Ada Kemiskinan di Lembah Silicon
Seorang pria tampak terhuyung-huyung dengan telinganya terlihat mengalami pendarahan.
TRIBUNSUMSEL.COM - Hanya beberapa mil dari kompleks rumah dan vila mewah Silicon Valley, ratusan orang tunawisma hidup dalam kemelaratan. Mereka hidup di kamp "tenda-tenda" di tepi hutan.
Di kamp-kamp itu, yang diyakini sebagai kawasan perkemahan tunawisma terbesar di San Jose, ada sekitar 350 orang yang terlupakan. Mereka hidup di tenda-tenda, gubuk-gubuk sementara, goa-goa, dan rumah pohon di sepanjang kawasan kumuh Coyote Creek. Di tempat itulah beragam penyakit sosial "hidup" berdampingan dengan gaya hidup pencandu narkoba, dan yang lainya menghabiskan hari dan malam mereka dengan bermacam masalahnya.
San Jose adalah kota terbesar ke-10 di Amerika Serikat. Lokasinya berada tepat di jantung Silicon Valley, "rumah" bagi lahir dan berkembangnya Google, Apple, Facebook, dan banyak lagi. Tetapi, tujuh tahun sudah di kawasan ini tercatat punya daftar tunggu bagi 20.000 orang yang membutuhkan bantuan perumahan.
Memang, sektor teknologi di kawasan ini sangat mengalami kemajuan pesat sehingga memiliki pasar khusus. Rata-rata rumah di kawasan itu dijual seharga 583.000 poundsterling, sedangkan dua kamar tidur apartemen sewa dibanderol 1.166 poundsterling.
Little Saigon
Memang, lebarnya kesenjangan antara kaya dan miskin jelas terlihat di sini. "Warga hutan" itu sangat menyadari bahwa dunia yang terletak di dekat mereka itu adalah orang-orang berpunya, yang kerap pergi dengan minivan keluarga menuju ke Happy Hollow Park and Zoo di seberang jalan dekat kawasan mereka tinggal.
Di dalam hutan itu, angin menyelusup melalui pohon-pohon dan semak-semak. Di situ, ada juga lingkungan seperti "Little Saigon". Di situlah warga Vietnam telah menggali kamar besar ke lereng bukit yang curam dan dekat dengan sungai untuk mencuci piring dan mendapatkan air. Kamar mandi mereka adalah lubang yang digali dengan tangan atau ember.
Tentu, jumlah orang yang "sakit mental" terus meledak dari tenda-tenda di hutan ini. Mereka kerap berteriak tidak jelas. Seorang pria tampak terhuyung-huyung dengan telinganya terlihat mengalami pendarahan.
Tak jauh dari pemandangan itu, seorang wanita hamil tampak sangat membutuhkan bantuan. Kakinya terlalu bengkak untuk bangun. Di lain waktu, pada suatu pagi, warga menemukan mayat di dalam tenda.
"Kami seperti sampah bumi," kata Maria Esther Salazar, salah satu warga hutan.
"Kami seperti tidak ada," tambahnya.
Salazar bercerita, kehidupan runtuh 11 tahun lalu ketika ia diculik dan diperkosa. Perempuan berusia 50 itu pernah ditangkap puluhan kali, divonis 17 tindak pidana berat, dan hampir semuanya terkait obat.