Antasari Azhar Ketakutan Setiap Mau ke Masjid dan Berobat

Pimpinan kantor notaris, Mohammad Handoko Salim (61) menuturkan Antasari izin meninggalkan kantor karena hendak berobat ke dokter. Sebab, tiga hari

WARTA KOTA/NUR ICHSAN
Antasari Azhar 

TRIBUNSUMSEL.COM, JAKARTA - Mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Antasari Azhar didampingi tiga pria berbadan tegap bergegas dari kantor notaris M Handoko Salim SH, kawasan Tangerang, Banten pada Rabu.

Jelang siang itu, mereka menaiki Kijang Innova yang terparkir di depan kantor.

Pimpinan kantor notaris, Mohammad Handoko Salim (61) menuturkan Antasari izin meninggalkan kantor karena hendak berobat ke dokter. Sebab, tiga hari terakhir ia kurang sehat dan kerap batuk-batuk.

Yah, mantan Ketua KPK yang menjadi narapidana kasus pembunuhan Direktur Utama PT Putra Rajawali Banjaran (PRB) itu berada di kantor tersebut adalah sebagai narapidana yang sedang menjalani program asimilasi dari Lapas Tangerang.

Sementara, tiga pria berbadan tegap yang setia 'menemaninya" itu merupakan petugas Lapas Tangerang.

Lebih tiga bulan, Antasari bekerja di kantor notaris sahabatnya itu sebagai konsultan atau penasihat.

Sebagai pekerja, Antasari harus masul kerja mulai Senin hingga Sabtu sejak pukul 08.00-17.00 WIB. Setelah itu, diwajibkan kembali ke lapas.

Meski bisa menghirup udara bebas sesaat di siang hari, ada suka dan duka dialami oleh Antasari saat menjalani hari demi hari sebagai pekerja asimilasi tersebut.

Sukanya, ia bisa bersosialisasi dengan masyarakat dan memanfaatkan ilmu hukumnya sebagai konsultan hukum di kantor notaris tanpa harus berada di balik jeruji besi.

Ia pun beberapa kali mendapatkan kunjungan dari sejumlah rekannya sewaktu masih bertugas bersama di kejaksaan.

Dalam persoalan makanan, Antasari pun bisa lebih bebas memilih menu makanan sesuai pilihannya.

"Masuknya di sini jam 8 pagi. Kalau pagi makan di lapas. Kalau di sini, saya makan di luar. Kan di sini banyak warung di sepanjang jalan ini," ujar Antasari saat ditemui Tribun di kantor notaris M Handoko Salim SH, beberapa hari lalu.

Makanan favorit Antasari yang memang dijual di sekitar kantor notaris tersebut di antaranya, nasi uduk, ayam bakar dan seafood.

"Makanan di sini bervariasi dibanding di lapas. Kalau di lapas, makanannya sudah ditentukan. Paling sayur, tahu tempe, telor. Kalau ayam dan daging pada hari-hari tertentu saja," ujarnya.

"Makanan di lapas tentu saya makan. Kalau saya tidak makan, saya mati," selorohnya.

Selain aktivitas di dalam kantor, Antasari pun bisa melaksakan ibadah Salat Jumat bersama warga di masjid sekitar dan melakukan terapi atau berobat di Bekasi, Jawa Barat.

Namun, ada kekhawatiran tersendiri buat Antasari setiap kali hendak melakukan kegiatan-kegiatannya itu. Di antaranya adanya salah persepsi dari pihak luar, bahwa dirinya sudah bebas hingga disebut sedang asyik jalan-jalan seperti dilakukan narapidana kasus korupsi dan pajak, Gayus Tambunan.

Satu pengalaman buruk dialaminya, yakni kegiatannya Salat Jumat di Masjid Agung Tangerang beberapa waktu lalu didapati oleh wartawan. Dan pemberitaannya justru terkesan dirinya sudah bebas.

Padahal, kegiatannya kala itu adalah bagpan dari proses asimilasi narapidana.

"Asimilasi itu kan sosialisasi ke masyarakat. Berarti, harus banyak di masyarakat. Tapi, terkadang wartawan senang bikin sensasi ketika saya di masyarakat diberitakan Antasari begini begitu. Kesannya datang (bebas). Padahal itu asimilasi. Kemudian ribut dan sensasi. Kalau saya ditindak, disanksi pada senang," keluhnya lirih.

Antasari menegaskan, pelaksanaan program asimilasinya ini adalah salah satu syarat agar dirinya bisa mendapatkan hak Pembebasan Bersyarat (PB) dari pihak lapas. Dan PB tersebut baru bisa didapatkannya setelah dirinya menjalani dua per tiga masa hukuman. Program tersebut dilakukan agar narapidana bisa belajar bersosialisasi dengan masyarakat sehingga tidak kikuk begitu dia bebas dari penjara.

a menjelaskan, dirinya selaku narapidana yang menjalani program asimilasi, bukan berarti tidak boleh meninggalkan kantor notaris tempatnya bekerja. Namun, bukan berarti dirinya bebas 'berkeliaran' tanpa pengawalan di luar tempatnya bekerja.

"Boleh keluar, saya kan asimilasi. Saya jelaskan, saya ini asimilasi, bukan izin. Misal izin menghadiri persidangan ke Pengadilan Negeri Tangerang, tapi kemudian saya jalan-jalan ke Jakarta Selatan, ke Jakarta Barat, itu yang tidak boleh. Kalau saya asimilasi. Yang hadiri acara akad nikah dan resepsi anak kemarin dulu itu izin. Itu boleh," jelasnya.

Antasari sebelum bekerja di kantor notaris tersebut sempat dirawat lebih sepekan di RS Omni Tangerang gara-gara sakit pada otot paha kanannya. Ia menderita sakit teramat pada pahanya itu setiap kali melaksanakan salat.

Namun, gara-gara adanya pemberitaan dirinya terkesan sudah bebas itu, Antasari ragu-ragu jika ingin izin terapi ke Bekasi. Ia khawatir kejadian tersebut terulang.

"Seharusnya terapinya lebih sering. Tapi, kalau mau berobat, nanti ah. Karena kalau nanti berobat ketemu wartawan, nanti dibilang jalan-jalan. Masalah lagi," ujarnya.

Lantas, Antasari mengakui dirinya trauma dengan wartawan. Sebab, ia meyakini ada banyak sedikit andil wartawan sehingga dirinya bisa masuk jeruji besi hingga saat ini.

"Maaf saja, saya agak defensif terhadap yang Anda tanyakan, karena saya trauma. Dulu, waktu saya di KPK, wartawan mana yang tidak saya terima, saya buka pintu, sampai ke ruangan saya dan wawancara. Selesai wawancara, besoknya wartawan juga yang memojokkan saya sampai ke dasar. Cepat sekali berbaliknya itu. Makanya saya jadi harus hati-hati. Hari ini disanjung (wartawan), besok ditendang, kan wajar. Woh..saya sudah berhasil 'menendang' Antasari, bangga." (coz)

Sumber: Tribunnews
Rekomendasi untuk Anda
Ikuti kami di
AA

Berita Terkini

© 2025 TRIBUNnews.com Network,a subsidiary of KG Media.
All Right Reserved