Saya Tidak Ingin Kaya Jika Tidak Mengkayakan Orang Lain

Saya merenung, apa yang salah. Akhirnya saya tahu bahwa sebenarnya orang tidak akan sukses jika hanya ingin sukses sendiri, ya kecenderungannya orang

TRIBUNJOGJA.com | MONA KRIESDINAR
Eko Dadiek Suryadi pendiri lembaga non formal Socialpreneur Kompatriot Indonesia 

Saya merenung, apa yang salah. Akhirnya saya tahu bahwa sebenarnya orang tidak akan sukses jika hanya ingin sukses sendiri, ya kecenderungannya orang hanya ingin sukses sendiri, kaya sendiri. Saya tidak ingin kaya jika tidak mengkayakan orang lain, saya tidak ingin sejahtera jika tidak menyejahterakan orang lain, intinya yuk kita maju bareng-bareng, saling bantu karena pada dasarnya sebaik-baiknya orang adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain,"

TRIBUNSUMSEL.COM, BANTUL - Kegagalan kerap kali menjadi momok menakutkan bagi sebagian orang. Namun tak demikian halnya dengan yang dialami oleh Eko Dadiek Suryadi (40), pendiri lembaga nonformal socialpreneur Kompatriot Indonesia.

Pria kelahiran Pontianak ini pernah 23 kali gagal dalam merintis usahanya. Mulai dari berjualan bubur, usaha di bidang mebel, entertainment, bisnis clothing, peternakan ayam bahkan ia pernah merintis usaha jasa penyalur tenaga kerja Indonesia. Semuanya gagal tak sesuai harapan.

Apakah dia menyerah? Jawabannya tidak !

Ya, ayah tiga orang anak ini memang 'keras kepala', bahkan ketika kedua orang tuanya menyuruh dia untuk berhenti berwirausaha, dan mulai bekerja kepada orang lain.

Kala itu, ia meyakinkan bahwa ia memang pernah gagal tapi ia juga bisa bangkit sebanyak kegagalan itu pula.

Sejahterakan Petani dengan Bekal Urine Sapi

Berbekal tekad kuat dan cita-cita untuk mendirikan wirausaha yang bernilai hasanah, Dadiek pun mencoba lagi merintis usaha yang belum pernah ia coba. Kali ini, ia melirik urine dan kotoran sapi yang mulai dirintis kali pertama pada tahun 2009 silam di Magelang.

"Saya merenung, apa yang salah. Akhirnya saya tahu bahwa sebenarnya orang tidak akan sukses jika hanya ingin sukses sendiri, ya kecenderungannya orang hanya ingin sukses sendiri, kaya sendiri. Saya tidak ingin kaya jika tidak meng-kaya-kan orang lain, saya tidak ingin sejahtera jika tidak menyejahterakan orang lain, intinya yuk kita maju bareng-bareng, saling bantu karena pada dasarnya sebaik-baiknya orang adalah mereka yang bermanfaat bagi orang lain," tandas pria yang terpilih menjadi duta Mutiara Bangsa Berhasanah (MBB) BNI Syariah 2015 ini, belum lama ini.

Adapun usaha pengolahan urine ini dimulai dengan mengajak para petani untuk memasok urine sapi yang selama ini terbuang percuma. Urine ini ia manfaatkan sebagai bahan baku pembuatan pupuk cair organik yang kemudian ia patenkan dengan merk dagang Enerbio (Energetic Biological Activity).

Awalnya memang cukup sulit untuk memuluskan langkahnya itu. Terutama ketika mengenalkan ide baru tanpa ada hasil yang riil. Namun, perlahan hal itu terkikis dengan adanya hasil nyata dari penjualan urine sapi. Para petani juga ia libatkan dalam proses produksi sehingga pendapatan mereka pun kian bertambah.

Perlahan-lahan, usaha ini lancar. Para petani makin rajin menyetor urine terlebih dengan begitu mereka memiliki tambahan penghasilan selain dari sektor pertanian. Kemudian, ini juga berkembang dengan pengolahan kotoran sapi yang diolah menjadi pupuk kompos.

Suami dari Maya Dayu Murti ini merinci, untuk satu liter urine sapi, dihargai Rp 1000. Sementara kotoran sapi, satu keranjang yang berisi sekitar 15-20 kilogram itu dibeli dengan harga Rp 2000.

Pada awal-awal produksi, ia baru bisa mengolah sekitar dua drum urine sapi namun gagal. 400 liter urine sapi pun terpaksa harus dibuang percuma.

Percobaan selanjutnya berhasil setelah mengkaji kembali takaran bahan pembuat pupuk lainnya. Dari sini, ia membagikan produknya itu untuk petani setempat. Ternyata hasilnya sesuai dengan harapan, pupuk cair itu terbukti meningkatkan kesuburan tanah dan tanaman.

Dadiek semakin yakin, hingga ia memutuskan untuk mematenkan produknya dan mulai dijual ke pasaran melalui kios-kios kecil.

Baru saja mulai beranjak, usahanya ini sempat terguncang akibat erupsi merapi tahun 2010 lalu. Padahal saat itu ia baru saja mulai membangun kios penjualan pupuk sendiri.

Dampak erupsi merapi tak hanya dirasakan Dadiek. Banyak pula petani gagal panen lantaran lahan pertaniannya rusak terkena abu vulkanik. Para petani yang selama ini dirugikan lantaran ulah tengkulak pun kian menderita dengan kondisi yang tak menguntungkan tersebut.

