Didi Petet Meninggal Hari Jumat, Ini Kemuliaan Jumat Menurut Islam
Begitu pula dengan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil turut menulis di akun Twitternya mengucapkan belasungkawa atas berpulangnya Didi Petet.
TRIBUNSUMSEL.COM - Aktor senior senior Didi Petet dikabarkan meninggal dunia Jumat (15/5) ini.
Kabar itu diterima dari broadcast BBM:
Innalillahi wainna ilaihi rajiu'un, telah berpulang saudara, guru, dan bapak kita Didi Petet pada Jumat, 15 Mei 2015. Semoga amal ibadahnya diterima di sisi Allah Swt. Amiin. Alamat rumah duka: Jln. Bambu Apus no. 76 Kedaung, Ciputat, Sasak Tinggi, Tangerang Selatan.
Itulah isi broadcast BBM yang beredar pagi ini.
Selain itu, berita duka ini dikuatkan juga dengan tweet dari penulis dan sutradara sinetron Preman Pensiun, Aris Nugraha di akun Twitternya.
Begitu pula dengan Wali Kota Bandung, Ridwan Kamil turut menulis di akun Twitternya mengucapkan belasungkawa atas berpulangnya Didi Petet.
Sementara itu Almarhum Didi Petet yang meninggal tepat di Hari Jumat. Sebagaimana keutamaan bulan-bulan/hari-hari tertentu dalam Islam, seperti contohnya Hari Jum’at, Malam Jum’at, Bulan Ramadhan, dan beberapa moment lainnya dalam Islam, sebagaimana di jelaskan dalam Al Quran dan hadist, memungkinkan seseorang mendapatkan keutamaan didalamnya.
Hari Jum’at memiliki keutamaan sangat banyak yang tak dimiliki hari-hari selainnya. Salah satunya adalah siapa yang meninggal di dalamnya maka ia aman dari adzab kubur. Para ulama juga menjelaskan bahwa meninggal di dalamnya menjadi salah satu tanda husnul khatimah.
Diriwayatkan oleh al-Tirmidzi dalam Sunan-Nya, dari hadits Abdullah bin Amr Radhiyallahu ‘Anhu, dari Rasulullah Shallallahu ‘Alaihi Wasallam,
مَا مِنْ مُسْلِمٍ يَمُوتُ يَوْمَ الْجُمُعَةِ أَوْ لَيْلَةَ الْجُمُعَةِ إِلا وَقَاهُ اللَّهُ فِتْنَةَ الْقَبْرِ
“Tidaklah seorang muslim meninggal pada hari Jum’at atau malam Jum’at melainkan Allah melindunginya dari siksa kubur.” (HR. Al-Tirmidzi, no. 1043)
Para ulama berselisih tentang status hadits ini. Imam al-Tirmidzi menyifatinya sebagai hadits gharib dan terputus sandanya. Al-Hafidz Ibnu Hajar menyifatinya sebagai hadits sanadnya dhaif. Sementara Syaikh al-Albani dalam Ahkam Janaiz-nya (hal. 49-50) menyatakan, “hadits tersebut hasan atau shahih dengan dikumpulkan semua jalurnya.