat sulit baginya memberikan pengarahan saat jeda pertandingan," kenang kiper Mark Bosnich, yang sempat dua tahun dilatih Ranieri di Chelsea.
Chelsea dengan sejuta ekspektasi yang membebani membuat pelatih berjulukan The Tinkerman tersebut cenderung sok tahu kala itu. Pelatih asal Italia ini terkenal gemar gonta-ganti pemain sehingga susunan tim inti Chelsea tak pernah sama dari satu pertandingan ke pertandingan lain.
Hasilnya, Ranieri malah tidak pernah merasakan kebahagiaan dan menjadi juara bersama Chelsea. Ranieri justru terjungkal saat The Blues memulai era kepemilikan Roman Abramovich.
Hidup Baru
Sejak Juli lalu, Ranieri menangani Leicester setelah pemecatan Nigel Pearson. Namun, Ranieri kali ini hadir dengan kemampuan bahasa, pemahaman kultur sepak bola Inggris, serta pengalaman manajemen yang meningkat.
Leicester sendiri seperti memberikan ruang yang cocok buat sang pelatih.