Berbekal niat ingin membantu para petani, ayah dari Lukman Nur Hakim ini pun kemudian menggulirkan ide lainnya yang boleh dibilang cukup berani yakni program Bina Tani Makmur Siap, yaitu siap menyalurkan pupuk, benih dan obat-obatan tanpa dikenakan bunga.

Ia menawarkan produk pupuk dan benih tanaman kepada para petani dengan metode pembayaran fleksibel, lantaran para petani boleh membayar kapan saja mereka mampu setelah panennya berhasil. Ia juga melakukan pendampingan tanpa memungut biaya.

Belum cukup sampai disitu, Dadiek juga membantu para petani untuk memasarkan produk mereka langsung ke pasaran. Dengan begitu, para petani mendapatkan penghasilan lebih tinggi lantaran terlepas dari permainan harga tengkulak.

Keberhasilan ini juga dibarengi dengan kesuksesan penjualan pupuk cair dengan jumlah produksi antara 200 hingga 300 drum sebulan.

Hingga sekarang, setidaknya sudah ada 20 kios yang tersebar di Magelang, Bantul, Sleman, Temanggung, kendal, dan beberapa daerah lainnya. Semuanya dilakukan dengan memberdayakan para petani lokal bahkan mereka dilibatkan dalam proses pengolahan dengan gaji Rp 25 ribu per hari.

Usahanya pun merambah ke sektor lainnya semisal produksi madu dan peternakan cacing yang tersebar di Kecamatan Dukun, Sawangan, Desa Banyudono, Ngadipuro dan Kalibening.

Produknya pun kian beragam. Tak hanya pupuk cair dan kompos, namun adapula berbagai jenis benih tanaman, kalsium super, kalsium cair, biopest dan pestisida nabati yang diproduksi dibawah bendara PT Agro Era Nusantara.

Menghimpun Remaja Potensial

Dengan pencapaian yang sudah diperoleh ini, Dadiek bersama dengan BNI Syariah kemudian meresmikan komunitas sekaligus lembaga nonformal pendidikan dan pelatihan kewirausahaan bernama Kompatriot Indonesia Socialpreneur Center pada 28 Oktober 2015 lalu.

Melalui wadah yang kini sudah memiliki cabang di 23 kota ini, Dadiek menghimpun remaja-remaja potensial untuk mengembangkan idenya. Ia membuka kesempatan untuk mereka yang putus sekolah, anak yatim, maupun mereka yang tak memiliki modal.

Namun sebelum memeroleh bantuan modal, para kader potensial harus melalui tahapan evaluasi potensi. Kemudian diberikan pendampingan, pelatihan entrepreneurship dan wawasan kebangsaan hingga bantuan modal untuk membuka usaha riil dengan dukungan dari BNI Syariah melalui program Hasanah Empowerment 2015.

"Syaratnya, mereka memang benar-benar ingin maju, kemudian rela menyisihkan sebagian hasil usahanya untuk membantu kader-kader yang lainnya sehingga makin banyak yang mentas. Karena di sini ya intinya, sama-sama saling bantu, maju bareng-bareng," tambahnya.

Sekarang, di sekretariat pusat kompatriot ini sudah ada ruang kelas pelatihan, asrama yang bisa digunakan oleh para kader, gudang produksi, mushala, ruang UKM, instalasi praktikum, lapangan olahraga serta bebarapa unit usaha yang baru dibuka dan akan dikembangkan.

Satu diantaranya yakni Rumah Sehat Mizan Terapi yang sekarang dikelola oleh Arif Mulya Hadi, seorang kader Kompatriot asal Kendal yang mulai bergabung sejak tahun 2014.

Arif yang dulunya hanya mengandalkan pijat panggilan ini sekarang bisa bersyukur lantaran sudah memiliki ruang praktik ber-AC dilengkapi ruang sauna. Serta instalasi penjualan jamu herbal yang dikelola oleh Mochtar Efendi seorang kader asal Jember.

Keduanya, dinilai berhasil melewati tahap penyaringan, evaluasi hingga akhirnya difasilitasi untuk mengembangkan usahanya.

Selain itu, Dadiek juga berencana untuk membangun Agromart di tempat yang sama. Yakni sentra penjualan sayuran segar. Kemudian berencana merintis usaha tour and travel, membuka rumah makan di Malaysia serta mengembangkan aplikasi android untuk memasarkan semua sektor usaha yang dikembangkannya itu.

Targetnya, tambah ayah dari Chalid Firdaus ini, paling tidak pada tahun 2016 mendatang bisa bergeser dari usaha mikro ke usaha menengah, sehingga semakin banyak orang yang ikut sejahtera.

Sementara di tahap awal peresmian lembaga ini, Kompatriot juga sudah aktif memberikan pendampingan dan penyuluhan kepada para petani. Mulai dari pelatihan pembibitan, perawatan tanaman, dan bagaimana merintis usaha. Juga melakukan kegiatan sosial dengan membagikan bibit tanaman kepada para petani, semisal satu diantaranya kepada kelompok tani di Trisik, Samas dan Manding.

Dengan pencapaian tersebut, Dadiek yakin cita-cita luhur dibentuknya Kompatriot bisa tercapai sehingga mampu melahirkan para entrepreneur yang berwawasan kebangsaan, kerakyatan dan kemandirian.

Aset terbesar kita sebenarnya persaudaraan. Orang bilang aset itu material, potensi itu aset, tanah itu aset, bagi saya aset sejati kita itu adalah kawan, saudara, jadi saya cukup bersyukur, kalau aset bertambah berupa rumah, saya senang, tapi aset sejati itu ya bertambahnya saudara, saling membantu, persaudaraan," tandasnya. (mon)

Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved