Pabrik Mie Formalin Terbongkar Oleh Kepulan Asap
mereka merasa terganggu dengan asap yang keluar dari rumah ini. Setelah kami selidiki ternyata ada produksi mie dengan kandungan formalin
TRIBUNSUMSEL.COM, MAGELANG - Petugas Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) Semarang menggerebek pabrik rumahan mie basah berformalin di sebuah rumah di Dusun Manggisan, Desa Donorejo, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang, Rabu (18/2/2015) siang.
Sedikitya 220 kilogram mie basah disita petugas dari penggerebekan itu. Theresia Arie Wijayanti, dari BPOM Semarang, menjelaskan penggerebekan bermula dari infommasi masyarakat yang kerap terganggu dengan adanya polusi asap yang berasal dari dalam rumah tersebut.
Tim BPOM kemudian melakukan penyelidikan hingga akhirnya mendatangi pabrik yang ketahui milik seorang pengusaha berinisal T, warga Perumahan Tidar Indah, Kampung Magersari, Kecamatan Magelang Selatan, Kota Magelang itu.
"Kami mendapat informasi dari masyarakat sekitar, mereka merasa terganggu dengan asap yang keluar dari rumah ini. Setelah kami selidiki ternyata ada produksi mie dengan kandungan formalin di belakang rumah ini," ucap Arie di sela-sela penggerebekan.
Menurut Arie, BPOM telah melakukan uji sample dan pengamatan secara fisik mie basah tersebut. Hasilnya, diketahui jika ratusan kilogram mie basah itu mengandung formalin atau zat kimia yang lazim dipakai untuk mengawetkan mayat.
Hal itu juga dikuatkan dengan adanya sejumlah barang bukti berupa sejumlah kantong serbuk formalin berwarna putih, tawas, tepung gandum, mesin penggiling, mesin pemotong dan alat-alat pembuat mie basah lainnya.
Sekilas pabrik ini memang tidak tampak layaknya sebuah pabrik mie basah. Dari depan terlihat seperti pendopo dengan gaya arsitektur Jawa (Jawa). Rumah yang berada persis di samping pemakaman umum Dusun Manggisan itu juga dikelilingi pagar serta tembok yang tinggi.
"Sebetulnya pabrik ini sudah lama beroperasi namun mulai lagi sejak beberapa hari yang lalu. Kami juga sempat memproses pemilik pabrik ini sekitar tahun 2012 lalu," papar Arie.
Arie menyebutkan, T merupakan pemain lama yang sebelumnya juga pernah diproses di BPOM Semarang atas kasus yang sama. Saat itu, petugas menggerebek pabrik rumahan mie basah yang juga diduga milik T di Dusun Bagongan, Desa Banjarnegoro, Kecamatan Mertoyudan, Kabupaten Magelang.
Kendati demikian, BPOM belum dapat memastikan daerah sasaran pemasaran mie basah tersebut. Arie mengaku masih akan meminta keterangan dari pemilik pabrik. Namun Arie menyatakan jika Magelang termasuk wilayah basis pembuatan mie berformalin, bahkan pemasarannya hingga Wonosobo.
"Kami belum bertemu dengan pemiliknya (T), katanya sedang perjalanan kemari. Karyawan yang sedang produksi tadi juga mengaku tidak tahu menahu soal mie basah ini," tandas Arie.
Pihaknya menduga, dalam sehari pabrik ini mampu memproduksi hingga 500 kilogram mie basah. Saat digerebek ada tiga orang karyawan yang sedang memproduksi mie basah. Sejumlah barang bukti dan pemilik pabrik mie berbahaya ini selanjutnya akan diproses di BPOM Semarang Jawa Tengah.
"Pemilik pabrik akan dikenakan Pasal 36 UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang pangan," tegas Arie.
Mustofa (49), salah satu karyawan, mengaku tidak tahu menahu jika mie yang ia produksi mengandung zat formalin. Warga Desa Balaikerto, Kecamatan Kaliangkrik, Kabupaten Magelang, itu mengatakan hanya menjalankan perintah majikan sebelum meracik mie basah. "Saya enggak tahu kalau ada zat formalin, saya cuma diajarin bikin mie basah sama beliau (T), semua bahan sudah disiapkan, tapi tidak pernah dijelaskan apa bahan-bahannya itu. Yang saya tahu hanya tepung gandum, tawas, kalau yang serbuk putih itu ngga tahu," ucap Mustofa yang baru empat hari bekerja di pabrik itu.
Mustofa menyebutkan, dalam sehari ia dan dua rekannya biasa memasak hingga empat sak atau sekitar satu kuintal tepung gandum menjadi sekitar 200 kilogram mie basah siap konsumsi.
Namun Mustofa juga mengaku tidak tahu ke mana mie basah itu akan dipasarkan, bahkan ia juga mengaku tidak mengenal lebih jauh identitas sang majikan. "Saya enggak tahu, saya cuma diajak kawan untuk bekerja di sini. Saya memang pernah bekerja di pabrik mie kering pada 1984 silam, tapi bahannya juga tidak seperti mie basah ini," ujar Mustofa yang mengaku akan kembali menjadi petani di desanya jika pabrik mie basah ini ditutup.(Ika Fitriana)